Pertama, saya ingin mengapresiasi keputusan sang pembuat terkait menambah wawasan khasanah sinema horor lokal, yang sebagaimana kita tahu bahwa Indonesia mempunyai beragam kepercayaan entah itu berupa mitos maupun dongeng yang potensial diangkat dalam ranah sinema secara luas. Kajeng Kliwon mengangkat cerita rakyat Bali mengenai satu hari di mana para dedemit keluar (semacam Malam Satu Suro dalam kepercayaan masyarakat Jawa) yang dijadikan filmnya sebatas sebuah tempelan belaka dan sibuk bermain dengan ranah drama, yang well ... kurang bernyawa.
Agni (Amanda Manopo) adalah seorang dokter yang hidup bersama Nengah (Indah Kalalo), wanita yang mengasuhnya. Hendak melaksanakan pernikahan dengan Nicho (Chris Laurent), seorang fotografer yang sama sekali tak memiliki darah Bali. Pertemuan dengan sebuah event organizer pun dicanangkan yang justru membuat keduanya saling bersebrangan, misalnya Agni ingin gaun pernikahan yang dirancang khusus sesuai keinginannya, sementara Nicho menolaj dengan alasan buang-buang uang. Dan apakah jawaban Agni? Ia mengatakan bahwa "pernikahan itu sekali seumur hidup", yang dalam penerapannya diulang lebih dari tiga kali.
Ditulis naskahnya oleh Baskoro Adi Wuryanto dan Nicholas Raven yang sukses melahirkan tontonan serupa dalam judul Ruqyah: The Exorcism (2017) hingga 11:11 Apa yang Kau Lihat (2019), Kajeng Kliwon tak ubahnya sebatas clickbait yang memasang judul sarat pancingan-sementara isinya luar bisa tak berkesinambungan dan bahkan berantakan. Alih-alih menjelaskan apa yang diusung materinya, keduanya malah sibuk melahirkan dialog-dialog cringey yang bahkan sulit diterapkan oleh masyarakat sehari-hari. Tentu, ini disertai dengan tindakan demi tindakan bodoh karakternya.
Guna menambah semarak cerita ditambahkanlah karakter Dayu (Atikah Suhaime), mantan kekasih Nicho yang masih menyimpan perasaan, sementara di kubu Agni hadir seorang pria bernama Wijaya (Vincent Andrianto) yang terlihat jelas dalam gestur tubuhnya menyembunyikan bahkan menginginkan sesuatu dari Agni. Terciptalah konflik luar biasa malas, sarat unsur sinetron-ish lengkap dengan barisan dialog yang ingn terkesan puitis malah berujung minimalis.
Trik horornya memang murahan dan bahkan banyak berpotensi mengundang tawa tatkala kehadiran Leak yang kentara jelas terlihat amatir hingga sosok makhluk bernama Rangda yang berpotensi tampil segar kalau bukan kemalasan sang sutradara, Bambang Drias (The Promise, Erau Kota Raja) dalam mengeksekusi hal tersebut, tentu ini juga tak lekang dari naskah yang tampil kopong.
Amanda Manopo bukanlah seorang scream queen yang baik. Ketimbang takut, ekspresinya terlihat jelas dibuat-buat. Tunggu hingga momen menjelang konklusi yang mengharuskannya lagi dan lagi bersikapa bodoh, sebodoh bagaimana ia memegang stetoskop atau profesinya yang seorang dokter takut ketika menginjakan kaki di kamar mayat.
Unsur romansa yang menjadi dominasi film ini sejatinya patut dipertanyakan keberadaannya, yang bukannya menambah warna malah merusak seluruh penceritaan dan sepenuhnya mengandalkan cinta. Cinta memang indah, namun belakangan makin terbuka tabir sesungguhnya dan ingin saya mengatakan bahwa "dek ..... cinta tak seindah yang kau kira"
SCORE : 1/5
0 Komentar