Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SEBELUM IBLIS MENJEMPUT AYAT 2 (2020)

Sebelumnya, Timo Tjahjanto mematahkan anggapan bahwa kekurangan dapat ditambal dengan melipatgandakan kesenangan. Hal ini mengacu pada karya buatannya yang mengeliminasi cerita kompleks dengan suguhan yang enggan memberhentikan pedal rem dengan kapasitas tinggi pula tampil mumpuni. Sebelum Iblis Menjemput (2018) adalah bukti nyata hal demikian-yang kemudian disusul oleh kegilaan tak terbantahkan bernama The Night Comes For Us (2018). Sebagai sekuel pertama bagi Timo Tjahjanto, mengejutkan mendapati hasil akhir Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 tak berada dalam taraf memuaskan atau sejajar dengan film pertamanya. Ini adalah sebuah kemunduran cukup signifikan.
 
 
Pengecualian terhadap kegilaan yang kini dilipatgandakan, membawa Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 naik satu level perihal mengkreasi kebrutalan. Tapi itu saja tidaklah cukup, kala perihal penceritaan-naskahnya tak mempunyai amunisi lebih pula mendalam sebagaimana dimiliki predesesornya yang tampil brilian dengan menerapkan sebuah relevansi yang bisa saja (atau mungkin) terjadi.
 
 
Ceritanya mengambil selang dua tahun pasca kejadian di film pertama, sekuen pembukanya menampilkan karakter baru bernama Gadis (Widika Sidmore) yang mengeluarkan segala keluh-kesah yang kemudian dibarengi dengan bukti berupa luka fisik kepada Dewi (Aurelie Moeremans). Gadis meyakini bahwa sebuah ancaman nyata kembali-membawa masa lalu kelam yang coba mereka redam.
 
 
Selanjutnya kita dipersilahkan menengok kehidupan Alfie (Chelsea Islan) yang kini sedang menata ulang kehidupannya bersama sang adik, Nara (Hadijah Shahab). Tinggal di sebuah apartemen kecil, sementara trauma terhadap apa yang terjadi masih menjangkiti. Seakan belum usai, ancaman baru datang kala sekelompok anak muda bertopeng menyantroni rumah mereka, membawa Alfie beserta Nara ke sebuah tempat yang merupakan bekas panti asuhan.
 
 
Rupanya, mereka adalah teman gadis: Budi (Baskara Mahendra), Kristi (Lutesha), Jenar (Shareefa Daanish), Martha (Karina Salim) dan Leo (Arya Vasco) yang meminta bantuan kepada Alfie perihal menghilangkan sebuah kutukan yang menghantui mereka berbekal kejadian yang pernah dialaminya. Tak ada opsi lain bagi Alfie selain untuk membantu mereka dan kembali berhadapan dengan sosok bernama Iblis.


Bertambahnya jumlah karakter berarti bertambahnya pula cakupan cerita yang kini dilebarkan oleh Timo-yang kemudian membawa sebuah pencerahan ketika naskahnya menambahkan kejelasan terkait ilmu demonologi sepadan. Namun, tak demikian dengan karakterisasi tokohnya yang terasa tipikal-dan sebatas memeriahkan neraka buatannya tanpa adanya sebuah dampak lebih setelahnya.


Hasilnya, kala satu-persatu dari mereka mulai dijemput ajalnya monotonitas hadir. Dampaknya tak seberapa kuat kala Timo kali ini terjebak pada sebuah pengadeganan sarat repetisi, di mana ketika hantu menampilkan wujudnya, ia seketika mempercepat gerak, menekan kegilaan yang kemudian terasa melelahkan karena terus digerus dengan hentakan yang tak berkesudahan. Meski di beberapa kesempatan, kadar kegilaannya berada dalam taraf menyenangkan.


Sesekali keheningan diterapkan-yang kemudian membawa sebuah jumpscare efektif di mana sosok pocong menguarkan sebuah ketakutan pula semakin mencekam kala kamera hasil bidikan Gunnar Nimpuno (Sebelum Iblis Menjemput, Bebas) menangkap dua fokus. Ini berlaku juga kala Gunnar menerapkan kelihaiannya memainkan teknik, sebutlah kala sebuah adegan menangkap pergerakan buku hitam.


Tata teknisnya memang mengalami peningkatan, namun-tidak dengan pengisahannya yang mengalami penurunan. Benar, Timo ingin membawa filmnya mengedepankan unsur supranatural-yang kehadirannya absen di film pertama, sayang, penerapannya justru menciptakan sebuah bumerang kala pengisahannya tak seberapa kuat-yang justru menciptakan sebuah jeda nihil tensi. Celetukan unsur komedi miliknya jelas lebih berani.
 
 
Kurangnya chemistry kuat antar pemain pun sedikit berpengaruh. Meski performa mereka jauh dari predikat buruk. Kredit lebih patut diberikan kepada Widika Sidmore dan Lutesha-yang berani tampil menggila-sekaligus menambal ketiadaan Karina Suwandi dalam menebar ancaman. Chelsea Islan dalam peran keduanya justru kehilangan performa terbaiknya, memerankan karakter dengan latar agresif dan kelam, Chelsea menantang dirinya membabat semua barisan kata sarat sumpah serapah-yang membawanya pada sebuah performa menggelikan. Pun, inkonsistensi terkait karakterisasi miliknya menghadirkan sebuah pertanyaan tersendiri


Walaupun demikian, Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 patut untuk disaksikan karena masih memberikan sebuah pengalaman menegangkan. Neraka dunia ciptaan Timo kini ditampilkan kembali dalam level tanpa tedeng aling-aling, meski kini dampaknya tak sekuat dan segahar film pertamanya, terutama dari segi kualitas yang dinomorduakan kehadirannya.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar