Sebelumnya, The Lie sempat tayang di ajang Toronto International Film Festival (TIFF) dua tahu yang lalu dan baru dirilis tahun ini mengikuti kuartet dari paket "Welcome to the Blumhouse" yang rilis perdana di Amazon Prime-sekaligus menjadi pembuka bersamaan dengan dirilisnya Black Box. Bergerak di ranah pscychological thriller, The Lie adalah adaptasi dari film asal Jerman yang dirilis tahun 2015 silam, Wir Monster. Saya memang belum menonton versi aslinya, tetapi baik film aslinya maupun sang adaptator, masing-masing dapat ditarik kesimpulan dalam sebuah pertanyaan "how far would you go for your someone love, especially family?". Pertanyaan yang jamak dipakai dan masih menawarkan sebuah kesegaran yang menjanjikan.
Kayla (Joey King) adalah anak korban perceraian keluarga. Ia tinggal bersama sang ibu, Rebecca (Mireille Enos) yang sudah memiliki kekasih baru-dalam perjalanan ke rumah sang ayah, Jay (Peter Sarsgaard) yang merupakan seorang musisi hipster. Jay hendak mengantarkan Kayla ke sebuah retret balet yang diadakan setahun sekali selama musim dingin. Dalam perjalanan, Kayla menjumpai temannya, Britney (Devery Jacobs) dan menawarkan tumpangan, karena keduanya sama-sama peserta balet yang sudah didaftarkan. Di tengah perjalanan, Britney meminta Jay untuk mencari toilet, yang kemudian ditemani oleh Kayla. Disaat menunggu, Jay mendapati sebuah teriakan dan segera mengecek keadaan.
Rupanya, teriakan tersebut berasal dari suara Kayla yang ia jumpai tengaj duduk diatas gagang jembatan. Kayla shock dan segera menghirup inhealer-nya, sementara Jay menanyakan keberadaan Britney. Mengira Britney jatuh, pernyataan mencengangkan datang dari mulut Kayla yang mengungkapkan bahwa ia sengaja mendorongnya. Jay tetap mengelak dan memutuskan untuk membawa Kayla ke rumah ibunya.
Jay menjelaskannya kepada Rebecca. Seperti sosok kebanyakan keluarga yang ingin melindungi masa depan sang anak, keduanya sepakat untuk menutupi apa yang terjadi dengan membuat beragam macam alibi. Puncaknya adalah ketika Sam (Cas Anvar), ayah Britney, mendatangi rumahnya dan menanyakan keberadaan sang puteri kepada Kayla, setelah mengetahui bahwa keduanya sama-sama bolos dalam pelatihan. Rebecca panik bukan main, terlebih setela Sam meminta nomornya untuk segera mengetahui kebenarannya.
Ditulis sekaligus disutradarai oleh Veena Sud (The Salton Sea), The Lie tampil cepat dan dinamis dalam memainkan sebuah narasi yang terbilang minimalis. Pengarahan Sud banyak menekankan pada sebuah situasi dan kondisi yang mendebarkan dari aksi "berbohong tadi". Semakin meyakinkan kala semuanya didukung oleh para pemeran yang cekatan, King tampil dalam taraf penuh kepolosan layaknya remaja yang biasa bermain onar, sementara sosok kedua orang tua yang diperankan oleh Sarsgaard dan Enos menguarkan sebuah kebingungan dan kegelisahaan saat semuanya sudah berhubungan dengan pihak kepolisian.
Dalam menampilkan semua tindak-tanduk serta modus operandinya, Sud tak banyak memamerkan segala trik sarat kecerdasan, semuanya tampil sederhana seperti menyembunyikan bukti berupa ponsel dan dompet serta "bermain korban" yang jauh dari kesan baru, tetapi hasilnya cukup efektif meski tak berada di taraf ekspresif.
The Lie banyak meminjam pola thriller serupa, paling kentara dalah Gone Girl-nya David Fincher di mana unsur keluarga adalah hal utama milik filmnya. Pun, The Lie sempat memamerkan gaya berupa pengadeganan statis lewat sinematografi Peter Wunstorf (Brokeback Mountain, A Street Cat Named Bob), meskipun tampil sesekali, hasilnya sempurna menyalurkan rasa karakternya.
Menuju konklusi, tiba saatnya untuk The Lie mengungkap sebuah twist yang sayangnya gagal menebus semua hal yang semula disampaikan. Twist-nya cenderung konyol untuk menjawab sebuah "keinginan" seorang remaja yang hanya membuang tenaga, setelah banyak opsi lebih baik sejatinya masih terbuka. Kalau bukan karena ini, saya dengan senang hati menyukai The Lie yang seharusnya bisa tampil lebih dari sekedar kebohongan yang kurang memiliki alasan.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar