Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - LA LLORONA (2019)

 

Bukan. La Llorona bukanlah spin-off dari The Curse of La Llorona (2019) yang tergabung dalam semesta The Conjuring. Mengambil dasar sama mengenai cerita rakyat La Llorona (The Weeping Woman a.ka The Wailing Woman) yang terkenal di Amerika Latin, ketimbang menjadikan satu lagi sajian horor konvensional mengenai pembalasan seorang wanita terhadap pria, Jayro Bustamante (Ixcanul, Tremors) selaku sutradara yang menulis naskahnya bersama Lisandro Sanchez mengambil ruang lingkup cerita yang lebih luas, turut disertakan didalamnya mengenai penderitaan rakyat Guatemala yang mengalami ketidakadilan oleh para penguasa yang sembunyi atas nama "kebaikan" yang digunakan sebagai "kepentingan".


Ini semua mengacu pada sebuah tragedi masa lalu, tepatnya pada tahun 1982, ketika Efraín Ríos Montt melakukan genosida terhadap suku Maya, yang kemudian turut diimplementasikan pada karakter Enrique (Julio Diaz), mantan Jenderal yang kini tengah menanti masa persidangan. Persidangan mengenai apa? Jelas, mengenai tuduhan perbuatan genosida yang ia lakukan terhadap suku Maya-Ixil. 
 
 
Enrique jelas menolak tuduhan tersebut, pun sama halnya dengan sang istri, Carmen (Margarita Kenéfic) yang mengamini alasan sang suami tengah memberantas komunisme. Persidangan tiba, Enrique masih dikuasai rasa takut, dan setelah pengakuan seorang wanita bertudung menjelaskan segala modus-operandinya yang bahkan tak hanya melakukan pembunuhan saja, melainkan turut melecehkan dan memperkosa wanita suku Maya. Enrique dinyatakan bersalah. Sorak-sorai rakyat terdengar begitu jelas.
 
 
Namun, akibat ketiadaan bukti jelas, Enrique kemudian dibebaskan tanpa syarat. Hal ini kemudian mengundang para rakyat untuk melakukan demonstrasi dengan memenuhi halaman rumah Enrique, menyuarakan bahwa tidak akan ada kedamaian tanpa sebuah keadilan-sembari mengutuk perlakuan Enrique beserta para komplotannya yang tak bergeming. Situasi ini membuat puteri semata wayang Enrique, Natalia (Sabrina De La Hoz) beserta sang cucu, Sara (Ayla-Elea Hurtado) terkurung selama berhari-hari.


Dari sini, kita mengetahui horor yang sebenarnya terjadi dan bukan berupa deretan jumpscare, ialah tatkala Enrique dilanda ketakutan yang kebanyakan dihabiskan didalam ruangan. Enrique bahkan sering mendengar suara tangisan perempuan di saat anggota keluarga lain tak mendengarnya, lewat penyutradaraan penuh sensitivitas Bustamante, momen ini sarat akan sebuah urgensi pula keindahan tersendiri.


Dibantu sinematografi Nicolás Wong, scary imageries tercipta kala perlahan Bustamante mengikuti rutinitas Enrique mulai dari menyusuri suara tangisan hingga kecurigaannya akan situasi diluar. Sesekali kita diperlihatkan akan kondisi luar, melihat para demonstran menyanyikan lagu kebangsaan pula melayangkan caci maki tak karuan yang masih terdengar jelas meski kamera tak mengambil sebuah keadaan. Ini adalah gambaran nyata mengenai para penguasa yang menutup telinga selama tangisan rakyatnya.


Hingga munculah karakter bernama Alma (María Mercedes Coroy) gadis muda yang menggantikan para asisten rumah tangga yang mendadak keluar secara berjamaah. Tak perlu makan waktu untuk mengenai jati diri Alma yang sebenarnya berbekal sikap dingin yang dimiliknya, Bustamante sengaja menekankan hal tersebut sebagai upaya menjamah judul yang sebenarnya. Pun, sejak kehadiran Alma yang menyulut satu lagi tindakan mengejutkan yang dilakukan Enrique, atmosfer berupa kengerian ditekankan lewat gambar, sebutlah momen tatkala Alma berendam dan membiarkan rambutnya tergerai di bak mandi.


Ketika La Llorona memasuki third-act, apa yang sejatinya sudah ditampilkan lewat adegan sebelumnya menyusun sebuah benang merah yang sesungguhnya. Mulai dari kebiasaan Alma melatih kemampuan bernapas Sara dalam air hingga cerita mengenai dua anak Alma yang telah mati menjawab kepiawaian Bustamante dan Sanchez dalam membentuk narasi menuju sebuah konklusi.


Konklusinya mungkin tak seberapa memberikan dampak besar, tetapi dari sana kita mengetahui tujuan pula visi utama Bustamante dalam La Llorona. Selain sebagai manifestasi berupa pembalasan wanita dan negara, Bustamante mengutuk sebuah tindakan serupa yang tak hanya berlaku pada pelaku saja, melainkan terhadap orang yang membiarkan tindakan demikian.


Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa La Llorona adalah horor yang mengeliminasi genre dengan menampilkan wujud ketakutan yang sebenarnya. Ketkutan seorang manusia yang "tak memiliki jiwa manusia" dan baru menyadarinya setelah sebuah peristiwa, terlebih ketika datangnya seorang wanita yang dengan berani menghadapi, memperkuat tautan empowerment yang semula dikehendaki.


SCORE : 4/5

Posting Komentar

0 Komentar