Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

EXIT (2019)

Meskipun fiktif, Exit begitu menarik (perhatian dan pandangan) berkat penyutradaraan cerdik Lee Sang-geun, yang pada debut perdananya juga merangkap sebagai penulis naskah mengeliminasi variasi tontonan umum yang telah jamak ditampilkan sebagai satu lagi tontonan Korea Selatan yang mampu menggetarkan hati dan pikiran. Tentu, ini berangkat dari kepiawaian sang sutradara atas pemahamannya terhadap tontonan ringan yang berbobot.


Ya, berbobot. Tak berlebihan jika menyebut Exit memiliki bobot lebih kala Sang-geun mampu mengoprasikan dan mempadupadankan dua elemen yang paling dibutuhkan sebuah film agar sampai penonton: hiburan dan hati. Sebagaimana yang kita ketahui film adalah sarana hiburan pula alasan seseorang menontonnya dan hati adalah bentuk lain yang begitu penting seusai menonton secara personal.


Itu terjadi lewat perantara karakter yang dimainkan oleh Jo Jung-suk sebagai Yong-nam. Yong-nam adalah seorang pengangguran yang sulit mendapatkan pekerjaan. Tak ayal ia kerap menjadi bualan anggota keluarganya, terlebih sang kakak, Jung-hyun (Kim Ji-Young) yang sering mencibirnya karena kesehariannya tak lepas dari makan, tidur, dan buang air besar.


Hingga tiba pada ulang tahun ke-70 sang ibu, Hyeon-ok (Go Doo-shim) yang dipilihkan tempatnya oleh Yong-nam, yakni bertempat di sebuah gedung mewah bernama Dream Garden yang membutuhkan waktu sejam lebih dari tempat tinggalnya. Semua anggota keluarga bersukacita akan hal ini-meski ini adalah cara lain agar Yong-nam bertemu kembali dengan Eui-joo (Yoona), perempuan semasa kuliah yang begitu ia sukai dan kini merupakan seorang Vice Manager.


Paruh pertama Exit adalah sebuah pengenalan karakter yang bukan hanya sekedar proses obligasi demi memenuhi cerita belaka, lebih dari itu-ini adalah sebuah proses penunjang adegan berikutnya yang secara jeli dimanfaatkan oleh Sang-geun guna menampilkan proses afeksi setelahnya. Ini berjalan sedemikian rapi pula masuk akal.


Tiba saatnya Exit untuk menampilkan konflik utama berupa penyebaran gas beracun yang sengaja ditumpahkan seseorang demi aksi balas dendam, kedalaman mungkin tak didapat, demikian pula dengan modus operandinya yang terlampau singkat. Namun, itu bukanlah fokus utama Exit, karena sang sutradara ingin menampilkan aksi-reaksi dari para korban yang tak tahu-menahu perihal itu, selain opsi utama: menyelamatkan diri.


Kondisi ini membuat keluarga Yong-nam pula Eui-joo harus menghindar dari gas beracun yang apabila terhirup dan melumpuhkan saluran nafas. Guna menghindari hal tersebut mereka harus berlari ke atap gedung sembari menunggu bantuan berupa helikopter menjemput.


Tentu, kita tahu bahwa bala bantuan tak secepat itu datang yang mengharuskan Yong-nam dan Eui-joo beserta orang di dalamnya mencari cara agar bisa keluar-yang pada titik ini menjadi sebuah bentuk titik balik bagi Yong-nam untuk memanfaatkan gelaran kemampuan panjat tebing yang ia miliki, seketika aksi itu dilakukan menyulut rasa takut keluarga pula penonton di dalamnya. Parade aksi survival ini turut membawa Exit pada sebuah crowd pleaser yang senantiasa penonton inginkan, terlebih kala penerapannya berjalan tepat sasaran.


Exit bukan semata melahirkan aksi keluar biasa, di dalamnya terdapat sebuah rintangan berbahaya selain ide kreatif sang sutradara dalam memanfaatkan situasi pula cara dalam mengemasnya. Rentetan rintangan yang dihasilkan selalu menghadirkan sebuah kesegaran kala didalamnya turut disertakan situasi diluar dugaan yang dibawakan para pelakon pendukungnya. Kapan lagi anda bisa melihat kebiasaan video call jadi bahan pemacu ketegangan?


Seolah tak melupakan para karakter pendukungnya, Sang-geun memberikan porsi sepadan meski dalam kuota tampil terbatas, kepentingan selalu didapat karena Exit adalah perihal menyelamatkan nyawa dan memberi harapan (juga senyuman) terhadap sosok orang tercinta (baca: keluarga) yang dijadikan sebagai pondasi utama filmnya.


Alhasil, momen tersebut berjalan sebagaimana mestinya-karena sang sutradara paham akan sebuah akar karakternya (pula penonton) didalamnya. Penggambaran karakter utama pun dapat begitu mudah disukai, karena ia bukanlah figur jagoan, melainkan manusia biasa penuh kerapuhan dengan satu-satunya alasan untuk tak menyerah dengan keadaan.


Jo Jung-suk sukses menampilkan figur tersebut secara manusiawi, disamping turut serta memamerkan kebolehan aksi panjat tebing pula lompat-melompat secara kompeten beserta barisan komedi telatan. Sementara Yoona dalam peran keduanya sanggup menjadi pendamping sempurna dalam barisan chemistry yang nyata terasa, selain di dalamnya adalah figur wanita berhati emas yang selalu mendahulukan keselamatan orang lain ketimbang dirinya. Sungguh, tipikal wanita idaman semua pria!.


Tiba di babak ketiga, Exit menutup kisahnya dengan sebuah perjuangan yang semestinya didapatkan setelah sebelumnya ditempatkan pada situasi yang sulit untuk dibayangkan. Seketika perasaan ini dibuat lega yang disusul setelahnya oleh interaksi manis keduanya. Ini yang membuat saya melupakan kelemahan minor filmnya yang menampilkan sebuah akhiran antiklimaks.


SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar