Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

UNDERWATER (2020)

Underwater selaku karya ketiga dari sutradara William Eubank (Love, The Signal) banyak meminjam (mari kita sebut itu rip-off atau homage yang secara terang-terangan) salah satu masterpiece (bahkan layak disebut sebagai Al-Kitab bagi sub-genre science-fiction horror) Ridley Scott dalam Alien (1979). Angkasa digantingan dengan palung Mariana sebagai tempat bersarangnya teror yang jauh dari genggaman dunia luar-yang praktis menyulitkan karakternya untuk berteriak atau mendapat bantuan. Ini sejatinya menarik dan niat utama Eubank adalah menciptakan ketegangan layaknya karya sang inspirator, sayang, niatan tersebut tak sepenuhnya terlaksana, dalam artian kurang sepenuhnya piawai.


Dibuka lewat selebaran berita yang memberikan isyarat bahwa sebuah tragedi terjadi di dasar samudera, Underwater kemudian menangkap close-up sang protagonis utama, Norah (Kristen Stewart), seorang teknisi pengeboran bawah laut yang digambarkan memiliki sikap pesimistis. Hidup di bawah laut membuatnya tak mengetahui hari, jam, siang atau malam bahkan sulit menemukan sinar matahari. Epilog yang menggambarkan keresahannya seketika disambut oleh bencana berupa laboratorium bocor menghancurkan sebagian fasilitas pengeboran.


Underwater memang enggan berlama-lama membangun pondasi, memilih to-the-point sebelum durasi memasuki sepuluh menit dan sanggup meraih atensi kala kekacuan menapaki karakternya secara fisik dan psikis. Tak hanya Norah, beberapa penyintas lain turut hadir seperti Lucien (Vincent Cassel) sang kapten; Paul (T.J. Miller) si pria eksentrik yang selalu membawa boneka kelinci; Emily (Jessica Henwick) si wanita paranoid; serta Liam (John Gallagher Jr.) yang menyimpan perasaan terhadap Emily. Karena kendaraan yang rusak, satu-satunya jalan keluar agar mereka selamat adalah dengan berjalan menapaki dasar laut menuju Roebuck 641.


Tentu, sesuai judulnya, naskah hasil tulisan Brian Duffield (Insurgent, Jane Got a Gun, The Babysitter) bersama Adam Cozad (Jack Ryan: Shadow Recruit, The Legend of Tarzan) akan menyiapan amunisi guna membuat perjalanan mereka tak baik-baik saja. Dari sini, ketegangan berlipat muncul-yang hadir tak seperti yang dibayangkan. Benar, nuansa gelap menyiratkan sebuah kesenangan, namun, butuh sesuatu lebih guna mereplikasi apa yang telah dicapai Scott dalam Alien. Dan, Eubank, gagal menciptakan itu.


Menahan untuk tak menampilkan sang monster utama adalah upaya guna mempertahankan atensi, yang justru tampil mengendur kala filmnya kerap menampilkan sebuah penyerangan. Satu dua momen masih berjalan ampuh, tetapi tidak dengan selanjutnya-yang membuat penonton sulit memastikan apa yang terjadi, terlebih editing filmnya sendiri terlampau cepat, yang mana membuat penonton sulit mencerna apa yang baru saja terjadi.


Tak peduli seberapa megah set-piece yang dibangun, paranoia terbangun kala karakternya memasuki ruang sempit hingga keluar menuju tempat gelap gulita. Ini sejatinya cukup untuk membangun ketegangan yang senantiasa menciptakan kontuniti. Kamera hasil tangkapan Bojan Bazelli (Pete's Dragon, A Cure for Wellness, 6 Underground) yang sering menangkap gambar lewat close-up pun sejatinya senantiasa menangkap guratan rasa dari wajah karakternya-meski kembali, karakternya tak memiliki karakterisasi pasti-selain calon yang nantinya hidup atau mati.


Berbicara mengenai tampilan monster, Underwater memiliki tiga monster yang masing-masing punya bentuk dan ukuran berbeda. Jika monster pertama terlampau jinak; kedua berada dalam tampilan medioker-yang paling banyak menciptakan aksi; dan ketiga menyandang predikat sebagai "king of monsters". Persamaan dari ketiganya adalah sama-sama kurang dimanfaatkan kehadirannya-pengecualian untuk monster ketiga yang terhalang kehadirannya akibat buget yang tak sebesar tampilan monsternya.


Ingin rasanya saya menyukai Underwater sebagai sajian yang senantiasa memungkinkan untuk ditonton ulang. Namun, keseluruhan filmnya sendiri gagal menciptakan pencapaian-selain sepenuhnya mengulang pola yang sudah ditampilkan. Underwater adalah batas antara rip-off dengan sentuhan b-movie yang gagal menciptakan nyawa dan rasa, selain kembali berada di tataran biasanya. Sama halnya dengan esensi untuk menjaga lingkungan dan imbauan untuk keluar menghadapi tantangan (dengan sedikit sentuhan feminitas) yang sulit untuk tersalurkan alias berada di tataran permukaan bagi film yang sepenuhnya berada dalam kedalaman.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar