Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SEKTE (2019)

Sekte selaku debut penyutradaraan solo pertama seorang William Chandra (3Sum) menyimpan setumpuk intensi menarik-yang jika dikembangkan lebih baik akan menghasilkan sebuah dampak lebih mengena. Ini tentunya merujuk pada beberapa isu sosial-yang ia terapkan. Sebutlah konflik berasaskan prasangka hingga agama, fanatisme berlebih hingga keengganan untuk merangkul seseorang dengan perilaku berbeda. Sayang, semua elemen krusial tersebut harus dilenyapkan guna terciptanya sebuah twist mencengangkan.



Seorang wanita (Asmara Abigail)  ditemukan dengan tubuh penuh luka di tengah hutan oleh komunitas misterius-yang terdiri dari mantan narapidana, pemilik orientasi seksual berbeda, mantan pecandu hingga orang dengan masa lalu suram. Komunitas itu di pimpin oleh Dewi (Gesata Stella) yang dengan senang hati menerima mereka tanpa mempermasalahkan apa yang menimpanya. Karena menurut Dewi, masing-masing mereka adalah orang terbuang dan tanpa tujuan. Tak terkecuali dengan apa-yang ia lakukan wanita tersebut-yang kemudian terungkap bernama Lia.


Lia sama sekali tak mengingat apa-apa, perlahan ia menemukan sebuah ketidakberesan di rumah itu sebagaimana dengan saya-yang menemukan ketidakberesan pada naskah garapan William Chandra bersama Husein M. Atmodjo (Midnight Show, 22 Menit, Lukisan Ratu Kidul) yang seolah mengenyahkan logika. Lia ditemukan oleh seseorang yang belum ia kenal sebelumnya, tapi alih-alih curiga atau minta di antarkan ke rumah sakit, ia justru dengan cepat berbaur dengan yang lainnya, bahkan di salah satu adegan Lia sempat memeluk seseorang-yang belum ia kenal jelas asal-usulnya.


Ya, naskahnya memang bermasalah dalam tataran logika, Meski saya tak berbohong kala Sekte mampu memberikan sebuah nuansa mengerikan kala sang sutradara bermain dengan kesunyian, setidaknya perasaan harap-harap cemas selalu timbul kala Lia hendak melarikan diri dari rumah tersebut-yang seketika gagal tersampaikan akibat performa tak meyakinkan aktris utamanya.


Ya, Asmara Abigail tak menampilkan sebuah suguhan akting meyakinkan-kala dituntut melafalkan barisan dialog verbal. Seolah sang akris baru pertama kali membaca naskah filmnya untuk pertama kalinya. Ini tentu merusak suasana-yang diterapkan. Lain halnya dengan tuturan non-verbal-yang setidaknya dapat diterima.


Hal tersebut kemudian menimpa pada jajaran karakter lainnya, termasuk Rizky Nazar-yang kehadirannya bak sebagai cameo belaka, ataupun kemisteriusan karakter Derby Romero-yang gagal terlaksana. Lantas apa yang diharapkan pada Sekte selain menghadirkan sosok hantu/monster yang layak menyandang predikat terbaik perfilman negeri ini?


Ingin saya menyukai Sekte kalau bukan karena potensi yang gagal tersaji. Secercah kepiawaian William Chandra terlihat di sini, itu terbukti kala ia berusaha membangung sebuah teror-yang kemudian berujung hampa. Terlebih karena ketiadaan sense-of-urgency di dalamnya.


Hingga kala konklusi-yang di dalamnya terdapat sebuah twist mengejutkan tanpa harus menipu hadir, kepuasan akan pencapaiannya sulit untuk tercurah sepenuhnya-akibat sebuah perjalanan menjemukan-yang harus dilalui untuk menuju kesana. Apalagi sepanjang durasi transisi perpindahan adegan tampil kasar. Will punya kemampuan pekat perihal membangun teror, meski seperti kebanyakan sutradara kita, ia hanya belum lihai dalam memainkannya. Setidaknya, itu yang saya harapkan kedepannya.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar