Sebagai pelopor berkembangnya film horor di India-pasca hiatusnya Shyam Ramsay, horor buatan Vikram Bhatt (Creature 3D, Raaz Reboot, 1921) selalu mematenkan formula sama: jumpscare berisik, twist berlapis dan bumbu erotis-yang mana menandakan dirinya sebagai sineas yang setia terhadap formula (jika tak ingin disebut malas). Raaz (2002) mungkin dirasa berhasil karena penonton pertama kali melihat sebuah eksekusi. Namun, pasca kemajuan teknologi (serta pemahaman) masa kini, formula tersebut sangatlah usang-yang kemudian melahirkan sebuah kejemuan atas harapan lebih yang enggan pembuatnya raih. Demikian gambaran utama Ghost.
Seorang politikus asal India yang menetap di Inggris, Karan Khanna (Shivam Bhaargava) dituduh telah melakukan pembunuhan terhadap sang istri, Barkhaa (Gayathri Iyer). Tuduhan tersebut memberatkan dirinya pasca sebuah rekaman CCTV ditampilkan. Simran (Sanaya Irani) adalah pengacara yang menangani kasusnya. Ketika hendak melakukan riset lebih, Simran mendapati sebuah misteri yang berhubungan dengan arwah gentayangan.
Didasari pada artikel surat kabar di mana Pengadilan Inggris telah mengizinkan masalah yang melibatkan roh untuk diadili, premisnya sendiri menarik. Namun, jangan harap ada sebuah perdebatan atau korelasi antara hukum pengadilan dengan roh gentayangan, naskahnya sendiri malas untuk menjabarkan. Ketimbang menjadikannya sebuah bahan eksplorasi mendalam, Vikram Bhatt menjadikan materi tersebut sebagai bahan jualan-yang kehadirannya sebatas di jadikan pernak-pernik sambil lalu.
Itu tampil senasib dengan pengadeganan ruang persidangan yang nihil dampak pula gesekan. Sementara horor utama filmnya berasal dari gelintiran jumpscare yang sebatas menampilkan penampakan, riasan hantu utama filmnya sungguh patut untuk ditertawakan. Apa seramnya sebuah penampakan yang menjadikan kepala terbalik (lengkap dengan riasan prostetik buruk) sebagai penebar ancaman? Di sisi lain, Bhatt pun sempat memaerkan beragam penampakan hasil buatan CGI menggelikan.
Naskah yang ditulis oleh Vikram Bhatt bersama Srivinay Salian (penulis dialog) luar binasa ketika karakternya menyampaikan barisan dialog yang nekat tampil untuk terdengar puitis, seketika menghasilkan kalimat berantakan tak beraturan. Beberapa kali saya gagal fokus mencerna makna utama miliknya yang berbelit-belit hanya untuk menyampaikan pesan bernada sinis. Selain tak lazim digunakan seseorang, kalimat tersebut berpotensi memancing sebuah perdebatan yang mengusik amarah tak karuan. Kondisi ini nyata seperti apa yang saya rasakan.
Spirit possession. Demikian nama permainan iblis untuk merasuki jiwa seseorang yang kerap disebutkan oleh karakternya. Keberadaan nama ini hanya sebatas dijadikan jalan pintas untuk Ghost menjawab pertanyaan yang semula dilontarkan. Twist-nya pada awalnya berhasil menyulut sebuah atensi kala Bhatt perlahan menguarkan sebuah misteri. Misteri yang berujung hampa kala jawabannya terlampau sederhana-berbekal ketidaksengajaan sarat keterkaitan dengan para karakternya.
Pun, romansanya tak pernah benar-benar bekerja. Unsur love/hate antara Simran dan Karan terlalu meregang pasca sebuah kesalahan berulang kian ditampilkan. Karkterisasinya pun tak pernah benar-benar sampai kala semuanya hanya berjalan di permukaan. Misalnya Simran-yang kecanduan morfin, urung diberikan sebuah ruang guna penonton mengerti akan keputusannya, selain fakta bahwa kematian sang ayah adalah penyebabnya.
Selain penemapatan penampakan asal tampil (penampakan sering berlangsung kala sebuah dialog diutarakan atau soundtrack dimainkan) yang menandai ketidakpekaan pembuatnya, perpindahan antar adegan kerap menciptakan sebuah transisi kasar. Puncaknya adalah tatkala sebuah konklusi ditampilkan, kala semuanya terselesaikan lewat sebuah cara menggelikan. Penebusan tak setimpal ini semakin berantakan kala Ghost menerapkan sebuah clue penanda sebuah keberlanjutan. Sungguh sebuah gambaran yang tak pernah saya harapkan.
SCORE : 1.5/5
0 Komentar