Sekte selaku debut
penyutradaraan solo pertama seorang William Chandra (3Sum) menyimpan setumpuk
intensi menarik-yang jika dikembangkan lebih baik akan menghasilkan sebuah
dampak lebih mengena. Ini tentunya merujuk pada beberapa isu sosial-yang ia terapkan.
Sebutlah konflik berasaskan prasangka hingga agama, fanatisme berlebih hingga
keengganan untuk merangkul seseorang dengan perilaku berbeda. Sayang, semua
elemen krusial tersebut harus dilenyapkan guna terciptanya sebuah twist
mencengangkan.
Seorang wanita (Asmara
Abigail) ditemukan dengan tubuh penuh
luka di tengah hutan oleh komunitas misterius-yang terdiri dari mantan
narapidana, pemilik orientasi seksual berbeda, mantan pecandu hingga orang
dengan masa lalu suram. Komunitas itu di pimpin oleh Dewi (Gesata Stella) yang
dengan senang hati menerima mereka tanpa mempermasalahkan apa yang menimpanya.
Karena menurut Dewi, masing-masing mereka adalah orang terbuang dan tanpa
tujuan. Tak terkecuali dengan apa-yang ia lakukan wanita tersebut-yang kemudian
terungkap bernama Lia.
Lia sama sekali tak
mengingat apa-apa, perlahan ia menemukan sebuah ketidakberesan di rumah itu
sebagaimana dengan saya-yang menemukan ketidakberesan pada naskah garapan
William Chandra bersama Husein M. Atmodjo (Midnight Show, 22 Menit, Lukisan
Ratu Kidul) yang seolah mengenyahkan logika. Lia ditemukan oleh seseorang yang
belum ia kenal sebelumnya, tapi alih-alih curiga atau minta di antarkan ke
rumah sakit, ia justru dengan cepat berbaur dengan yang lainnya, bahkan di
salah satu adegan Lia sempat memeluk seseorang-yang belum ia kenal jelas
asal-usulnya.
Ya, naskahnya memang
bermasalah dalam tataran logika, Meski saya tak berbohong kala Sekte mampu
memberikan sebuah nuansa mengerikan kala sang sutradara bermain dengan
kesunyian, setidaknya perasaan harap-harap cemas selalu timbul kala Lia hendak
melarikan diri dari rumah tersebut-yang seketika gagal tersampaikan akibat
performa tak meyakinkan aktris utamanya.
Ya, Asmara Abigail tak
menampilkan sebuah suguhan akting meyakinkan-kala dituntut melafalkan barisan
dialog verbal. Seolah sang akris baru pertama kali membaca naskah filmnya untuk
pertama kalinya. Ini tentu merusak suasana-yang diterapkan. Lain halnya dengan
tuturan non-verbal-yang setidaknya dapat diterima.
Hal tersebut kemudian
menimpa pada jajaran karakter lainnya, termasuk Rizky Nazar-yang kehadirannya
bak sebagai cameo belaka, ataupun kemisteriusan karakter Derby Romero-yang
gagal terlaksana. Lantas apa yang diharapkan pada Sekte selain menghadirkan
sosok hantu/monster yang layak menyandang predikat terbaik perfilman negeri
ini?
Ingin saya menyukai Sekte
kalau bukan karena potensi yang gagal tersaji. Secercah kepiawaian William
Chandra terlihat di sini, itu terbukti kala ia berusaha membangung sebuah
teror-yang kemudian berujung hampa. Terlebih karena ketiadaan sense-of-urgency
di dalamnya.
Hingga kala konklusi-yang
di dalamnya terdapat sebuah twist mengejutkan tanpa harus menipu hadir,
kepuasan akan pencapaiannya sulit untuk tercurah sepenuhnya-akibat sebuah
perjalanan menjemukan-yang harus dilalui untuk menuju kesana. Apalagi sepanjang
durasi transisi perpindahan adegan tampil kasar. Will punya kemampuan pekat
perihal membangun teror, meski seperti kebanyakan sutradara kita, ia hanya
belum lihai dalam memainkannya. Setidaknya, itu yang saya harapkan kedepannya.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar