Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - TAZZA: ONE EYED JACK (2019)

 

Merupakan angsuran ketiga dari "Tazza series" berdasar komik buatan Huh Young-man dan Kim Se-yeong yang dua instalasinya sudah terlebih dahulu difilmkan sebelumnya, Tazza: The High Roles (2006) dan Tazza: The Hidden Card (2014) yang sama-sama meraup kesuksesan secara finansial bahkan penerimaannya pun tampil positif. Saya memang melewatkan dua film sebelumnya, namun tak perlu khawatir akan tersesat akan jalan ceritanya, sebaba Tazza: One Eyed Jack adalah seri yang berdiri sendiri tanpa menautkan kisahnya pada film sebelumnya.

 

Do Il-chool (Park Jung-min) adalah mahasiswa yang mempunyai keahlian lebih dalam bermain poker. Ia memilih meninggalkan bangku kuliah karena menurutnya bermain poker lebih untung ketimbang menjadi seorang PNS yang harus melalui beragam seleksi. Kebiasannya menghabiskan waktu di sebuah underground casino menghantarkannya pada sebuah keuntungan secara finansial. Percaya akan kemampuannya, Il-chool lantas membawanya bermain dengan seorang pria bernama Ma-Gwi (Yoon Je-moon) setelah melihatnya membawa seorang gadis bernama Madonna (Choi Yu-hwa) yang berhasil memikat hatinya.


Tanpa Il-chool sadari, Ma-gwi adalah pemain poker handal yang memiliki trik dalam menguasai kartu, tak ayal ia dijuluki dengan sebutan "Demon" karena selalu menang dalam taruhan. Il-chool menambah satu lagi korban yang berhasil ia kalahkan setelah memasang taruhan besar, membuatnya berhutang $100, 000. Tak mampu membayar, Il-chool harus menanggung akibat berupa dipotong salah satu anggota badan.


Nasib baik menimpa Il-chool, kala berada dalam masalah, datang seorang malaikat penyelamat dalam wujud seorang pria berambut panjang. Ialah Aekku a.ka One Eyed Jack (Ryoo Seung-bum) yang membayar semua hutangnya sekaligus menyelamatkannya dalam kubangan neraka. One Eyed Jack kemudian menyusun strategi guna membalas dendam atas kekalahan dengan mengambil harta pria tua yang dijuluki Pushover a.ka Moolyounggam (Woo Hyeon)


Guna melancarkan aksinya, One Eyed Jack merekrut beberapa anggota, diantaranya: Kkachi (Lee Kwang-soo) sebagai feeler yang dapat merasakan setiap kartu di dek, Young-mi (Lim Ji-yeon) si penggoda dan Director Kwon (Kwon Hae-hyo) si penipu ulung, sementara Il-chool yang memiliki "potensi" dilatih terlebih dahulu. Mudah untuk menyukai keempat orang ini yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri, terlebih kala Kwon Oh-kwang (Collective Invention) selaku sutradara menaburkan benih komedi yang bekerja secara nyata didalamnya.


Sama halnya dengan dua film sebelumnya, Tazza: One Eyed Jack masih mempertahankan aturan mainnya berupa pemanfaatan trik dalam permainan manipulasi ilusi, semuanya ditampilkan secara rinci, meski beberapa diantaranya dijadikan sebuah twist tersendiri. Mudah untuk terkesima, pula mudah melupakan filmnya berakhir begitu saja. Alasannya sendiri sederhana, karena Tazza: One Eyed Jack adalah film yang sebatas memainkan kartu, tanpa ada urgensi lebih selain itu.


Ini pula yang membuat narasi seolah tak berarti, seperti kehadiran One Eyed Jack yang sebatas tampil memenuhi keharusan, alih-alih kebutuhan. Latar belakangnya urung digali meski dijadikan tajuk utama filmnya, kita hanya sebatas mengenalnya melalui beragam adegan flashback yang kerap mengisi, alih-alih mengenalnya secara terperinci. Padahal, substansi mengenai hubungannya dengan Il-chool sendiri berpotensi tampil menarik, karena Il-chool sendiri adalah anak dari ahli judi berjuluk "One Hear".


Naskah yang ditulis oleh Oh-Kwang bersama sang empunya komik, Young-man, memang tampil problematik, termasuk ketika menampilkan puncak permainan antara Il-chool dengan Ma-gwi yang masing-masing saling menyimpan dendam dan pantang untuk kalah. Dari sini, strategi berupa trik dipakai kembali, yang meski tak sampai menggugah perasan, setidaknya tampil rapi dalam menjalankan.


Diluar segala kekurangannya, satu hal lain yang saya kagumi dri Tazza: One Eyed Jack ialah keberaniannya dalam menerapkan "dunia perjudian" secara seutuhnya. Di mana kita tahu sendiri, dalam sebuah permainan judi tak ada orang yang tak ingin kalah, dan jikapun kalah, pembalasan senantiasa dilakukan. Rugi seolah menjadi hal yang harus senantiasa kembali.


Selaras dengan hal itu, Tazza: One Eyed Jack pun menekan sadisme tinggi yang tak segan mengerenyitkan dahi (in a positive way). Pemandangan berupa kaki dan tangan digergaji, jari diiris serta mata dicongkel bak lumrah terjadi. Pun, nasib kehidupan karkternya tak afdol rasanya jika tak mati secara mengenaskan atau tragis. Semakin menyenangkan tatkala semuanya tak terlihat sebagai tempelan, baik itu efek praktikal maupun visual.


Konklusinya memang tampil sesuai ekspetasi mengamini narasi yang dibagi kedalam enam babak. Mengambil langkah aman dalam menuntaskan segala persoalan yang kemudian dijawab dalam sebuah post-credit yang cukup panjang, Tazza: One Eyed Jack mungkin dengan mudah diterima, namun selepasnya menghilang begitu saja seiring tanya yang tak terjawab mengenai salah satu tokoh krusial filmnya.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar