Merupakan debut film panjang pertama wanita asal Belanda, Halina Reijn, Bodies Bodies Bodies yang ditulis naskahnya oleh Sarah DeLappe berdasarkan cerita dari Kristen Roupenian (Cat Person) membawa pengisahan satir mengenai kehidupan Generasi Z yang selalu mendewakan sosial media dan ponsel. Dalam salah satu adegan misalnya, bermain TikTok dan menyukai podcast buatan teman diibaratkan sebuah keharusan supaya tetap berada pada circle tersebut, atau kepentingan membalas grup WhatsApp adalah sebuah kewajiban tatkala seseorang akan datang dalam sebuah pertemuan.
Pembukanya menampilkan sebuah adegan sensual di mana hasrat sepenuhnya dikedepankan dalam sebuah close-up ciuman, kita diperkenalkan dengan karakter protagonisnya, Sophie (Amandla Sternberg) baru saja selesai melakukan rehabilitasi dan hendak memamerkan pacar barunya, Bee (Maria Bakalova) ke sebuah pesta anak orang kaya sekaligus teman lamanya, David (Pete Davidson) dalam sebuah perayaan pesta badai.
Di sana, turut juga hadir Emma (Chase Sui Wonders) si aktris pandai akting sekaligus kekasih David, Alice (Rachel Sennott) si podcaster yang membawa kekasih selisih 20 tahun lebih tua darinya, Greg (Lee Pace) hasil kenalannya dari tinder, serta Jordan (Myha'la Herrold) si cewek misterius. Badai pun tiba, tandanya pesta di mulai dan berdasarkan usulan dari Sophie, mereka melakukan permainan Bodies Bodies Bodies (permainan layaknya Werewolf atau Among Us) yang mengharuskan para pemainnya menebak siapa pembunuh sebenarnya.
Malang bagi mereka, permainan yang semula hanya dibuat untuk memenuhi kesenangan berujung pada malapetaka tatkala salah satu dari mereka ditemukan tewas secara mengenaskan dengan leher tergorok. Ditemani cahaya ponsel serta glow-stick (karena badai menyebabkan mati lampu), mereka harus menemukan dan menebak siapa salah satu pembunuh sebenarnya diantara mereka.
Bodies Bodies Bodies dibuka dengan penuh kesenangan kawula muda, di mana rentetan dialog umpatan hingga kalimat bernada toxic maupun pernyataan gaslighting dienyahkan demi memenuhi kegilaan para remaja awal dengan tingkah yang menurut mereka keren seperti melakukan ritual tamparan untuk membuka permainan misalnya, harus diakui karakter mereka jauh dari kata likeable, namun apa yang dilakukan Reijn tetap berada pada porsi di mana penonton tetap terjaga dengan kegilaan mereka.
Memasuki paruh kedua, unsur whodunit dengan sedikit sentuhan horror-thriller diterapkan, yang dengan efek pencahayaan serta minimnya musik ampuh menjaga ketegangan, saya dibuat was-was tatkala masing-masing dari mereka mulai menyusuri tangga dengan perasaan penuh tanda tanya, dan kamera hasil bidikan Jasper Wolf (Code Blue, Instinct, Monos) sempurna menampilkan keadaan dan perasaan tanpa daya.
Sepintas, apa yang dilakukan memang sederhana sebatas melempar kecurigaan tanpa adanya sebuah kepastian maupun kepastian kebenaran, namun bukankan itu yang kebanyakan dilakukan para remaja umumnya? Bodies Bodies Bodies sekali lagi menampilkan ragam kebiasan remaja (khususnya Gen Z) dengan penuh keaslian, tanpa pernah terasa mengada-ada, segala keputusannya mampu dimafhumi, meski di beberapa adegan (khususnya menjelang konklusi) dibuat secara terburu-buru seolah filmnya menyimpan semua pengungkapan menjelang akhir, tatkala durasi mulai menipis.
Beruntung, eksekusi Reijn tak pernah tampil membosankan, terlebih banter kalimat umpatannya tampil sebagaimana mestinya tatkala sesorang dituntut menemukan kebenaran dalam kondisi tidak sepadan. Tentu, semuanya takkan tampil lebih baik andaikan tak didukung oleh para pelakon yang baik, Rachel Sennott pasca Shiva Baby (2022) yang membesarkan namanya, adalah yang paling mencuri perhatian dengan narsisme berlebih miliknya, sementara Maria Bakalova patut diberi perhatian lebih dari sekedar pelakon Borat Subsequent Moviefilm (2020).
Konklusinya mungkin akan membagi penonton ke dalam dua pihak, They're who love it or hate it. Saya termasuk pada golongan pertama, seolah Reijn memberikan tamparan keras layaknya sebuah ritual sebelum permainan yang mereka lakukan. Mungkin akan sedikit tertipu, namun bukankah itu mewakili tujuan dibuatnya film ini, yakni sebuah satir.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar