Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - DANIEL ISN'T REAL (2019)

 

Merupakan adaptasi novel In This Way I Was Saved karya Brian DeLeeuw yang juga turut menulis naskahnya bersama sutradara Adam Egypt Mortimer (Some Kind of Hate, Holidays dalam segmen New Year's Eve), Daniel Isn't Real meleburkan psikologis dan mistis, membuat penonton bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi adalah nyata atau khayal semata, persentasi ini mungkin bukanlah hal yang baru, meski bagi Daniel Isn't Real sendiri menyimpan sebuah implementasi berupa keadaan dan kondisi pengidap skizofrenia yang dideskripsikan oleh para pembuatnya. Terciptalah sebuah sub-genre yang kita sebut dengan horor psikologis.
 
 
Luke (Griffin Robert Faulkner) merupakan "anak korban perceraian orang tua", ketakutan dan kesepian adalah kesehariannya, hingga setelah sebuah insiden penembakan di sebuah kafe yang menewaskan seorang pria ia saksikan, kesempatan untuk mendapatkan teman pun ia dapatkan kala seorang pria bernama Daniel (Nathan Chandler Reid) mengajaknya bermain. Rupanya, keberadaan Daniel itu tidaklah nyata, ia adalah teman khayalan Luke yang menurut sang ibu, Claire (Mary Stuart Masterson) adalah sebuah hal yang wajar. Luke kini tak kesepian lagi, sampai Daniel mencoba menguasai hidup Luke untuk meracun sang ibu, hubungan mereka berakhir-setelah Daniel di kurung di sebuah rumah boneka peninggalan sang nenek.


Tak ada penjelasan lebih mengenai rumah boneka ketika cerita seketika menampilkan Luke (Miles Robbins) sudah menginjak remaja dan menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas. Menyadari dirinya belum sembuh atas peristiwa masa kecil yang terus menghantui, Luke kemudian memutuskan untuk berkonsultasi dengan Cornelius Braun (Chukwudi Iwuji) mengenai ketakutan dirinya akan bernasib seperti sang ibu yang mengidap skizofrenia, mencemaskan masa depannya dan menceritakan hubungannya dengan teman imajinernya. Ini kemudian berujung pada sebuah saran untuk kembali mendatangi sang ibu dan mencoba menerima kembali Daniel.


Sampai dirumah masa kecilnya, Luke mendapati sang ibu tengah melakukan bunuh diri-sebelum akhirnya ia berhasil hentikan-setelah mengikuti saran Daniel (Patrick Schwarzenegger) yang tiba berada di depannya. Menyadari saran yang diberikan Daniel berhasil, Luke membuka hubungannya kembali dan membiarkan Daniel mengatur apa yang hendak terjadi. Akibatnya, Luke bahkan berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk berkenalan dan bersetubuh dengan seorang pelukis wanita bernama Cassie (Sasha Lane).


Lambat laun, keberadaan Daniel yang selalu mengikuti kemanapun Luke pergi berujung pada perilaku posesif Daniel yang selalu memaksa melakukan apa yang ia perintahkan, seperti saat Luke diminta untuk berhubungan seksual dengan Sophie (Hannah Marks) yang ia tolak karena telah memacari Cassie. Daniel mengambil tubuh Luke dan melakukan hubungan seksual dengan gaya doggy style kepada Sophie-yang kemudian dilanjutkan dengan memukul rekan sekamar Luke, membuatnya berujung dikeluarkan dari universitas.


Keberhasilan Patrick Schwarzenegger menghadirkan sosok intimidatif membuat Daniel Isn't Real mempunyai sosok ditakuti tanpa perlu menghadirkan sosok menyeramkan. Pun, clueless-nya Miles Robbins menjadi lawan sepadan tatkala hasrat untuk mendapatkan berujung pada sebuah kecelakaan. Degradasi perubahan karakternya pun terlihat meyakinkan tanpa harus jatuh pada ekspresi memalukan.



Melupakan unsur psikologi, paruh keduanya kentara akan body horror yang sesekali menentuh ranah cosmic horror. Dari sini ketidakcakapan narasi menyebabkan sebuah perpindahan kasar yang keberdaannya kurang memadai akibat lambat membangun introduksi. Ya, sebelumnya Daniel Isn't Real sempat mengaburkan dua persepsi yang bisa dipahami bahkan menyulut atensi yang kemudian dilukai oleh sebuah lubang menganga penuh tanya dalam logika.


Contohnya seperti saat Braun yang tiba-tiba melakukan ritual pemanggilan Daniel lewat media suara ketukan mangkok Tibet. Sebelumnya film tak pernah meyakinkn kita bahwa Braun, selain sebagai psikologis adalah cenayang mistis. Kecacatan ini jelas melukai filmnya yang seolah tak mampu membangun jembatan khusus dalam melakukan sebuah hubungan psikologis dan mistis, yang mana kerap dieksploitasi oleh filmnya sendiri, pun merangkai adegan copy paste dari Fight Club (1999) ke The Excorsit (1973) merupakan sebuah keputusan tak berhubungan jika menilik sebuah penjabaran dan alasan.


Third act-nya boleh saja menginjak teritori baru perihal menampilkan rangkaian adegan sarat scary imageries lengkap dengan tata artistik memadai pula blocking menawan. Sayang, dalam penerapannya keputusan ini tak menghasilkan sumbangsih lebih jika setelahnya kembali menerapakan dan memakai kesalahan yang sama. Ini berakibat fatal pada konklusi utamanya.


Konklusinya bagai upaya penggampangan ketidakmampuan penulisnya mengakhiri sebuah penyelesaian. DeLeeuw dan Mortimer mengambil jalan tengah dengan melibatkan karakter Cassie menyelesaian masalah. Dari mana Cassie mengetahui bahwa Luke tengah dirasuki Daniel? Pertanyaan tersebut sejatinya tak memiliki jawaban pasti, hanya untuk sekali lagi menegaskan bahwa Daniel Isn't Real dibuat setengah hati.


SCORE : 2/5

Posting Komentar

0 Komentar