Dijual sebagai "The Darker Side of Paul Feig", A Simple Favor yang merupakan adaptasi novel misteri karya Darcey Bell mengetengahkan cerita misteri berbasis komedi hitam yang membawa Anna Kendrick memerankan Stephanie Smothers, single mother sekaligus vlogger masakan dan kerajinan rumah tangga yang begitu naif akan kehidupan. Kesehariannya tak lebih dari mengantar-jemput sang putera, Miles (Joshua Satine) ke sekolah. Kendrick adalah pilihan terbaik dalam urusan komedi-hal ini yang membuatnya tampil menarik pasca sang aktris telah berpengalaman lewat film sebelumnya.
Di sekolah, Stephanie bertemu dengan Emily (Blake Lively) yang merupakan ibu dari Nicky (Ian Ho), teman sekelas Miles. Pertemuan keduanya lantas membentuk sebuah persahabatan yang berlanjut pada perayaan minuman. Bagi Stephanie, kehidupan Emily terlihat sempurna, seorang PR ternama yang bekerja di bidang tata busana. Sebaliknya bagi Emily, Stephanie adalah sosok menyenangkan di tengah rutinitas padat miliknya. Itu terjadi kala mereka belum mengenal sesama, sebatas melihat tampilan luar.
Suatu hari, Emily meminta sebuah bantuan sederhana kepada Stephanie, yakni perihal mengantar-jemput sang putera-selama kepergiannya ke Miami, pula sang suami Sean (Henry Golding) yang bertanggang ke Inggris guna menjenguk sang ibu. Stephanie tentu menyanggupi, namun, setelahnya Emily tiba-tiba menghilang tak kembali.
Paul Feig (Spy, The Heat, Bridesmaid) menjadikan pertanyaan: Kemana Emily? sebagai poros utama membentuk sebuah misteri. Dalam eksekusinya, tak segelap yang digadang-gadang pihak studio, A Simple Favor masih sajian khas Feig di mana komedi senantiasa mengisi, sementara unsur misterinya adalah bumbu pelengkap yang tak kalah penting.
Semenjak kredit pertamanya bergulir, naskah garapan Jessica Sharzer (Nerve) sudah memberikan isyarat-perihal filmnya yang tak sepenuhnya tampil kelam, nuansa terang menjadikan A Simple Favor sebuah tontonan misteri santai-meski sisi kelam tetap hadir. Bukan berarti nihil sebuah ketegangan, pasalanya, Feig sendiri mengajak penonton untuk tetap santai-namun perlahan kian membawa sebuah cengkraman tersendiri kala proses penyelidikan mengisi.
Prosesnya berjalan menarik, di mana Kendrick tak sebatas menunggu keputusan pihak berwenang-melainkan turut terlibat dalam sebuah penyelidikan yang perlahan menyibak sebuah tabir kebenaran. Dari sini, A Simple Favor tampil konvensional sebagaimana film bertema serupa, kejutan sesekali tampil-yang berhasil mencengkram atensi, terlebih kala sebuah kelokan dimainkan.
Semua karakternya menyimpan sebuah rahasia meragukan-yang bisa saja menjadi sasaran utam, Feig menyusun momen tersebut secara subtil, entah itu lewat sebuah adegan maupun dialog-yang secara tak sengaja terucap. Dari sini ketertarikan untuk mengetahui kebenaran mencuat-yang justru membawa filmnya pada sebuah permasalahan sederhana-yang cukup berdampak nyata pada cerita.
Permasalahan hadir kala Feig kewalahan menciptakan sebuah twist, kejutannya memberikan sebuah efek kejut-namun tak seberapa kuat dampaknya. Terlebih, konklusinya ditutup secara terburu-buru yang mana mengurangi sebuah penebusan setimpal atas jawaban yang seharusnya terselesaikan. Sayang, A Simple Favor tak sepenuhnya memenuhi harapan.
Kesalahan memang tak dapat terhindarkan, namun, sebuah kesenangan senantiasa hadir menemani pengungkapan. Saya tidak bisa membohongi diri ketika rasa itu hadir menyenangkan hati, terlebih hentakan musik gubahan Theodore Saphiro (Spy, Ghostbusters) senantiasa memberikan semangat dalam mengungkap sebuah kebenaran yang dicari.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar