Tandav, selaku debut sutradara Ali Abbas Zafar (Sultan, Tiger Zinda Hai, Bharat) dalam media platfrom, menangani sebuah series mengenai kotor dan palsunya dunia politik. Mengambil cerita secara paralel berdasarkan naskah yang ditulis oleh Gaurav Solanki (Article 15), persentasi yang dilakukan oleh Tandav memang menampilkan sebuah karakterisasi menarik, setiap karakter masing-masing mewakili sebuah kejahatan terselubung yang mengeliminasi sebuah dosa demi terciptanya sebuah kekuasan dan kemenangan. Meski pada eksekusinya, Tandav yang menerapkan gaya hyperlink, tersaji begitu buyar.
Ketimbang merekatkan, Tandav tampil buyar saat relasi antar karakter sebatas dikaitkan secara paksa, yang pada akhirnya terabaikan akibat kurangnya fokus juga porsi terhadap masing-masing karakter yang tak berimbang. Pad episode awal, kita diperkenalkan dengan Devki Nandan Singh (Tigmanshu Dhulia) yang tengah menanti kemenangannya untuk menjabat kembali sebagai Perdana Menteri yang ketiga kalinya. Ia hanya menatap di jendela bersama dengan Gopal Das (Kumud Mishra) melihat para penggemarnya yang tengah menyambutnya juga Samar Pratap Singh (Saif Ali Khan) yang tengah menyampaikan pidato penyambutan. Devki berbicara kepada Gopal bahwa putranya kelak akan menjadi calon diktatoris yang setelahnya ditimpal oleh ucapan betapa tak terhitungnya dosa yang telah ia lakukan selama menjabat sebagai PM.
Sehari menjelang pengumuman, media dihebohkan atas meninggalnya Devki yang diduga terkena serangan jantung. Dari sini bisa ditebak bahwa kematian Devki tentu bukan semata faktor alamiah, ada sebuah konspirasi terselubung atas nama takhta dan kekuasan, yang menuju episode keduanya telah ditampilkan. Kematian Devki menyulut sebuah pertanyaan mengenai siapakah penggantinya kelak? Apakah Samar sang putera yang nantinya melakukan politik dinasti sebagaimana yang terjadi dalam tradisi politik India?
Tentu butuh dari sekedar penghambat dalam mengganti dan memberi "jabatan" terhadap mereka yang pantas menjabat sebagai PM. Desas-desus mengenai Samar yang akan menggantikan sang ayah terancam ketika hadirnya Anuradha Kishore (Dimple Kapadia) salah satu petinggi partai JLD yang diduga menjalin hubungan dengan Devki maju ke kursi jabatan. Perang dingin dimulai, yang sesuai dengan nilai politik, tiada kata kalah dalam permainan.
Seperti yang telah saya singgung diatas, Tandav menggunakan pola hyperlink dengan menampilkan beragam karakter yang nantinya saling berhubungan satu sama lain, peran yang tak kalah besarnya hadir tatkala secara bersamaan orasi mengenai penegakan satus quo dilakukan oleh para mahasiswa Vivekanand National University (VNU), yang merupakan perwujudan fiksi dari Jawaharlal Nehru University (JNU) yang dipimpin oleh Shiva Shehkar (Mohammed Zeeshan Ayyub), mereka menuntuk sebuah keadilan atas terbunuhnya dua mahasiswa yang dibunuh secara sengaja oleh pihak kepolisian. Sekilas, Shiva memang karakter suci yang meneriakkan keadilan, namun dalam menarik peran media yang tengah sibuk meliput pemilihan pula berita mengenai Devki Nandan, langkah yang dilakukan Shiva dengan media internet jauh dari kebenaran, sebagaimana aksi viralitas yang dibaliknya menyimpan sebuah kepalsuan.
Dua karakter lain yang sama-sama kuat adalah oposisi dari kedua belah pihak yang diwakili oleh Gurpal Singh (Sunil Grover) dan Maithli (Gauahar Khan) yang masing-masing adalah PA, kaki tangan sekaligus otak dibalik panasnya konflik antara Samar dan Anuradha, kedua karakter ini adalah yang paling banyak berperan secara kotor, yang berkat persona meyakinkan kedua pelakonnya menciptakan sebuah atensi tersendiri, terlebih Grover lewat sorotan mata kosong nan tajam, pula Khan yang dibalik pakaian Sari yang sering digunakannya, menyimpan sebuah keberanian di balik sisi feminitas.
Selain isu politik yang dibahas, Tandav pun menyelipkan berbagai persoalan yang sama kuatnya, sebutlah seputar patriarki yang diwakili oleh para karakter pria hingga busuknya orang yang bersembunyi dibalik kedok pendidikan, yang diwakili oleh karakter Jigar yang dimainkan oleh Dino Morea dalam comeback-nya yang kurang dimanfaatkan potensinya, karena pada dasarnya, Tandav sebatas mencengkram di permukaan, urung tampil di kedalaman sebagaimana yang dilakukan karakter Gurpal dan Maithli yang paling menarik dianatara keseluruhan pemerannya.
Pun, menilik pencapaian yang dilakukan Tandav sejatinya jauh dari kesan membosankan, saya dibuat tetap terjaga oleh ragam episodenya yang tak sampai lebih dari 40 menit, meski dampak yang diharapkan tak selalu berjalan beriringan. Setidaknya, Ali Abbas Zafar masih piawai dalam menjaga tensinya, meski yang dibutuhkan setelahnya adalah formula yang sekedar bermain, melainkan turut berperan secara keseluruhan.
Tata kameranya menghasilkan beberapa pemandangan mendebarkan, sebutlah momen tatkala pertemuan Gurpal dan Maithli ataupun rangkaian demonstrasi yang tersusun rapi dan meyakinkan. Konklusinya memang memberikan sebuah isyarat kelanjutan di musim kedua, yang saya harapkan bisa diperbaiki kedepannya lewat penulisan yang lebih kompeten, yang memikirkan pula memanfaatkan karakternya dalam sebuah permainan yang sebagaimana politik biasa lakukan adalah bergejolak di dalam dan tenang di luar. Itu yang saat ini Tandav butuhkan.
SCORE : 3/5
0 Komentar