Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - LITTLE MONSTERS (2019)

Sebagai sajian hibrida, Little Monsters yang mengawinkan horor dan komedi (dengan sedikit sentuhan romansa) terbilang rapi dalam memadukannya. Ditulis dan disutradarai oleh Abe Forsythe (Ned, Down Under, RoboCop Returns) naskahnya sadar betul bahwa filmnya membutuhkan layer lebih untuk kedepannya, dan kesempatan itu dilakukan oleh Abe lewat sebuah hidden moment yang sebelumnya disadari dan tak menyangka bahwa kehadirannya membawa sebuah signifikansi.


David "Dave" Anderson (Alexander England) adalah seorang pemalas dan pecundang sekaligus failed rocker yang mendapati sang kekasih tengah berhubungan intim dengan pria yang lebih tua darinya. Putus asa, Dave kemudian pindah ke rumah sang kakak, Tess (Kat Stewart) dengan niatan memperbaiki diri sembari menjadi teman main sang keponakan, Felix (Diesel La Torraca) hanya untuk mengajarinya berbicara kotor.


Sadar bahwa ia menumpang, Dave kemudian ditugasi sang kakak untuk mengantar-jemput Felix ke sekolahnya dan mulai menemukan secercah harapan tatkala bertemu dengan  Miss Caroline (Lupita Nyong'o) yang berhasil memikat hatinya. Demi mendapatkan perhatian sang guru, Dave mengajukan diri sebagai relawan dalam sebuah perjalanan karyawisata menemani anak-anak TK ke Pleasant Valley Farm.


Perjalanan yang tadinya diharapkan dapat memberikan pelajaran  mengenal tanaman dan hewan menjadi sebuah bencana tatkala salah satu zombie dari fasilitas pengujian AS (di Australia) berhasil kabur dan menuju peternakan, mengancam para anak-anak juga pengunjung lainnya, termasuk Teddy McGiggle (Josh Gad) tokoh reality show anak-anak yang juga tengah melaksanakan syuting disana.


Didedikasikan untuk sang putra, Spike Forsythe (yang juga turut ambil bagian dalam memerankan tokoh zombie anak sekolah), Little Monsters mungkin tak segahar rekan sejawatnya dalam menghadirkan sebuah zombie apocalypse karena filmnya sendiri mengambil ruang lingkup kecil yang membuatnya terasa padat dalam memainkan sebuah pelajaran terhadap para anak-anak, sebutlah untuk melawan rasa takut dan tetap tenang meski berada dalam ancaman, oh ya, Forsythe juga turut memainkan sebuah good liar yang dilakukan oleh orang tua yang tak ada salahnya.


Dalam mewujudkan peranan tersebut, Lupita Nyong'o tampil berjasa dalam memerankan sosok guru telaten sekaligus idaman bagi para murid. Nyong'o tak segan melawan bahaya hanya untuk menyelamatkan nyawa para muridnya yang menjadi sebuah keutamaan baginya. Dari sini, peranan terhadap sosok "guru yang sebenarnya" diwujudkan-yang juga turut membawa sebuah empowerment t-mengeliminasi sosok penghibur dan panutan anak macam Teddy McGiggle yang justru tak layak ditiru tatkala kedok aslinya terbuka.


Little Monsters memang membawa sebuah angin segar dan itu tak serta merta membawa sebuah perubahan bagi sub-genrenya kala keseluruhan filmnya masih bermain di ranah aman. Deretan konfliknya tak jauh dari aksi para penyintas menyelamatkan nyawa, yang kali ini didominasi oleh para anak-anak. Elemen formulaik berupa kehadiran pengkhianat serta tindakan pemerintah yang tak berjalan sebagaimana mestinya turut dimainkan bahkan konklusinya pun terkendala sebuah pemilihan yang seharusnya bisa dilakukan sedari awal.


Itu jika anda memandang dari segi filmis filmnya. Tetapi, jika anda mengenyahkan permasalahan tersebut dan murni menonton karena sebuah hiburan, Little Monsters bisa saja berujung memuaskan. Saya tak menampik hal itu dan bahkan menikmati keseluruhan hasil akhir filmnya-meski itu berarti harus memaafkan sebuah jalan tengah yang diambil oleh Abe Forsythe dalam menutup ceritanya, mengamini lagu Shake it Off-nya Taylor Swift yang berjasa terhadap keseluruhan cerita dan rasa.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar