Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

ARWAH TUMBAL NYAI THE TRILOGY: PART NYAI (2018)

Setidaknya, Arwah Tumbal Nyai The Trilogy: Part Nyai sedikit lebih baik (ingat, sedikit!) daripada Part Arwah yang menjengkelkan itu. Salah satunya ialah performa Ayu Ting Ting yang jelas lebih diatas (sedikit) dari Zaskia Gotix-yang memiliki performa lempeng, kaku, dan datar itu ditambahkan dengan Shakti Arora yang dipakasa berbahasa Indonesia adalah sebuah kombinasai luar binasa. Masih ditukangi Arie Azies (Tiran: Mati di Ranjang, The Secret: Suster Ngesot Urband Legend, Arwah Tumbal Nyai The Trilogy: Part Arwah), tentu anda sudah hafal betul bagaimana Nyai ini akan berlangsung.


Kombinasi penyutradaraan canggung dikawinkan dengan naskah (masih oleh) Aviv Elham akan menghasilkan duet remuk redam yang kebanyakan adegannya tersusun atas kebodohan demi kebodohan lengkap dengan dialog menggelikan. Ambil contoh ketika protagonis utama kita, Rosmalina (Ayu Ting Ting) ketakutan ketika di dalam gedung bioskop (ia bekerja sebagai staff bioskop bagian ticketing), kakinya tersandung akibat disentuh sosok Nyai (tentunya dengan make-up menggelikan khas standar film horor berkualitas jongkok), mengakibatkan tangannya menimpa paku. Ketidaklogisan hadir bukan karena trik menakutinya, melainkan paku yang berada di tangga bioskop yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja, apalagi ini adalah salah satu jaringan bioskop paling besar di Indonesia (baca: XXI). Setelah adegan tersebut, Nyai semakin menjadi kala momen tersebut sebatas dijadikan sebuah umpan-yang sama sekali gagal tersampaikan.


Menyusul adegan tersebut, Rosma dikejutkan dengan kematian sang nenek (Jajang C. Noer) yang amat memukulnya, pun sama halnya dengan Nayla (Aqila Herby) sang anak semata wayang Rosma. Selepas prosesi pemakaman, Rosma kemudian mendapati bahwa kini-Nayla memiliki teman khayalan yang kerap ia panggil dengan sebutan Nyai. Akan lebih baik jika Arie Azis menempatkan relasi ibu-anak ditengah teror, mengingat Rosma kerap pulang larut malam, seharusnya ini bisa menjadi lahan empuk-ketimbang memilih menempatkan kecurigaan Rosma-yang kemudian dijejali rentetan jumpscare serampangan, lengkap dengan scoring berisik yang begitu mengusik gendang telinga.


Ini pula menjadikan karakternya sukar untuk disukai-mengingat tak adanya sebuah koneksi-yang semestinya penonton dapati. Lagi pula, naskah Aviv Elham tak mempedulikan itu dan nekat sepenuhnya pada buku panduan horor miliknya, bahwasannya horor itu harus sering dijejali penampakan, scoring menggelegar pula prosesi eksorsisme sebagai salah satu resolusi. Berbicara mengenai adegan eksorsisme di sini, anda akan menemukan sebuah momen epik yang melibatkan Ustadz pula Reno (Raffi Ahmad), kekasih Rosma-yang nantinya membuat sebuah adegan penyulut tawa berlebih, di samping kenyataan bahwa karakternya sama sekali tak berguna.


Terkait pembangunan misteri, Nyai tak memiliki pondasi guna membuatnya sebagai sebuah sajian berisi, tindak-tanduk yang menjadi awal terciptanya teror urung memberikan sebuah kejelasan pasti terkait apa yang telah diminta dan apa hasilnya. Oh ya, twist-nya mengikuti pakem horor lokal yang lagi-lagi berkutat pada pola sama. Bedanya, Nyai terlihat amat miskin jika dibandingkan dengan kompatriotnya.


Konklusinya tersaji sedemikian datar, ketika Arie Azies turut menambahkan bumbu drama di dalamnya-yang kemudian kembali menciptakan sebuah momen luar binasa di dalamnya. Ketika logika sama sekali tak dipakai oleh para pembuatnya (in a negative way) hasilnya sudah pasti menghadirkan sesuatu yang sia-sia setelahnya.


SCORE : 1/5

Posting Komentar

0 Komentar