Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - CAPTIVE STATE (2019)

 

Perlu saya tekankan sedari awal bahwa Captive State bukanlah sajian invasi alien konvensional di mana aksi dan perlawanan merupakan jualan. Lebih dari itu, Captivate State yang ditulis naskahnya oleh pasangan suami-istri, Rupert Wyatt (Rise of the Planet of the Apes, The Escapist, The Gambler) yang turut merangkap sebagai sutradara-bersama Erica Beeney (The Battle of Shaker Heights) lebih menekankan terhadap dampak yang dihsilkan pasca invasi berhasil dilakukan. Menarik, meski dalam pemaparannya terlampau sulit dimengerti sebab Captive State sendiri menganggap penontonnya sudah pintar dalam menangkap sebuah opini.


Sembilan tahun pasca invasi alien pertama kali mengambil alih Bumi sejak 2019, Chicago mengalami fase di mana kedatangan alien bukan hanya sebatas menjarah, melainkan turut mengatur kehidupan masyarakat Bumi. Legislators. Demikian sebutan manusia terhadap sang alien yang mengharuskan manusia membangun "Closed Zones", akses bawah tanah bagi alien untuk mengatrol Bumi, sementara pejabat tinggi pemerintah diberikan wewenang untuk masuk.


Menurut "manusia yang menerima" keputusan alien mengatur Bumi adalah tepat, sejak sebuah implan ditanamkan dileher masyarakat, angka kiminalitas melonjak turun sementara pengangguran dapat teratasi. Pertanyaannya, sampai kapan manusia akan diperbudak oleh alien dan kebebasan berekspresi dapat kembali direngkuh? Ini adalah landasan utama bagi kelompok pemberontak yang menyebut mereka sebagai Phoenix.


Rafe Drummond (Jonathan Majors) adalah salah satu anggota dari kelompok Phoenix yang keberadaannya berhasil dilumpuhkan oleh pemerintah. Enggan bernasib serupa dengan sang kakak, Gabriel Drummond (Ashton Sanders) memilih untuk tak bergeming, karena menolak sendiri berarti melawan kebijakan. Hingga ia mengetahui bahwa keberadaannya dimanfatkan oleh William Mulligan (John Goodman) sebagai jalan mencari keberadaan Phoenix. Perasaan diam dan patuh seperti semula mulai dipertanyakan.


Dibuka lewat sebuah narasi yang menggambarkan kondisi Chicago saat ini, praktis, Captive State akan mengingatkan kita pada District 9 (2009) yang juga mengambil tema serupa. Selanjutnya, kita diperlihatkan pada usaha dua orang manusia (keluarga Drummond) yang melawan aturan pemerintah dan harus menerima konsekuensi tatkala keduanya berubah menjadi asap merah. Dari sini atensi seketika terpatri, sementara tahun 2027 menjadi setting masa kini.


Seperti yang telah saya singgung diatas, jangan harap akan sebuah aksi masif sebagai spektakel utama. Captive State berjalan lambat dengan menerapkan slow-burning-science-fiction di mana permainan dan konspirasi adalah jawaban yang dibutuhkan. Pun, merujuk pada hal itu, strategi Kuda Troya dari mitologi Yunani memiliki peranan penting terhadap keseluruhan narasi.


Bagi yang sudah mengerti akan istilah tersebut, mudah sebenarnya menebak kemana arah filmnya akan berlabuh. Namun, Wyatt tak lantas menyerah dengan istilah mudah, dibuatlah sebuah kelokan supaya permainannya terlihat menawan yang justru membuat sebuah bencana kala naskahnya terlalu cerewet menjabarkan semua hal yang hendak dilakukan. Setidaknya, itu kentara di paruh awal yang membutuhkan banyak kesabaran.


Paruh keduanya sejatinya tampil cukup terarah di mana Wyatt mulai berani menampilkan sosok alien yang tak lazim dari biasanya. Sejurus kemudian, pemberontakan yang dilakukan komplotan Phoenix mulai beraksi melakukan sebuah pengeboman, sementara strategi permainannya sendiri menarik untuk diikuti. Sayang, satu hal yang mengganjal adalah ketiadaan koneksi penonton dengan karakter utama yang menihilkan sebuah kepedulian. Bagaiman penonton akan memberikan sebuah simpati terhadap karakter yang datang dan pergi begitu saja.


Ketimbang sebagai sajian science-fiction, Captive State lebih condong ke arah politik yang mana keberadannya bisa saja diamini, orang yang menjadi sasaran bisa saja adalah orang yang salah, sementara yang diam merupakan biang masalah. Bukankah gambaran ini banyak kita temui dalam realita meski tanpa keberadaan invasi alien?


Realistis adalah tujuan utama Wyatt dalam hal ini, meski dengan memilih opsi tersebut tak berarti mengorbankan penceritaan yang tampil kurang maksimal. Setelah paruh pertama berjalan datar, paruh keduanya gagal dalam menyampaikan sebuah gebrakan yang semestinya dilakukan. Ini pun yang terjadi kepada karakter yang dimainkan oleh Vera Farmiga sebagai Priscilla, yang penokohannya sengaja disembunyikan guna membuat jalan pintas bagi penyelesaian.


Konklusinya tampil antiklimaks, meski terkait keputusan, pemilihannya dapat dipahami dan bahkan terjalin rapi. Captive State bisa saja menjadi sajian science-fiction berisi jika kepadatan terhadap narasi kembali diperbaharui. Pun, apa yang ingin disampaikan oleh Wyatt sebenarnya tersampaikan, tetapi sulit untuk sepenuhnya dibenarkan.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar