Butuh waktu lima tahun untuk mewujudkan sekuel bagi salah satu tonggak horor lokal masa kini, Pengabdi Setan (2017) adalah bukti nyata bahwa sebuah reboot dan horor pada umumnya harus dibuat. Joko Anwar kembali menulis dan menyutradarai filmnya dengan skala yang lebih besar sebagimana sebuah sekuel pada umumnya, baik itu dari segi narasi, produksi hingga tata artistik yang lebih tinggi.
Namun, perlu saya tekankan sedari awal bahwa Pengabdi Setan 2: Communion tak lebih baik dari pendahulunya (itu karena pencapaiannya yang luar biasa) meski bukan berarti sekuelnya tampak kerdil. Joko Anwar bermain dengan ranah yang sangat kontras berbeda, di mana untuk sebuah film yang menyabet gelar sebagai film Indonesia dengan teknologi IMAX pertama (juga se-Asia Tenggara) butuh sebuah experience yang berbeda pula, dan film ini menampilkan itu semua. Pengalaman yang sukar di dapat dalam film lokal maupun luar.
Paruh pertamanya membawa kita pada tahun 1955, menyoroti Budiman (Egi Fedly) yang menemukan sebuah penemuan diluar dugaan, menegaskan bahwa apa yang terjadi pada film pertama hanya sebuah permulaan yang tak seberapa besarnya dari sebuah rahasia yang coba dipendam dan dilupakan. Bersamaan dengan ha itu, masa petrus tengah gempar terjadi sementara orang marjinal hanyalah segelintir orang yang abai akan fakta tersebut-jika disandingkan dengan kehidupannya yang serba kekurangan.
Selanjutnya, setting berpindah ke tahun 1984, di mana Rini (Tara Basro), Bondi (Nasar Anuz) dan Toni (Endy Arfian) kini tinggal di sebuah rumah susun kumuh di pinggir pesisir pantai, rawan terkena banjir dengan fasilitas lift yang seringkali macet meskipun berlantai 14. Setidaknya menurut Bapak (Bront Palarae) tempat tersebut aman karena banyak orang. Namun, apa yang dipikirkan bukan berarti sesuai dengan kenyataan bukan?
Sebelum menyusuri apa yang terjadi sebenarnya dan apa yang hendak terjadi setelahnya, kita diperkenalkan terlebih dahulu dengan par penghuni rusun: Tari (Ratu Felisha) adalah gadis bahan gunjingan penghuni lain atas dasar pekerjaannya yang mengharuskannya berangkat malam pulang pagi, Dino (Jourdy Pranata) adalah tipikal pria pengangguran dan begajulan, Wisnu (Muzakki Ramdhan) bocah yang tinggal dengan ibunya (Mian Tiara) yang bisu, serta keluarga Ari (Fatih Unru) dan adiknya, Wina (Nafiza Fatia Rani) yang selalu mendapatkan perilaku abusive ayahnya.
Dengan karakter yang cukup banyak, Joko Anwar membagi masing-masing tokohnya denga penokohan yang cukup jelas (meski sangat disayangkan terkait porsinya), memotret mereka dengan keadaan yang tak jauh mengerikannnya dengan gangguan setan yang bernama "kenyataan", sementara negara yang menjadi ibu yang harus mengayomi anaknya, abai karena mereka dianggap kurang berperan, meskipun hal buruk seperti badai datang menyerang.
Sentilan tersebut mungkin tampil minor, namun dampaknya luar biasa besar-yang dalam komparasi serupa akan dihadapi para karakternya. Joko memang pintar perihal hal yang bersipat kontuniti, termasuk itu dalam penggunaan barang maupun tempat yang sedari awal ditampilkan, memberikan urgensi bagi narasi setelahnya.
Terkait unsur horor dan teror, seperti yang telah saya singgung sebelumnya, Pengabdi Setan 2: Communion adalah neraka yang sesungguhnya. Joko memanfaatkan klaustrofobia penonton dalam trik yang sarat variasi, mulai dari slow burn, jump scare bahkan horror fest sekalipun. Hasilnya adalah tontonan yang memuaskan mewadahi apa yang kita sebut sebagai wahana hantu. Meski dalam kaitannya, ada harga yang harus dibayar tatkala semuanya tampil bak sebagai kompilasi yang tersaji secara repetitif.
Inilah yang berdampak pada keutuhan cerita pula konklusi yang sebatas menjawab beberapa pertanyaan, build-up banyak dihabiskan untuk menakuti penonton, walaupun itu tampil dalam taraf yang baik. Sebutlah adegan ketika sholat maupun momen yang melibatkan karakternya menyambangi jenazah. Sederhana, namun dikemas sebagaimana mestinya. Alhasil, pay-off yang dihasilkan mungkin tak seberapa kuat, namun tetap dalam kadar yang baik.
Guna mencairkan suasana, Joko menempatkan karakter Darto (Moh. Iqbal Sulaiman) sebagi salah satu geng teman Bondi, sekaligus membuat filmnya sedikit menyentuh ranah apa yang serial Stranger Things lakukan. Demikian pula yang terjadi pada karakter Pak Ustadz (Kiki Narendra) yang nyatanya tak sebijak perkataannya. Unsur agama bukan berarti dilucuti, ini adalah gambaran nyata seorang hamba yang selalu memakai agama sebagai senjata andalannya, meski pada kenyataannya ini adalah bentuk ketidakberdayaan pelakunya.
Satu hal yang selalu membuat saya takjub dengan apa yang terjadi di layar adalah bagaimana sinematografi bidikan Ical Tanjung (langganan Joko Anwar) menangkap semuanya secara brilian, termasuk dalam momen yang melibatkan adegan chaos sekalipun, transisi antara tenang ke riuh, terang ke pekat sempurna menampilkan keajaiban sinema (termasuk dalam keseluruhan film yang kebanyakan tampil gelap dan membiarkan efek praktikal bekerja).
Pengabdi Setan 2: Communion mungkin dampaknya tak sebesar yang pertama, bahkan untuk menikmatinya perlu ditekankan sebuah suspension of disbelief. Walaupun demikian filmnya masih memantik teori-teori yang masih berkeliaran diingatan, termasuk tokoh Batara (Fachri Albar) dan Darminah (Asmara Abigail) yang masih menjadi misteri atas terpantiknya beberapa teori konspirasi.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar