Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

A SCORE TO SETTLE (2019)

Ketimbang aksi beroktan tinggi (materi utamanya mengenai balas dendam), A Score to Settle memilih untuk berdiam diri, merenungi sebuah kejadian yang mengendap dipikiran-sembari memulai kembali sebuah kehidupan. Hal itu dilakukan Frank (Nicolas Cage) yang pasca 19 tahun lamanya mendekam dipenjara-kini tiba masa keluarnya. Hal pertama yang dilakukan Frank adalah mencopot beberapa foto keluarga, membereskannya dan kemudian memilih pulang bersamanya.
 
 
Momen tersebut sejatinya mampu mengusik tataran rasa-ketika memoar bersama keluarga kembali tercipta. Sayang, pengadegannya terburu-buru (jika tak ingin disebut sambil lalu), menghindarkan penonton untuk ikut andil dan kemudian mendukung penuh Frank.
 
 
Satu-satunya yang ingin Frank perbaiki adalah menebus waktu 19 tahun lalu bersama sang putera, Joey (Noah Le Gros) yang kini sudah dewasa. Pertemuan pertamanya dengan Joey begitu dingin, kekakuan hubungan keduanya jelas terlihat-bahkan hingga Frank mengajak sang putera untuk menghabiskan waktu di sebuah hotel kelas satu dengan segala kemewahan lain (pakaian, smartphone dan mobil) yang tak kalah mahalnya. Sulit bagi Joey untuk menerima kenyataan bahwa sosok ayah yang dulu ia butuhkan kini datang kembali merenggut ingatan.
 
 
Ditulis naskahnya oleh John Newman (Get Shorty, Dirty Work), A Score to Settle yang dijual sebagai film aksi-lebih memilih menyibukan masa durasi dengan menunjukan hati-ini merujuk pada keinginan terbesar Frank memperbaiki hubungannya dengan sang putera di tengah gangguan insomnia fatal sporadis (dan masa lalu) yang kerap mengganggunya. Langkah ini sah-sah saja dipilih-yang mana berpotensi memberikan hati di tengah guliran aksi. Sayang, niatan tersebut urung tampil mendalam akibat kebingungan sang pembuat dalam menanganinya.
 
 
Disutradarai oleh Shawn Ku (Beautiful Boy, Seeds of Yesterday, Pretty Dead Girl) A Score to Settle yang berbicara perihal penebusan dan balas dendam tak pernah benar-benar terasa tajinya. Ketika dramanya kurang rasa karena sebatas membuka jalan bagi sebuah twist, aksinya urung terasa karena kuota aksi tak pernah dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Singkatnya, A Score to Settle membutuhkan banyak aksi ketimbang memilih berdiam diri.
 
 
Ada sebuah potensi terkait masa lalu Frank yang kelam, di mana Shawn Ku memberikan sebuah tamparan keras seputar pengabdian terhadap atasan-yang mana sejatinya bukan sebuah jalan menuju kebahagiaan. Frank dipenjara karena memilih menutup mulut dengan alasan "mengabdi" terhadap pekerjaan-sementara uang senilai $450.000 dijadikan imbalan terhadap kebutuhan sang putera.
 
 
Ketika semuanya berjalan tak sesuai harapan-aksi balas dendam pun dilakukan-yang mana digunakan sebagai sebuah pemenuhan skor untuk ditenangkan. A Score to Settle mungkin berhasil memberikan sebuah tamparan-meski terkait eksekusi, setumpuk pekerjaan rumah masih ditemukan. 
 
 
Ketika Nicolas Cage tampil seperti biasanya (you know his acting type), Benjamin Bratt sebagai Q yang merupakan mantan karib Frank dalam dunia hitam kekurangan amunisi untuk tampil gahar. Charachter act-nya sebatas dijadikan tempelan alih-alih sebagai "sosok kunci" sebagaimana yang ditampilkan. Andai A Score to Settle dibenahi, tak menutupkemungkinan bagi saya untuk memberikan skor yang lebih menenangkan-bukannya menyulut sebuah kecanggungan dan ketanggungan dari keseluruhan hasil akhir filmnya.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar