Game Over adalah bukti bahwa sinema Hindi masih jago perihal menciptakan sebuah relevansi terlepas itu dalam genre apapun. Biarpun sebagai sajian thriller psikologis muatan seputar women empowerment menguar kuat dari mereka yang mencoba bertahan sebagai korban penindasan para lelaki yang selalu menaikan kerah lengan (baca: patriarki). Sutradara Ashwin Saravanan yang memulai debut lewat Maya (2015) menampilkan bagaimana perjuangan seorang perempuan begitu berharga dalam melalui proses penyembuhan dan ketakutan.
Menandai kembalinya Taapsee Pannu kembali ke Kollywood setelah absen selama empat tahun, Game Over adalah film bilingual dengan Tamil dan Telugu sebagai bahasa utama, meskipun demikian saya menyaksikannya dengan versi sulih suara bahasa Hindi. Taapsee berperan sebagai Swapna, seorang programmer video game yang bekerja penuh waktu di rumah. Kesehariannya tak jauh dengan bermain video Pac-Man sembari mengalahkan total skor-nya disamping ide baru tengah ia garap. Kejadian masa lalu selalu mengganggunya dalam berkonsentrasi, yang mana ia mengidap sebuah PTSD yang dikenal dengan sebagai "anniversary reaction".
Demi menghindari spoiler, saya takkan mengungkap secara detail apa yang mengakibatkan Swapna seperti demikian, selain fakta bahwa ia juga mengidap nycthopobia (ketakutan tehadap gelap). Swapna tinggal bersama Kalamma (Vinodhini Vaidynathan) sang asisten rumah tangga yang siap siaga membantunya, termasuk tatkala ia mencoba melakukan aksi bunuh diri.
Dibuka oleh sebuah found-footage yang begitu mencekam tatkala memperlihatkan aktivitas seorang wanita bernama Amutha (Sanchana Natarajan) sang penyintas kanker, yang pada akhirnya harus tewas secara mengenaskan. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh seorang pria yang dengan sengaja merekam aksi korbannya melaui handycam yang selalu dinyalakan ditangannya. Modusnya mungkin tak egitu jelas, karena Saravanan sendiri enggan untuk menjawab pertanyaan dasar, selain menampilkan betapa bengisnya perlalukan pria terhadap wanita. Ini tentu mengacu pada aksi pembunuhannya yang cukup brutal, dipenggal, dibungkus oleh plastik hingga dibakar adalah pemandangan yang mudah sekali penonton kutuk kebiadabannya.
Paruh keduanya baru menginjakan sebuah thriller psikologis yang meski tampil repetitif (lampu padam kerap diulang) memberikan dampak signifikan setelahnya. Tapsee Pannu menampilkan beragam kecemasan dalam taraf yang brilian, pun meskipun temponya berjalan lambat, performa sang aktris membuat saya betah berlama-lama menikmatinya.
Memasuki paruh ketiga, barulah Saravanan yang menulis naskahnya bersama Kaavya Ramkumar menerapkan home-invasion thriller sekaligus memberikan bobot lebih terhadap permainan video game yang menjadi landasan ceritanya. Tiga pembunuh menyambangi rumah Swapna guna membunuhnya. Dibantu oleh scoring yang membuat bulu roma merinding hasil garapan Ron Ethan Yohann (Maya, Oppam, Madhanam) aksi ini tersaji menegangkan seiring Saravanan menerapkan kehidupan dalam permainan (tato di lengan Swapna adalah bekal nyawa). Singkatnya, Saravanan menerapakan sebuah time-loop layaknya tontonan semacam Happy Death Day (2017).
Naskahnya sendiri begitu subtil dalam memaparkan setiap jembatan yang akan ditampilkan nantinya, yang Saravanan tampilkan lewat detail sederhana seperti tulisan poster pula kejadian yang membuat tangan Swapna kesakitan. Demikian, rumus "show, don't tell" yang begitu ia junjung tinggi dalam penempatannya, bahkan lebih dari itu, Saravanan memberikan homage berupa unsur hitchcockian, yang nampak jelas pada teknik terornya.
Tampil begitu padat dalam durasi 97 menit, Game Over adalah sajian out-of-the-box dari sinema Hindi arus utama yang begitu memperhatikan aspek cerita pula pengadeganan yang paripurna. Saya akan selalu mengingat bagaimana Game Over menampilkan salah satu pembunuhan yang berkat bidikan kamera A. Vasanth (Kaafiron Ki Namaaz, Savitri, Indoo Ki Jawani) begitu estetis dan mengendap lama di ingatan. Semakin indah, tatkala konklusinya sempurna menampilkan sebuah katarsis yang begitu realis.
SCORE : 4/5
0 Komentar