Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

LUKA CHUPPI (2019)

Pembuka Luka Chuppi terbilang berani bagi sebuah komedi-romantis yang memulai sekuennya dengan menampilkan aksi persekusi (masyarakat dan media) terhadap Nazeem Khan (Abhinav Shukla), superstar yang mengaku bahwa dirinya hidup bersama tanpa ikatan pernikahan dan bahkan memiliki seorang putra setelahnya. Bagi masyarakat India (juga Indonesia) yang masih menjunjung tinggi nilai ketimuran, perilaku tersebut jelas menyimpang,  demi meraup suara terbanyak ketika pemilihan, kesempatan ini digunakan para pemimpin partai untuk mendeklarasikan tujuannya ketika terpilih nanti, yakni dengan mencegah para muda-mudi hidup bersama sebelum proses pernikahan dilangsungkan.


Menurut mereka, hal ini dilakukan demi menjalankan perintah sesuai aturan agama tanpa menyadari sebuah pemanfaatan akan agama. Luka Chuppi sekali lagi, membuktikan bahwa pikiran kolot serta fanatisme dan kebutaan akan agama selalu berujung pada sebuah malapetaka yang tak memandang siapa pelakunya, kapanpun dan dimanapun adanya.


Seketika cerita berpindah, mengenalkan kita kepada sang protagonis utama, Guddu (Kartik Aaryan) seorang reporter bagi stasiun televisi kabel berlangganan. Guddu amat berpengalaman dalam bidangnya-yang kemudian membuatnya amat disukai pemirsa berkat pembawaan khasnya. Suatu ketika, Rashmi (Kriti Sanon) mulai bergabung dengan tujuan menjalani magang setelah sang ayah, Vishnu Trivedi (Vinay Pathak) meminta sang pemimpin guna memulai sebuah pelatihan. Vishnu Trivedi adalah pemimpin partai pencetus pelarangan terhadap muda-mudi yang melakukan hubungan bersama sebelum pernikahan.


Tak butuh waktu lama untuk Guddu-Rashmi mengakui bahwa mereka saling suka satu sama lain. Dan demi mewujudkan rasa cinta sekaligus menghindari kejaran massa, Guddu berniat untuk melamar Rashmi-karena hal demikian adalah pilihan yang paling aman pula menghargai sang kakak, Vikas (Himanshu Kohli) yang tak ingin dilangkahi. Rashmi menolak karena menurutnya ia belum mengenal lebih Guddu. Rasmi pun mencetuskan sebuah opsi: hidup bersama.


Dibantu Abbas (Aparshakti Khurrana), rekan sesama kerja mereka yang turut menyarankan ide berupa menyewa rumah di Gwalior selepas berlangsungnya masa kerja, Guddu-Rashmi memulai 20 hari hidup bersama dengan berpura-pura sebagai pasangan suami-istri. Konflik pun terjadi di mana para warga setempat mulai mncurigai keaslian hubungan keduanya.


Berlangsung cenderung lambat, Luka Chuppi tak lantas kehilangan atensi berkat pembawaan ringan sutradara Laxman Utekar (Lalbaugchi Rani, Tapaal) dalam memainkan konteks utama beserta kisah cinta protagonis keduanya. Ini tampil berjalan beriringan di mana masing-masing cerita secara tak langsung saling bersinggungan yang nantinya menghasilkan sebuah pelebaran penceritaan di mana kesalahpahaman akan peran dimainkan, sejalan dengan persepsi kolot antarkeluarga yang turut mencampuri dan membuat urusan semakin rumit.


Semuanya bermula ketika sang kakak ipar, Babulal (Pankaj Tripathi) memergoki dan melihat sebuah foto pernikahan Guddu dan Rashmi. Dari sini pula naskah buatan Rohan Shankar (Lalbaugchi Rani) mempertebal konflik yang kebanyakan ditampilkan lewat pembawaan komedik. Sisi komedi yang kebanyakan ditampilkan dalam situasi berhasil mengocok perut penonton lewat kejadian tak terduga, yang mana membawa Luka Chuppi sekali lagi tampil tepat sasaran di samping sukses melayangkan kritisi beralasan.


Termasuk chemistry Kartik-Kriti yang selain tampil pertama kali dipasangkan, keduanya sanggup menyedot perhatian lewat tingkah-polah yang menggemaskan. Dari sini timbul sebuah kepedulian yang menghadirkan sebuah dukungan. Kita tak ingin melihat mereka berpisah apalagi bertengkar setelah kesalahan yang mereka lakukan. Kredit lebih patut disematkan kepada Pankaj Tripathi yang mampu menghidupkan figur karakter yang sarat keingintahuan lebih, nantinya Babulal akan menjadi salah satu musuh utama paling menjengkelkan, sementara Aparshakti Khurana adalah sosok sahabat yang paling setia menolong, terlepas dari perbedaan agama dan kultur keduanya.


Luka Chuppi bukanlah sebuah satir yang kukuh dan sarat akan penolakan. Keberdaannya tak lantas menyalahkan dan membenarkan budya meski keduanya sama-sama dibenturkan. Ada sebuah alasan terkait keputusan mereka, pula kita pun diperlihatkan sebuah penguatan yang mana itu ditampilkan lewat beberapa wawancara penduduk setempat akan pandangannya terhadap pernikahan yang kebanyakan dimulai dari sebuah perjodohan (satu lagi kritisi secara tak langsung) yang menjadikan pernikahan luntur akan sebuah kesakralan kala keberadaannya hanya dianggap sebatas persetubuhan tanpa disertai dengan sebuah peranan yang semestinya dilakukan.


Bukan tanpa cela, Luka Chuppi sempat terkendala pada penceritaan sedikit berantakan kala mengenalkan masing-masing kelompok keluarga lengkap dengan segala peranannya. Pun, terkait keputusan hidup bersama, naskahnya sebatas menampilkan cuplikan mesra tanpa menyertakan sebuah duka didalamnya-yang mana akan lebih terasa setelahnya.


Walaupun demikian, tak membuat Luka Chuppi luntur akan persona dan esensi utama miliknya. Memasuki konklusi, Luka Chuppi memang bermain aman dengan mengambil jalan tengah berupa sebuah perdamaian. Ini memang bukan sepenuhnya kesalahan dan kekeliruan-melainkan sebuah keputusan yang tepat sasaran guna merangkul sebuah intisari saling beriringan. Sebelumnya filmnya pun sempat menyinggung isu misogini serta pemberdayaan wanita yang membuat ceritanya begitu kaya serta penuh dengan tawa.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar