Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

MILAN TALKIES (2019)

Sebagai romansa, Milan Talkies mungkin takkan membuat anda terhanyut oleh pesonannya. Namun, jika ditilik dari realita, Milan Talkies bekerja sebagai sebuah penghormatan yang membuat seseorang tumbuh besar akan mimpi dan berkhayal, sebelum kejadian tersebut berubah menjadi kenyataan. Setidaknya, kalimat tesebut mewakili perasaan Tigmanshu Dhulia (Gangs of Wasseypur, Saheb Biwi Aur Gangster, Paan Singh Tomar), sang sutradara yang mencurahkan segala khayalan pula stereotif klise film Bollywood atas asas kecintaannya akan sinema.


Bertempat di Allahabad (yang mana adalah tempat lahir sang sutradara), Milan Talkies adalah nama bioskop tunggal di mana seorang pria bernama Annu (Ali Fazal) kerap menghabiskan waktu di ruang proyektor sembari mengarang cerita cinta mengenai film yang hendak dibuatnya kepada sang proyeksi (Sanjay Mishra). Ambisi Annu akan film begitu besar-meski dalam keadaan ekonomi tak seberapa, ia melancarkan mimpinya dengan membuka sebuah jasa manipulasi bagi siswa yang ingin mendapatkan nilai tinggi.


Salah satu siswa yang memakai jasanya ialah Jandardhan Panda (Ashutosh Rana) yang meminta Annu untuk membantu sang anak perempuan yang kerap ia panggil Janak Kumari atau Maithali (Shraddha Srinath) lulus dengan nilai tinggi guna ia nikahkan dengan Guru Panda (Sikandar Kher) yang juga berkasta Brahmana.


Tak butuh waktu lama untuk Dhulia memainakan romansa stereotip klasik di mana barisan konflik berpusar pada perbedaan kasta dan perbedaan pandangan. Annu kemudian jatuh cinta kepada Maithali, pun sebaliknya, Jandardhan amat membenci film, menyebutnya sebagai bisnis kotor, sementara Annu hidup dalam mimpi dan didikan orang tua yang menyukai film. Ayahnya (diperankan Tigmanshu Dhulia) adalah aktor gagal yang kerap berkhayal sembari melontarkan dialog dari film Dharmendra.


Naskah yang ditulis oleh Tigmanshu Dhulia bersama Kamal Pandey (Fox, Shagird, Saheb Biwi Aur Gangster Returns) tampil dengan semangat homage tinggi akan film Bollywood klasik yang selalu melibatkan aksi kejar-kejaran, perahu bahkan kereta sebagai tempat terlaksananya cerita. Ini memang sebuah pemilihan menarik, yang kemudian Dhulia olok-olok sendiri bagi pecinta film yang tak menerima sebuah modernisasi lewat banter dialog menggelitik.


Akan tampil rumpang jika membahas guliran cerita-yang mana seperti yang telah saya singgung sebelumnya, Milan Talkies seolah menyederhankan semua tatanan romansa berbekal penyampaian sederhana khas film klasik miliknya. Romansanya terjebak pada pengadeganan kurang maksimal kala rentetan konflik beserta sub-plot lainnya dijejalkan secara paksa-yang mana tampil sesak kala semuanya perlahan ditampilkan dan ditutup secara bersamaan.


Menggantikan Imran Khan pula Shahid Kapoor yang semula hendak memainkan perannya, Ali Fazal tampil memikat lewat pembawaan pria dengan pekerjaan cheating untuk syuting, sementara pribadi sedikit nakal membuatnya gampang disukai. Shraddha Srinath dalam debut perdana untuk film berbahasa Hindi miliknya ini sebatas mengulang heroine sebagaimana mestinya, sementara Ashutosh Rana adalah tokoh yang disengaja membawa aura patriarki-yang gagal filmnya kaji secara lebih dalam, selain sebatas menampilkan sikap umum yang kerap ditampilkan karakter serupa-meski sebelumnya terdapat sebuah kritik tersendiri akan akibat perbuatan tersebut.


Konklusinya memang sederhana, mengamini penonton dengan apa yang semestinya terjadi. Adapun nilai tersendiri kala Dhulia membuat sebuah benang merah tersendiri akan romansa dan sinema, yang sejatinya menampilkan sebuah tindakan romantis sebenarnya ketika sebuah karya didasarkan atas cinta, orang tercinta dan kaidah sinema sebagai penyalur pesan paling berharga.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar