Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PATAAKHA (2018)

Dalam hubungan kakak-beradik, perseteruan atau perselisihan pendapat merupakan hal yang lumrah terjadi. Terdapat sebuah kesenangan dalam menertawakan kesengsaraan pula penyesalan ketika mendapati sebuah kegagalan. Dalam Pataakha, hal tersebut terjadi secara eksplosif, yang secara tak langsung mengeliminasi kerapian narasi yang seharusnya terjadi. Namun, sebagai sebuah karya seni, film bukanlah ilmu pasti. Adakalanya kekacauan (selama itu disengaja) tampil menguatkan adegan. Pataakha termasuk golongan demikian.
 
 
Berlatar di sebuah pedesaan Rajhastan, Pataakha menyoroti hubungan kakak-adik yang terdiri dari Champa Kumari alias Badki (Radhika Madan) dan Genda Kumari alias Chhutki (Sanya Malhotra) yang jarang akur dan gemar berseteru. Keduanya kerap melakukan perkelahian sebagai jalan utama menyelesaikan permasalahan yang bermula dari ejekan. Singkatnya, sulit menemukan 'keakuran' dari hubungan keduanya.
 
 
Keduanya memilki masing-masing mimpi yang diperjuangkan. Badki ingin memiliki peternakan sapi dan menghasilkan produk susu, sementara Chhutki ingin mendirikan sekolah di pedesaan, mewujudkan keinginannya menjadi seorang guru. Sayang, mimpi mereka tersekat oleh sebuah batas bernama realita. Di mana sang ayah, Bapu (Vijay Raaz) hanya seorang pekerja tambang yang terancam diberhentikan.
 
 
Merupakan adaptasi sebuah cerpen berjudul Do Behnein (Two Sisters) yang hanya berisikan enam halaman milik Charan Singh Pathik, sutradara sekaligus penulis naskah Vishal Bhardwaj (Haider, 7 Khoon Maaf, Rangoon) menambal durasi 134 menit berisikan letupan perseteruan-yang memancing sebuah atensi tersendiri. Pasalnya komedi berbasis meta yang dihasilnya mampu memancing tawa.
 
 
Bukan hanya tawa, lewat Pataakha, Bhardwaj menyelipkan berbagai simbol (baik itu dari adegan maupun dialog) yang andai anda perhatikan-memberikan sebuah relevansi pula pesan mendalam terkait duniawi. Sebuah pesan penting yang dibutuhkan dunia saat ini di tengah gempuran perbedaan pula kesenjangan yang kerap menjadi omongan dan berujung pada sebuah perkelahian. Badki dan Chhutki adalah manifestasi dari situasi yang terjadi pada saat ini.
 
 
Pataakha adalah contoh bagaimana sebuah hiburan menyasar sebuah penolakan, penerimaan dan anggapan yang kian mencoba dipertahankan. Mematahkan struktur feodalisme pula pikiran kolot masyarakat (India khususnya) terkait sebuah perjodohan yang menyelesaikan kebutuhan. Dari sini, Pataakha bergerak ke ranah pemberdayaan wanita dan menjalankan kehidupan sesuai yang diinginkan.
 
 
Tak hanya sampai di situ, Bhardwaj kian melebarkan pengisahan terkait sebuah konsekuensi menjadi dewasa. Badki kini sudah bersuamikan Jagan (Namit Das), sementara Chhutki sudah menjalin hubungan dengan Vishnu (Abhishek Duhan), keduanya adalah kakak-beradik dan tinggal dalam lingkungan pula atap yang sama. Dari sini, Pataakha berjaya pula menginjak titik terlemahnya.
 
 
Berjaya karena permasalahan semakin pelik, bukan hanya sebatas bertengkar-namun dituntut menjalani kehidupan 'yang sebenarnya', Bhardwaj jeli dalam memanfaatkan kondisi-yang mana kemudian menjadi batu sandungan tersendiri kala beragam motivasi yang dilakukan karakternya tak sepenuhnya tersampaikan secara pasti.
 
 
Beruntung, kelemahan tersebut tak sepenuhnya merusak esensi utamanya. Kesenangan pula pelajaran berkulminasi menciptakan sebuah konklusi yang berpotensi menyulut sebuah emosi. Semakin riuh tatkala direcoki Dipper (Sunil Grover) tetangga yang selalu memiliki ide cemerlang, namun tak kalah bodohnya.
 
 
Dalam debut perdanya, Radhika Madan menguarkan sebuah aura calon megabintang mendatang lewat performa meyakinkan miliknya, Sanya Malhotra adalah lawan sepadan yang tak kalah hebohnya. Karkterisasi bersebrangan keduanya menciptakan sebuah chemistry love/hate mengasyikan. Ketika senyuman Sunil Grover selalu menginjeksi tawa, kebijaksanaan Vijay Raaz adalah alasan terciptanya sebuah cinta.
 
 
Pataakha berarti petasan. Layaknya petasan, Pataakha menciptakan sebuah keriuhan yang mengasyikan. Pun, seperti petasan, Pataakha adalah sumber keindahan. Ketika dunia saling berseteru dan beradu, terdapat sebuah alasan terciptanya sebuah perdamaian seperti yang diharapkan. Demikian oksimoron sederhana yang disampaikan filmnya, bahwa semua akan indah pada waktunya.
 
 
SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar