Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - THE WOLF OF SNOW HOLLOW (2020)

 

Dalam penerapannya, The Wolf of Snow Hollow yang menandai kali kedua aktor sekaligus sutradara merangkap penulis naskah, Jim Cummings-setelah Thunder Road (2018) adalah bentuk revitalisasi atau rekonstruksi kembali legenda manusia serigala kedalam bentuk khusus. Apakah sosok manusia serigala harus berkaitan dengan unsur mistis? Jawaban tersebut mungkin dianulir disini, tetapi baik dalam legenda atau cerita buatan Jim Cummings sendiri selalu mengartikan bahwa ada sebuah kejahatan yang dilakukan di sana, entah itu dilakukan oleh makhluk tak kasat mata atau makhluk kasat mata yang kita sebut manusia.


Jim Cummings sendiri berperan sebagai John Marshall, seorang sheriff (dalam satu lagi peran Cummings selaku penegak keamanan dan keadilan) yang bertugas di Snow Hollow, Utah. Snow Hollow dikejutkan dengan sebuah tragedi yang menimpa sepasang kekasih yang tengah berlibur di sebuah pondok, di mana PJ (Jimmy Tatro) mendapati hilangnya Brianne (Annie Hamilton) ketika ia hendak melamarnya. Bercak darah dan sebuah jejak besar seperti ukuran kaki serigala ia temukan dipekarangan pondok di malam bulan purnama yang bersalju itu.


Berita ini geger bukan main, para masyarakat setempat memasang baliho atas kejadian tersebut. Hingga sebuah kematian berulang kembali terjadi, membuat John kebingungan dalam mengartikan hal ini, ia menolak keras bahwa pelaku pembunuhan adalah manusia serigala, melinkan sosok pembunuh berantai pria yang amat membenci wanita. Semakin runyam kala masalah kehidupan personalnya pasca bercerai dengan sang istri pula tuntutan memberi waktu terhadap sang putri, Jenna (Chloe East) saling mendistraksi, pun kecanduannya terhadap alkohol tak bisa ia hindari.


Dibuka dengan tempo cepat, The Wolf of Snow Hollow membuktikan bahwa ia bisa tampil padat dengan segala kritik sosial yang dilontarkan. Pada paruh pertamanya, kita mendapati sebuah aksi pembelaan yang dilakukan oleh PJ yang tengah menghadang dua orang pria homofobia. Setelahnya narasi berlanjut kala sebuah teror sederhana cenderung klasik dimainkan, yang sejatinya mampu menyulut ketegangan karena kita sendiri tak mengetahui wujud asli sang penyerang, alih-alih dijabarkan bentuk luka fisik yang disebabkan yang mampu membuat bulu kuduk berdiri, bagian mana yang tak menyeramkan dari penyerangan seorang wanita dimutilasi serta vaginanya sendiri hilang tak berbekas?.


Berjalan di ranah horror-comedy, The Wolf of Snow Hollow tampil intens berkat kecermatan Jim Cummings membagi dua aspek yang saling bertentangan tersebut ke dalam sebuah cerita yang sepadan. Unsur komedinya sendiri banyak memanfaatkan komedi situasi di mana ragam permasalahan dijejalkan lewat sebuah komentar bernada datar yang tak lepas dari inti cerita. Alhasil, keduanya saling menyokong, menciptakan sebuah kontuniti yang saling mendukung ketimbang sebatas menampilkan jawaban untuk sekedar menjawab konklusi.

 

Setelahnya, relevansi didapat dalam penghantaran cerita yang menyiratkan sebuah kejahatan salah satu umat manusia yang kentara dengan sikap seksis seorang pria bersamaan dengan perilaku toxic masculinity. Semua dilakukan secara tersirat, yang semakin berjasa kala semua tindak-tanduknya diungkap dalam sebuah konklusi yang seharusnya bisa tampil lebih baik lagi.

 

Keluhan saya terhadap The Wolf of Snow Hollow terdapat dalam konklusniya yang tampil terburu-buru, menyelesaikan semua permasalahan secara sederhana dengan mengeliminasi sebuah perjalanan yang semestinya dapat diselesaikan andai Cummings menambahkan kuota durasi lebih dari 83 menit yang seolah sudah ditekankan sedari awal tanpa memikirkan sebuah akibat yang cukup fatal.

 

Walaupun demikian, Jim Cummings sendiri seperti biasa tampil tidak mengecewakan dalam memerankan sosok pria yang mencoba kuat berdasar profesinya, meski dibalik semuanya ia tak lebih dari seorang pria rapuh yang butuh sebuah tepukan halus dipundaknya. Riki Lindhome berperan sebagai Julia, mitra John yang mempunyai sikap berkebalikan dengan John mampu menjadi penenang yang sepadan, namun dalam hal ini yang akan lebih dikenang adalah Robert Forster yang menandai kali terakhirnya bermain peran sebelum kanker merenggut nyawanya. Berperan sebagai Sheriff Hadley, ayah John, Forster mungkin tak tampil mencolok, lontaran kalimat hangat nan mendamaikan membuat karakternya sulit untuk dilupakan.


Dibantu Natalie Kingston (Two Trains Runnin', Lost Bayou) selaku sinematografer yang mampu menciptakan sebuah pemandangan penuh akan kedinginan yang justru tampil bergejolak didalamnya, The Wolf of Snow Hollow mungkin bukan sajian yang sempurna, tetapi membuktikan bahwa sineas bernama Jim Cummings selalu mempunyai sensibilitas tinggi dalam setiap karyanya yang selalu saya nantikan kedepannya.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar