Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - GIRL (2020)

 

Girl selaku debut penyutradaraan dan penulis bernama Chad Faust (yang juga turut ambil bagian memainkan peran) datang dengan nuansa gelap sebagaimana film noir dengan sentuhan gothic yang cukup kental. Sementara ceritanya sendiri cukup meyakinkan dengan premis mengenai seorang gadis tanpa nama (Bella Thorne) yang datang kembali ke kampung halamannya untuk membalas dendam kepada sang ayah, bahkan berniat membunuhnya menggunkan kapak yang telah ia berikan semasa kecil. Dengan kemampuan menggunakan kapak, gadis tersebut datang guna memenuhi ancaman yang dilayangkan dalam sebuah surat yang mengatakan bahwa ia akan membunuh dirinya dan juga sang ibu (Elizabeth Saunders).


Kampung kecil yang bernama Golden County dipenuhi dengan orang-orang aneh. Setidaknya itu menurut sang gadis (juga penonton). Sebutlah seorang Sherrif (Mickey Rourke) yang memaksa memberikan tumpangan hingga orang-orang yang memenuhi kelab yang meminta gadis untuk kembali pulang. Setelah melawan dengan menunjukan kapak, gadis berhasil menemukan rumah masa kecilnya lewat sebuah buku telepon.


Ketika mendapatangi rumah, ia terkejut melihat sang ayah yang sudah tak bernyawa. Seseorang telah membunuhnya sebelum gadis melampiaskan dendamnya. Girl kemudian merangkak masuk ke dalam cerita investigasi secara tak langsung mengenai pembunuh ayahnya yang meninggalkan tanya, yang sejatinya berpotensi tampil meyakinkan andai tak terburu-buru membuka jawaban.


Pun ketikan intensi tersebut dibuka, kecanggungan pula ketidakcakapan terlihat kala Girl menemukan sebuah jawaban berdasarkan kehadiran salah satu karakter yang dimainkan oleh sang sutradara sendiri, Chad Faust yang berperan sebagai Charmer, pemuda alkoholik dan berperangai tak baik. Intensitas seketika dipacu lewat sebuah pertarungan cepat yang nihil memberikan dampak, melucuti subgenre girl revenge yang seharusnya bisa lebih dari ini.


Setelahnya, elemen aksinya urung benar-benar terasa akibat kurangnya intensi pula keberanian Faust menggedor jantung untuk sekedar melewati batas sebagaiman sineas lain lakukan. Yang ada hanyalah aksi canggung yang keberadaannya sulit terasa, terlebih saat filmnya memberikan jawaban lewat karakter-karakter tadi yang memunculkan kesan ujug-ujug tanpa adanya sebuah pengenalan terlebih dahulu.


Niat Faust sendiri baik, ingin menampilkan sebuah twist yang akan terasa akibat sebuah penanaman buruk tanpa adanya sebuah pemikiran yang jernih. Apalagi, konklusinya menambah bobot lebih berupa kebusukan keluarga yang dilandasi rasa sakit hati pula kebobrokan naluri manusia yang mengenyahkan sebuah kemanusiaan hanya untuk memperoleh kepuasan dari hasil ketamakan. Sayang, semuanya salah jalan ketika progresi alurnya tak menghasilkan sebuah jalan yang sepadan.


Bella Thorne tampil gahar dengan melepas image wanita baik-baik dalam film yang juga turut ia produseri ini, persona aktris muda ini seharusnya bisa tampil lebih lepas andai diberikan sebuah materi yang lebih challenging. Dalam peran keempat dari keseluruhan film yang ia lakoni tahun lalu, perlu digarusbawahi bahwa Thorne sudah semestinya memilih kembali peran yang ia mainkan nantinya untuk menunjukan permata sebenarnya yang selama ini terkubur dalam.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar