Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - THE CRUCIFIXION (2017)

 

Datang dari produser yang menukangi The Conjuring dan Annabelle (yang dijual sebagai penarik perhatian), The Crucifixion membuktikan bahwa pasca The Exorcist (1973), genre horor eksorsisme akan dan selalu terus dieksplorasi pula dieksploitasi muatannya, beberapa diantaranya memang menampilkan kualitas yang sepadan (Contoh: The Conjuring), namun tak sedikit pula yang sebatas memanfaatkan hingga lupa akan sebuah tujuan. Naasnya, The Crucifixion termasuk dalam jenis kedua.

 

Mengambil ide cerita berdasarkan tragedi yang pernah terjadi di Rumania, tepatnya pada tahun 2005, yang menghebohkan media dengan sebutan "Tanacu exorcism", di mana diberitakan bahwa seorang pastor dan empat biarawati bertanggung jawab atas tewaasnya seorang perempuan setelah melakukan aksi penyaliban pada praktik eksorsisme tanpa sepengetahuan pihak Gereja. Kelimanya lantas mendapat hukuman berupa kurungan penjara selama tujuh tahun lamanya.

 

Tak bermaksud menjadikan hal tersebut sebagai sebuah pembenaran, naskah yang ditulis oleh Chad Hayes dan Carey W. Hayes (House of Wax, The Conjuring, The Conjuring 2) lebih mengedepankan pada sebuah proses pencarian yang dilakukan oleh seorang reporter tanpa iman bernama Nicole Rawlins (Sophie Cookson) yang menyelidiki misteri tewasnya seorang biarawati bernama Adelina Marinescu (Olivia Nita) setelah proses eksorsisme yang membawa Pastor Dimitru (Catalin Babliuc) dituduh sebagai pembunuh lewat sebuah praktik sesat. Pastor Dimitru mengelak, ia tak membunuh Adelina, melainkan iblis lah yang membunuhnya pada saat ia merasuki tubuh Adelina, yang menurutnya akan berhasil jika Uskup Gornik (Matthew Jazac) tidak mengganggunya.

 

Nicole kemudian mendatangi pihak medis yang mengatakan bahwa Adelina dibunuh karena tercekik, pun pihak lain sempat menyebutkan bahwa Adelina adalah pengidap skizofrenia. Ini kemudian mengantarkan dirinya untuk menuju ke Rumania, meninjau dan mencari langsung kebenaran lewat orang-orang sekitarnya, termasuk Vaduva (Brittany Ashworth), biarawati yang dekat dengan Adelina pula sang kakak kandungnya, Stefan Marinescu (Ivan Gonzalez). Semakin dalam Nicole menelusuri masa lalu Adelina, semakin kerap hal janggal yang terus menghantuinya.

 

Disutradari oleh Xavier Gens (Frontiere(s), Hitman, The Divide), The Crucifixion tampil condong ke arah investigasi ketimbang horor, yang mana memperkaya cakupan cerita dengan ragam pemahaman. Ini sejatinya bisa menjadi poin lebih andai korelasinya benar-benar saling melengkapi satu sama lain, yang mana sulit diterapkan oleh Gens kala keseluruhan cerita tampil kurang berimbang. Ragam investigasi menghasilkan sebuah kebenaran baru, yang ketimbang menjalin sebuah jembatan besar bagi momen selanjutnya, berjalan sambil lalu akibat nihilnya sebuah pijakan yang benar-benar mewadahi keseluruhan materi.

 

Momen satu ke momen yang lainnya tampil cepat, yang sebatas dilakukan oleh The Crucifixion adalah membuka pemahaman baru tanpa benar-benar menemui titik temu selain sebatas penguluran semu. Dipertengahan durasi kita diperkenalkan dengan karakter bernama Anton (Cornelio Ulici), pastor muda yang nantinya membantu Nicole menyelesaikan segala permasalahan, termasuk menemukan iman kembali, yang pada titik ini dipaksakan hadir keberadaannya.

 

Sebagai horor, The Crucifixion tidaklah buruk. Beberapa momen minim jumpscare mampu membuat saya bergidik atau sekedar meremang, sebutlah ketika Nicole memasuki kamar dan hendak bersiap tidur, atau momen tatkala Adelina berada di ranjang, mendapati tubuhnya menggigil dan mengerang, seketika ditampilkan semut memenuhi vagina, yang dalam perspektif lain adalah gambaran ketakutan kala Adelina menyerahkan kesuciannya pada seorang pria asal Jerman yang kemudian menipunya.

 

Konklusinya tampil sesuai dugaan, generik dan medioker. Meski sanggup menaikan intensitas filmnya, momen tersebut berakhir begitu cepat, secepat permasalahan filmnya dalam menarik kesimpulan atas apa yang sebelumnya telah dikumpulkan. Setidaknya, sinematografi hasil bidikan Daniel Aranyo (Mr. Right, The Brave, Spider-Man: Far from Home) memanjakakan mata begitu nyata. 

 

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar