Bagaimanapun, Commando 3
adalah film aksi milik Vidyut Jammwal yang kembali memerankan Karanveer Singh
Dogra, perwira militer yang kembali menjalankan tugas negara. Misi kali ini
adalah perihal memberantas aksi terorisme yang disebarkan melalui video dan menyulut
para jihadis untuk melangsungkan aksi yang tak hanya dari kalangan Muslim saja,
melainkan Hindu.
Pembukanya menampilkan
aksi provokasi di mana seorang muslim menguji keimanan dua anak buahnya untuk
membunuh anak sapi sebagai contoh wujud abdi. “Ini hanyalah perihal setetes
darah”. Demikian ucap sang pria terbutakan oleh agama pula harta (mereka
menerima sejumlah uang sebagai imbalan).
Setelahnya, mereka bertiga
di tangkap oleh kepolisian guna diinterogasi-yang berujung pada sebuah
kenihilan informasi. Dari sini, Commando 3 sempat menampilkan potret perasaan
para keluarga di mana salah seorang wanita berkata lebih baik di sebut seorang
ibu yang memiliki anak muslim ketimbang seorang ibu yang memiliki anak teroris,
juga pengorbanan seorang ayah yang rela menjual jam tangan demi membeli gitar
untuk sang anak-harus menerima bahwa pengorbanan tersebut berujung sia-sia
ketika sang anak membenamkan fakta bahwa bermain gitar adalah haram.
Naskah hasil tulisan
Darius Yarmil dan Junaid Wasi menerapkan paham fanatisme terhadap agama di mana
cap “haram” dan “kafir” dijadikan pandangan tersendiri. Ini sejatinya sudah
cukup sebagai aksi kritisi-sementara mengenai pondasi, naskahnya menyimpan
setumpuk tanya yang dibiarkan menggantung. Sebutlah latar belakang sang antagonis
yang tak memiliki alasan kuat selain sebatas kebencian terhadap agama.
Belakangan diketahui bahwa
tiga pria tersebut menerima bantuan uang dari London, membawa Karanveer bersama
Bhavna Reddy (Adah Sharma) menyelidiki sang dalang dengan bantuan Badan
Intelijen Inggris di mana mereka mengirimkan Mallika Sood (Angira Dhar) dan
Armaan Akhtar (Sumeet Thakur) untuk mengungkap aksi terorisme yang dicanangkan
akan dilakukan pada 9/11, tepat pada perayaan Diwali.
Aksi pencarian melalui
komputer dilakukan, sementara penonton sudah mengetahui bahwa sang dalang
adalah Buraq Ansari (Gulshan Devaiah). Penerapan dramatic irony ini sejatinya
urung menghasilkan sebuah koneksi setelah identitas sang pelaku ditampilkan
terlampau dini-sementara cerita membutuhkan sebuah eksplorasi yang diharapkan
dapat membuka motif utama ketimbang sebatas menjawabnya dengan menampilkan
sebuah kekerasan yang dilakukan secara off-screen, meski terkait dampak, ia
menyimpan sebuah afeksi tersendiri tatkala kekerasan tersebut sengaja dilakukan
di depan sang putera, Abeer (Athrava Vishwakarma) yang dicecoki segala macam
tetek-bengek persepsi agama sesuai ajaran jihadis.
Commando 3 menyimpan
setumpuk penceritaan di mana Islamophobia bukan sebatas tumpuan belaka,
terhadap pesan anti radikalisme pula kedamaian antar agama yang hendak
disampaikan setelahnya, meski untuk menuju kesana naskahnya tepogoh-pogoh dalam
mencapainya.
Setidaknya, guliran
aksinya adalah sebuah kenikmatan tersendiri kala ragam aksi tangan kosong
ditampilkan lewat performa bertenaga seorang Vidyut Jammwal, yang seperti biasa
piawai melakukannya. Pun, keputusan meniadakan romansa memberikan sebuah
kepadatan bagi aksi yang melibatkan kedua protagonis wanitanya mengambil alih
layar, baik Adah Sharma maupun Angira Dhar, keduanya memancarkan aura hammer
girl yang tak pelak mengundang para filmmaker untuk memakainya kembali. Gulshan
Devaiah mungkin tak bermain aksi, namun aura jahat begitu terasa dalam dirinya
yang tak segan menghabiskan nyawa dengan cara keji apabila mendapati seseorang
mengkhianatinya.
Aksi adalah jualan utama
franchise Commando sedari awal, dan sangat disayangkan tatkala memasuki
konklusi, Commando 3 mengambil jalan yang terlampau mudah guna melumpuhkan sang
dalang-yang tak seharusnya dilakukan mengingat deretan aksi sebelumnya
menghadirkan sebuah kepuasan.
Sutradara Aditya Datt (Aashiq Banaya Aapne: Love Takes Over, Good Luck!, Table No. 21)
terlampau terburu-buru karena ingin membuka sebuah pesan perdamaian antar umat
beragama dengan jalan memanfaatkan kekuatan teknologi digital. Pesannya mungkin
sederhana dan bahkan tampil instan, namun apa yang ditampilkan setelahnya adalah sebuah kehangatan dan
kekuatan yang luar biasa ketika dua pemeluk agama saling bersatu menciptakan
sebuah harmonisasi yang diharapkan terjadi di masa kini.
SCORE : 3/5
0 Komentar