Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

JOHNNY ENGLISH STRIKES AGAIN (2018)

Selaku film ketiga sekaligus debut penyutradaraan pertama David Kerr, seri Johnny English masih tetaplah sama, menggalakan sekuen aksi sembari tak henti menampilkan komedi. Bukan sebuah kesalahan yang harus dicaci, karena pada dasarnya ini adalah tontonan ringan penghibur diri. David Kerr tak lantas menutupi-yang mana membuat Johnny English Strikes Again sadar betul akan kesederhanan miliknya.
 
 
Itulah mengapa tak ada ekspetasi lebih kala menyaksikannya, otomatis kita tinggal duduk dan menikmati sajian konyol tak berisi yang membawa sebuah kepuasan tersendiri. Ditulis naskahnya oleh William Davies yang juga menulis dua film sebelumnya, filmnya sendiri masih mewarisi formula oldskul sekaligus memparodikan formula film aksi spionase (teutama seri 007 dengan segala plesetannya).
 
 
Kisahnya sendiri masih seputar Johnny English (Rowan Atinkson) yang kini berprofesi sebagai guru geografi yang secara sembunyi mengajarkan beragam teknik spoinase kepada muridnya. Sementara itu, serangan cyber terjadi di MI7 yang kemudian membuka semua identitas agen rahasia memposisikan Britania Raya dalam bahaya. Sebagai usaha penanganan, Johnny yang identitasnya tak diketahui karena telah pensiun-direkrut kembali. Bersama Bough (Ben Miller) sang karib lama, Johnny kembali menjalankan misi-yang membawanya bertolak ke Perancis guna mengungkap sang biang keladi.
 
 
Dari sini, kegilaan Johnny dalam menjalankan misi ditampilkan-yang mana bukan sebuah kejutan kala setiap kehadirannya selalu mengundang beragam permasalahan. Semakin Johnny diterpa masalah, semakin besar tingkat kesenangan yang didapatkan. Formula demikian kian direpetisi yang mana menghindarkannya dari sebuah kejemuan berdasar sebuah faktor kesengajaan.
 
 
Di sisi lain, Perdana Menteri Inggris (Emma Thompson) mencoba meregulasi sekaligus menyembunyikan muka atas semua yang terjadi terhadap negara dengan menjadikan ahli teknologi Jason Volta (Jake Lacy), sebagai kepala keamanan digital. Keputusan ini tentu mencuatkan sebuah kejadian yang gampang tertebak arahnya oleh penonton, dan Johnny English Strikes Again tak muluk-muluk menutupinya-membenarkan penonton yang kemudian memuluskan perjalanan dengan sebagaimana mestinya.
 
 
Narasi linier tersebut sejatinya tak memiliki beragam kelokan selain seutuhnya panggung bagi Rowan Atinkson untuk mencuri perhatian. Tengok keteledorannya dalam meminum pil atau mengenakan sepatu pemanjat dinding yang seketika memecah tawa, mengingatkan kembali akan perannya dalam memainkan Mr. Bean dengan segala tingkah jenaka pula wajah polos tak berdosa miliknya. Johnny English Strikes Again selain sebagai ajang kembalinya sang aktor pasca vakum sejenak dalam dunia akting turut membawa sebuah nostalgia atas kejayaan Atinkson menghibur para pemirsanya, termasuk saya.
 
 
Johnny menolak menggunakan peralatan canggih, memilih mobil tua ketimbang mobil hibrida, pula mengenyahkan smartphone dan setia pada telepon umum. Keputusan tersebut tak dijadikan sebagai kritik terhadap para pemuja teknologi, melainkan upaya menciptakan sebuah usaha yang nantinya menghambat investigasi. Namun, kesederhanaan ini nantinya berbuah pada sebuah kejutan menuju puncak keberhasilan.
 
 
Di tengah menjalankan misi, turut pula hadir Ophelia (Olga Kurylenko), agen rahasia Rusia yang mengembam misi terselubung-yang kemudian terjebak pada sebuah kekacauan bersam Johnny, Olga sempurna memainkan sosok femme fatale dengan senyum pula gaun dan bibir merah merona. Saya berharap dia diberikan materi komedi ketimbang sebatas pemanis aksi.
 
 
Sejatinya, Johnny English Strikes Again tak mempunyai hal yang banyak dibahas selain murni sebagai tontonan sekali waktu. Tugasnya tersampaikan, namun jangan harap pasca filmnya selesai, dampak yang dihasilkan mengendap lama di ingatan. Semuanya dengan mudah terlupakan, secepat barisan komedi slapstick miliknya yang dijejalkan.
 
 
SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar