"I suspect everyone. It could be anybody, someone braver and more tortured than me, but i don't know any such person".
Demikian ucap Radha (Radhika Apte) ketika ditanya oleh Inspektur Jatil
Yadav (Nawazuddin Siddiqui) mengenai keterangan yang melayangkan dirinya
melakukan pembunuhan kepada sang suami, Raghubeer Singh (Khalid Tyabji)
di malam pernikahannya. Raghubeer tewas dengan satu tembakan dan
hantaman keras di kepalanya, sementara ranjang pernikahan dipenuhi bunga
dan darah. Kejadian ini baru ditemukan oleh Vikram Singh (Nishant
Dahiya) sang keponakan pada jam dua belas malam.
Semua
keluarga menganggap Radha sengaja melakukan pembunuhan dengan tuduhan
ingin menguasai seluruh harta sang suami. Pun sebaliknya, Radha
menyangkal melakukan hal itu. Kecurigaan bertambah kala kesedihan urung
dirasakan masing-masing anggota keluarga. Singkatnya, mereka tak ingin
tampil melodrama dan menerima apa yang telah terjadi. Setidaknya, ini
menurut Vasudha Singh (Shivani Raghuvanshi), saudari Vikram yang tak
dekat dengan sang kakek.
Apakah
hal tersebut semata-mata ungkapan murni atau sebatas kedok penutup
diri? Kita tidak tahu pasti selain hanya bisa menarik anggapan bahwa
seluruh keluarga terlibat dalam pembunuhan terstruktur-yang bahkan turut
melibatkan sang pembantu, Chunni (Riya Shukla) yang lupa membersihkan
pecahan lampu di permukaan tangga. Semua orang dalam rumah tersebut
adalah tersangka-yang nantinya dicari kebenarannya oleh Jatil Yadav.
Raat Akeli Hai berpijak pada sebuah whodunit klasik mengikuti kesuksesan Knives Out-nya
Rian Johnsson yang sukes memainkan teka-teki secara menyenangkan. Pun,
nafas tersebut benar terasa setelah narasi cerita yang kebanyakan
terinspirasi oleh gaya tutur Agatha Christie dalam novelnya. Sutradara
debutan Honey Trehan terbilang lancar memainkan hal tersebut, setelah
sebelumnya membuka sekuen filmnya dengan penuh keheningan dan kegelapan
di samping kamera menekankan sebuah long shot-yang kemudian disusul oleh sebuah kejadian brutal yang nantinya disebut flashback.
Terkait "bagaiaman dan mengapa", Raat Akeli Hai
justru lebih menarik kala menyibak "siapa pelaku utama sebenarnya?"
yang mana menghasilkan sebuah permainan menyenangkan ketika dihadapakan
pada setumpuk karakter yang semuanya mencurigakan. Dari sini, filmnya
sudah memenuhi standarisasi film whodunit yang siap menggerakan sayap ke ranah interogasi polisi demi menggantikan peran detektif yang biasanya menangani hal ini.
Meski
tak semuanya tampil merata, interogasi yang dilakukan selalu
memunculkan sebuah petunjuk baru yang siapa untuk dibedah, yang ternyata
melibatkan orang luar keluarga yang berpengaruh terhadap kejadian. Ini
berarti skalalisasi narasi melebar tinggi, yang pada kesempatan lain
turut menjawab sebuah tragedi masa lalu keluarga bersama dampaknya yang
sekarang terasa.
Naskah hasil tulisan Smita Singh (Sacred Games) solid memparakan hal tersebut pula menjembatani sebuah tragedi sekaligus menjadi awal mula segala perkara. Raat Akeli Hai pun
tak lupa menanamkan sebuah pola di mana patriarki mengakar kuat di
dalamnya. Ini sejatinya bisa menjadi sebuah tamparan kuat meski dalam
kaitannya tak begitu terasa karena naskah memilih untuk bermain secara
pasti terhadap apa yang kemungkinan akan terjadi dan ini tentu bisa
dipahami bahkan bisa jadi dibenarkan.
Dibalik
sikap kerasnya dalam menangani kasus, Jatil Yadav merupakan korban dari
ketidakbenaran persepsi, di mana ia dinilai kurang karena belum
menikah, sementara desakan dari sang ibu (Ila Arun) terus terjadi.
Hasilnya adalah sebuah ketidakpercayaan diri terhadap yang mana
ditampilkan lewat sebuah adegan kala Jatil rutin memakai krim Fair & Lovely hanya
untuk mencerahkan kulit hitamnya-yang menjadi salah satu keenganan
salah satu wanita yang ditanyai ibunya terhadapnya. Ini adalah salah
satu bentuk ketidaksempurnaan yang masing-masing dimiliki oleh
karakternya pula tindakan manusiawi demi mewujudkan apa yang mestinya
terjadi, yang secara tak langsung menginstruksikan sebuah petunjuk kecil
terhadap kebenaran kasus.
Memasuki paruh ketiga, Raat Akeli Hai mulai
menampilkan sekuen aksi berupa kejaran-kejaran yang sesekali melibatkan
peluru. Kehadirannya memang memberikan sebuah variasi sekaligus menjadi
jalan sebuah simplifikasi yang mestinya tak dilakukan dalam membuka
sebuah kebenaran bagi sebuah konklusi.
Konklusinya
memberikan sebuah jawaban setimpal meski keteteran kala dibuka secara
dadakan. Setidaknya, kekurangan tersebut membuka sebuah sisi lain
perihal menampilkan ketegangan dalam balutan emosi para pelakunya yang
semakin tergerus dan terpojok seiring pengungkapan diutarakan. Dari sini
pula kita melihat performa luar biasa dari jajaran para pemainnya,
termasuk Nawazuddin Siddiqui, Radhika Apte dan Padmavati Rao di lini
terdepan dalam melakukan sebuah aksi olah rasa sempurna.
0 Komentar