Mudah untuk menyebut bahwa Roh Fasik terinspirasi oleh kesuksesan Munafik (2016), horor bernuansa religi asal Malaysia yang sukses menelurkan sekuelnya dua tahun kemudian. Disutradarai oleh Ubay Fox (Rasuk, Kembang Kantil), Roh Fasik tak ubahnya sebuah copy paste dari Munafik dengan kualitas ala kadarnya pula rentetan ceramah yang tak henti-hentinya memborbardir telinga (kondisi ini juga menimpa film inspirasinya).
Dibuka lewat lantunan ayat suci yang kemudian mengiringi aktivitas Zahra (Zaskia Sungkar) yang tengah melakukan shalat, Roh Fasik kemudian mengambil tindakan praktis yang membuat karakternya meregang nyawa lewat serangan hantu-yang ditampilkan off-screen pula cipratan darah sarat akan warna merah muda yang membanjiri mukena. Naskah garapan Evelyn Afnila (Keluarga Tak Kasat Mata) mengambil tindakan berani untuk keputusan tersebut, namun, terkendala perihal eksekusi canggung dan tak memperhatikan timing, alhasil, momen yang harusnya tampil mencekam, tersaji begitu lemah.
Akibat kejadian tersebut, Akbar (Evan Sanders) sang suami, dihantui rasa bersalah pula kehilangan yang mendalam, meskipun kini ia sudah beristerikan Renata (Denira Wiraguna). Kesedihan Akbar membuatnya jauh dari agama, enggan melakukan shalat berjamaah dan kemudian mendapati sang istri yang acap kali diteror oleh makhluk yang tak segan melukai dirinya.
Dari sini, tentu anda paham betul bagaimana filmnya akan bergulir-yang kemudian turut memperkenalkan sosok ustadz bernama Hasan (Irwansyah) yang kelak akan membantu permasalahan. Roh Fasik menerapkan formula khas horror di mana penampakan hantu mendadak kerap ditampilkan-yang semakin menjengkelkan kala riasan hantu utamanya jauh dari kreativitas menciptakan sosok menyeramkan, sebatas riasan yang mengandalkan make-up berwarna hitam dengan setelan berwarna hitam pula, yang andai disandingan dengan tampilan belakang wajan, kekeliruan pasti di dapat.
Sejalur dengan pendapatan tersebut, kualitas yang dimilikinya pun tampil demikian. Entah berapa banyak plot hole ditampilan, dialog dangkal didengungkan hingga performa pelakonnya yang penuh dengan kekakuan. Roh Fasik tersusun atas fragmen tersebut-yang menjadikan filmnya sarat akan keburukan. Setidaknya, lantunan ayat suci yang dibawakan oleh Irwansyah tampil menenangkan, ketimbang keseluruhan filmnya yang sukar untuk dibanggakan.
Seolah belum cukup menyiksa pikiran, Roh Fasik terjangkit penyakit horor lokal kebanyakan-yang kehadirannya sebatas keharusan membuka sebuah plot twist yang tampil berantakan. Tatkala membuka sebuah kebenaran, Roh Fasik kembali mengusik pikiran dengan sebuah ketidaklogisan. Setidaknya itu terjadi lewat sebuah pakaian yang dikenakan yang kehadirannya berpotensi mencoreng identitas agama.
Apakah dengan menambahkan label "horor religi" harus senantiasa mengenakan pakaian serba agamis, termasuk saat tidur maupun melakukan maksiat sekalipun? Dalam konteks ajaran Islam, jelas hal tersebut adalah sebuah kekeliruan. Semakin menjengkelkan kala konklusinya ditutup terlampau menggampangkan, sebatas menerapkan pola deus-ex-machina, semuanya terselesaikan.
SCORE : 1/5
0 Komentar