Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - KKN DI DESA PENARI (2022)

 

Meski sempat ditunda penayangannya selama dua tahun (rencana rilis awal 20 Maret 2020), KKN di Desa Penari yang disadur dari sebuah thread tweet viral yang diunggah oleh akun bernama SimpleMan (yang kemudian dijadikan novel) masih bisa mengundang penonton dengan rasa penasarannya yang terbukti tatakala pre-sale ticket dijual seminggu sebelum film rilis ludes terjual. Pun, berkatnya film ini menyandang status sebagai film dengan opening day tertinggi untuk horror Indonesia (mengumpulkan 315.486 penonton) sekaligus menempatkannya di posisi ketiga film Indonesia dengan gelar serupa.


Pembukanya tampil tanpa basa-basi, mengikuti enam mahasiswa menjalankan KKN di sebuah desa terpencil di tengah hutan (tentu identitas kampung masih dan sengaja disembunyikan). Mereka adalah Nur (Tissa Biani), Bima (Achmad Megantara), Ayu (Aghniny Haque), Widya (Adinda Thomas), Anton (Calvin Jeremy) dan Wahyu (M. Fajar Nugraha) menjalankan proker setelah mendapat persetujuan dari Pak Prabu (Kiki Narendra), kades setempat yang memandu mereka mengenalkan seluk-beluk desa dan memperingatkan mereka agar tak melewati Tapak Tilas, dengan alasan tak termasuk wilayah tersebut.


Tak butuh waktu lama bagi Nur dan Widya untuk merasakan hal janggal tatkala memasuki desa tersebut, mulai dari suara gamelan hingga penampakan genderuwo, KKN di Desa Penari memang tancap gas dan tak membiarkan penonton untuk sejenak bernapas. Ini mungkin yang diharapkan penonton awam. Setidaknya ini menurut pendapat Lele Laila (trilogi Danur) selaku penulis naskah langganan MD Pictures dan tentunya Awi Suryadi, sang sutradara.


KKN di Desa Penari mungkin hanya akan memuaskan pembaca thread-nya tatkala naskahnya hanya sebatas mengejawantahkan cuitan SimpleMan tanpa pernah memberikan sebuah pembaharuan, yang mana lazim dilakukan dalam proses alih media maupun wahana. Akibatnya, menyaksikan KKN di Desa Penari hanyalah sebatas kumpulan sketsa yang dijahit secara paksa tanpa adanya keutuhan maupun keinginan untuk bercerita secara runut.


Benar, tata produksinya tak main-main (konon biaya produksinya menelan biaya sebesar 15 Miliar, belum termasuk promosi maupun tetek bengek lainnya) yang memfasilitasi gaya Awi Suryadi dalam mengemas adegan, yang tampil percuma, karena pada akhirnya semuanya sebatas tempelan saja, tanpa benar-benar dimanfaatkan keberadaannya.


Mengurangi jumpscare getol dilakukan Awi Suryadi semenjak Asih (2018) hingga Sunyi (2019) yang kembali ia terapkan di sini, meski ini bukan berarti menggantikannya dengan parade pengadeganan lambat yang mengindikasikan untuk tampil slow burn hingga membengkaknya durasi (2 jam 10 menit). Salah satu contohnya adalah tatkala Nur dan Widya hendak mandi di sebuah sinden, secara bergilirian keduanya diganggu genderuwo dan Badarawuhi (Aulia Sarah), sang hantu penari.


Mengikuti thread dan novelnya yang mengambil sudut pandang Nur dan Widya, KKN di Desa Penari menerapkannya secara kasar, inilah mengapa alurnya terkesan jumpy tanpa adanya sebuah jembatan antar fokus keduanya yang dihilangkan begitu saja. Beruntung, Tissa Biani dan Adinda Thomas sekuat tenaga memberikan effort setimpal, meski jelas keduanya berhak mendapatkan naskah yang lebih baik dan bagus daripada ini.


Guna memberikan sebuah banter yang sepadan, M. Fajar Nugraha mencuri perhatian memainkan comic relief sebagai Wahyu yang begitu polos. Berkatnya, KKN di Desa Penari mempunyai sedikit energi ditengah kejemuannya kala memasuki pertengahan. Beruntung, sepertiga akhir filmnya mampu memberikan sebuah suntikan, meski itu berarti telat untuk tampil panas, yang membuat sebuah tragedi utama kurang begitu terasa.


Meskipun demikian, sedari awal thread-nya viral adalah berkat kedekatan representasi kisahnya, yang di sini ditampilkan dalam karakter Mbah Buyut (Diding Boneng) sebagai orang pintar, yang meski terlalu dilebih-lebihkan, adalah penghantar informasi akurat. Andai saja keseluruhan filmnya memilih jalur serupa, bukan hanya kedekatan saja yang didapat, melainkan kebenaran yang sampai sekarang masih dipercayai masyarakat kita mengenai unsur mistisme yang masih sering dan akan dijunjung tinggi keberadaan maupun kepercayaannya.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar