Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - BIT (2019)

 

Selain waralaba Twilight, film bertemakan vampire memang terhitung jarang, Bit yang ditulis sekaligus disutradarai oleh Brad Michael Elmore (The Wolfman's Hammer, Boogeyman Pop) seolah membangkitkan kembali genre ini dengan membawa relevansi masa kini, khususnya terkait budaya patriarki, toxic masculinity serta karakter yang berisikan para LGBT. Bukan tanpa alasan sebatas mengikuti tren, melainkan ada sebuah pemaparan lebih mengapa para LGBT (dan straight) begitu membenci budaya patriarki yang mengekang kebebasan, dan menjadikan kekuasaan sebagai tanduk kepuasan (baik itu secara fisik maupun batin). Dan ini adalah kisah dari para mereka yang melawan.


Mereka yang melawan membangun sebuah klub, Bit Club namanya, di mana masing-masing anggota yang diketuai oleh Duke (Diana Hopper) menjalankan bisnis malam pula hidup sesuai keinginan. Hingga suatu malam, mereka melihat Laurel (Nicole Maines) yang datang bersama kakak kandungnya, Mark (James Paxton) ke sebuah konser. Sempat terhalang masuk, Duke membantu meyakinkan sang petugas, yang kemudian berujung pada sebuah perkenalan secara tak langsung.


Laurel yang baru saja menyelesaikan sekolah menengahnya mencari pengalaman ke Los Angeles dari Oregon. Kebebasan untuk memilih kehidupan adalah tujuan utama Laurel yang merupakan seorang transgender (meski di filmnya amat tertutup, dan saya mengetahuinya lewat beberapa ulasan situs resmi pula pemutaran perdananya di Toronto's LGBT Inside Out Film Festival), hingga tatkala bercumbu dengan Izzy (Zolee Griggs), Laurel harus merelakan dirinya menjadi seorang vampire dan bergabung dengan Bit Club.


Bit Club memiliki tiga aturan, yang salah satu diantaranya jangan memacari vampire pria dan jangan menggigit pria untuk menjadi vampire, karena seperti tadi, pria adalah makhluk yang amat menyukai kekuasaan, sementara bila melanggar, ruang pengurungan bawah adalah tempat penghukuman. Pembukanya menampilkan konsekuensi di atas, yang seketika menggaet atensi karena mengobati kerinduan akan film jenis serupa, yang sudah tenggelam seiring banyaknya horor memilih jalur alternatif.


Secara khusus, label feminisme diterapkan tatkala Bit Club meminta Laurel, dalam masa percobaannya untuk menghabisi salah seorang pria yang menghina wanita di sosial media. Pun, kebanyakan yang dijadikan korban adalah mereka yang ingin berkuasa atas hak wanita. Sebuah tindakan yang seharusnya dilakukan sebagai ajang memberikan pelajaran. 


Paruh pertamanya berjalan dinamis, meski pemaparan terkait aksi feminismenya tersendat-sendat akibat urung diberikan ruang personal lebih, tekecuali Duke, yang merupakan sebuah keharusan karena salah satu peran utama. Sisanya sebatas tempelan belaka, yang sesekali diceritakan lewat dialog yang sama sekali tak banyak membantu.


Guna menciptakan sebuah hentakan, Bit bergerak ke ranah generik di paruh kedua, di mana soal mengenai feminisme sudah tak lagi ditapaki, seiring naskahnya mencoba menampilkan sebuah twist. Meski melibatkan cukup darah yang siap mengalir, Bit nyatanya disusun secara terburu-buru. Butuh efektifitas lebih guna menjadikan momen ini untuk layak ditunggu.


Berlangsung selama 90 menit, Bit memang kurang mengigit. Ini akibat kurangnya elaborasi lebih dari naskah Elmore yang mempunyai pesan khusus, namun urung dibarengi dengan kedalaman lebih. Pun, sebagai karakter utama, Laurel tidak pernah menarik perhatian, apalagi di pertengahan cerita karakternya amat menyebalkan, yang hanya sebatas dilakukan untuk membuka pesan kekeluargaan, yang sayangnya jauh dari kata hangat maupun berkesan.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar