Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - PATI PATNI AUR WOH (2019)

Pati Patni Aur Woh (The husband, the wife, and 'her') adalah satu lagi drama-komedi Bollywood yang kaitannya mudah untuk ditemui di realita. Pria yang beruntung secara literal harus menemui perjodohan demi menuruti keinginan orang tua hingga wanita berpikiran modern harus menerima kekolotan pola pikir masyarakat (baca: orang tua) yang menjadikan pernikahan atas jalur perjodohan adalah jalan keluar pula solusi dari segala permasalahan. Itulah kondisi yang menimpa dua protagonis kita: Abhinav 'Chintu' Tyagi (Kartik Aaryan) dan Vedika Tripathi (Bhumi Pednekar).


Pasca perjodohan yang berlangsung secara damai karena Vedika secara terang-terangan mengaku bahwa seks adalah keahliannya, hidup Chintu dan Vedika mulai menapaki benih-benih rumah tangga bahagia sebagaimana yang dirasakan oleh kebanyakan pengantin baru pada umumnya. Hingga sebuah hal lumrah terjadi selama tiga tahun masa pernikahan berupa permasalahan yang hadir dalam benak Chintu perihal kebosanan atas kehidupan yang terus berulang serta tuntutan untuk mempunyai anak dari sang mertua. Singkatnya, Chintu ingin merasakan apa itu kehidupan sesuai keinginannya, bukan atas dorongan orang lain yang mengaturnya.


Hal baru itu muncul tatkala datang seorang wanita bernama Tapasya (Ananya Panday) yang hadir setelah sang atasan (ia bekerja di sebuah departemen pemerintahan) memintanya untuk membantu Tapasya mencarikan tanah untuk lahan usaha butiknya. Perlahan tapi pasti, Chintu mulai jatuh cinta dengan Tapasya, yang masalahnya, demi mencari simpati Tapasya, Chintu mengaku bahwa sang istri berselingkuh dengan pria lain selain dirinya.


Merupakan remake dari film berjudul sama buatan B.R. Chopra pada tahun 1978, Pati Patni Aur Woh yang ditulis dan disutradarai oleh Mudassar Aziz (Dulha Mil Gaya, Happy Bhag Jayegi, Happy Phirr Bhag Jayegi) memang memiliki cerita formulaik yang berpotensi menampilkan  sebuah gesekan kuat andai disusun secara telaten dan mumpuni, apa yang ditampilkannya di sini sudah mempunyai bekal yang memadahi, terlebih kala paruh awalnya berjalan begitu meyakinkan, dengan seketika menyedot perhatian penonton akan sebuah peristiwa yang sudah terjadi, mengharuskan kita untuk menelaah dan mencari jawaban pasti.


Berjalan di ranah komedi, adakalanya naskahnya tampil stagnan dengan mengulang celoteh demi celoteh Chintu akan kehidupannya yang menurutnya bermasalah, bahkan mengenai kisah cintanya selama masa sekolah dengan seorang wanita yang ia pacari selama satu setengah bulan terus diulang secara bergantian. Beruntung ia memiliki Aparshakti Khurana sebagai Fahim yang merupakan sidekick bagi Chintu. Khurana mengulang peran yang ia mainkan bersama Aaryan di Luka Chuppi (2019) dengan karakteristik sama sebagai seorang Muslim yang selalu mendukung teman dekatnya, termasuk dalam hal gila sekalipun.


Saya menyukai bagaimana Aziz membuat penonton mengerti dan memahami apa yang terjadi dengan karakternya dalam sebuah pergolakan ego serta tuntutan kewajiban peran sebagai suami-istri yang masing-masing memiliki alasan pasti. Chintu yang kurang puas akan pilihan hidupnya yang sering dan Vedika yang berjanji akan menjalankn tugas istri dengan impian untuk bisa tinggal di Delhi. Pun, demikian dengan Tapasya yang mencari pasangan yang tak hanya mencintai dirinya-namun mengerti akan perasaannya. Tiga jalur ini disatukan dalam sebuah benang yang saling mengikat dalam koherensi yang sepakat.


Pun, pengadegannya tampil dinamis, biarpun terkendala aksi kucing-tikus yang terus digerus. Setidaknya, ada sebuah keinginan untuk mengetahui lebih lingkaran dari tiga peranan ini. Janga lupakan sebuah lonjakan yang ditampilkan setelah konflik utama diketahui, di mana Bhumi Pednekar unjuk gigi menampilkan gradasi emosi sempurna, lengkap dengan dialog yang akan membuat para lelaki yang sering mengaku lelah runtuh harga dirinya.


Pati Patni Aur Woh tampil sederhana di mana penonton ingin segera mengetahui akhirnya akan berjalan seperti apa dan bagaimana, yang justru d sini letak permasalahannya. Saya takkan mengungkap detailnya seperti apa-demi menjaga kenikmatan menonton, yang jelas tapi pasti, Mudassar Aziz terlalu menyederhanakan konklusinya dengan menampilkan sebuah twist yang sebenarnya tak penonton butuhkan-kalau hanya sekedar memberi sebuah kejutan. Permasalahan fatal hadir tatkala pemahaman Aziz yang melestarikan perilaku misogini bagi pria, sementara wanita dengan mudahnya menerima maaf atas perlakuan bejatnya. Ini sangat berlawanan dengan penggambaran sinema Bollywood arus utama, yang mulai melestarikan dan mengangkat derajat wanita dalam tontonan berbasis women empowerment.


Seolah belum usai, kredit akhirnya memberikan sebuah permasalahan yang tak terselesaikan seiring hadirnya Kriti Sanon sebagai cameo. Biarpun separuhnya saya menyukainya, saya tetap tidak bisa membenarkan dan mentolerir bahwa Pati Patni Aur Woh adalah tontonan yang salah kaprah.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar