Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PARIBAN: IDOLA DARI TANAH JAWA (2019)

Mengangkat unsur budaya Batak, Pariban: Idola dari Tanah Jawa memang enggan memberikan eksplorasi lebih terkait sebuah pengenalan tradisi, memilih jalan untuk bersenang-senang ketimbang memberikan sebuah edukasi-yang bukan haram hukumnya jika dilakukan. Meskipun kurang seimbang, Pariban: Idola dari Tanah Jawa sukses sebagai sebuah film hiburan, tentunya tanpa memikirkan intensi terkait kualitas filmnya.
 
 
Halomoan Brandon Sitorus (Ganindra Bimo) adalah pria keturunan Batak yang lahir di Jakarta, sukses dengan bisnis aplikasi yang ia kembangkan bersama Agam (Surya Insomnia) pula dikelilingi wanita (ia mempunyai 7 wanita berbeda tiap harinya). Memasuki umur 35 tahun, sang Mamak (Lina Marpaung alias Mak Gondut) meminta Moan untuk segera menikah-meski ia sendiri belum siap untuk menjalin sebuah ikatan serius. Namun apa daya, Moan yang amat menghormati sang ibu kemudian pergi ke Samosir guna menemui sang pariban, Uli (Atiqah Hasiholan).
 
 
Sesampainya di Samosir, Moan terkejut mendapati Uli yang memenuhi standarisasi kriteria wanita idamannya. Namun, untuk memperisteri Uli dan membawanya ke Jakarta tak semudah yang ia kira, Uli kerap menganggap Moan sebagai saudara pula gemar bercanda di tengah Moan yan kerap merayunya. Tantangan lain pun menghalangi Moan ketika Binsar (Rizky Mocil) pria kaya asal Samosir juga mencintai Uli. 
 
 
Andibachtiar Yusuf (Love For Sale, Romeo & Juliet, Hari Ini Pasti Menang) sebagai sutradara yang turut merangkap menulis naskah bersama Ridho Brado dan Agustinus Sitorus bergerak ke ranah persaingan cinta antara Moan dan Binsar yang memperebutkan Uli-yang mana tampil menghibur di tengah kacaunya naskah mempersentasikan alur utama filmnya. Singkatnya, Pariban: Idola dari Tanah Jawa bergerak ringan tanpa perlu memikirkan beban terkait tuturan budaya miliknya.
 
 
Secara definisi, Pariban adalah sepupu yang berhak dinikahi, demikian yang dijelaskan filmnya yang kerap menggunakan teknik breaking the fourth wall guna mendekatkan karakter dengan penonton. Hasilnya adalah positif, lewat sudut pandang Moan kita diajak untuk larut dalam kondisi meski pemahaman terkait narasi sejatinya kacau. Setidaknya, kamera hasil bidikan Bill Tristiandy memberikan sebuah pemandangan yang mendamaikan hati lewat bentangan sudut Danau Toba yang membuat saya ingin mengunjunginya.
 
 
Bergerak ke ranah romantic-comedy, Pariban: Idola dari Tanah Jawa melayangkan sebuah komedi yang mampu menyulut tawa, itu berasal dari sebuah lelucon terkait perangai orang Batak yang kerap mengerikan-yang mana pernyataan ini kerap kita patenkan. Sisanya, hanya mampu menyulut dua atau tiga senyum ketimbang tawa yang terbahak.
 
 
Atiqah Hasiholan kembali bersinar lewat karakternya yang memberikan sebuah kenyamanan, itu terlihat kala performa sang aktris kerap memberikan sebuah nyawa ketika berdialog. Ganindra Bimo memberikan sebuah performa meyakinkan yang membuat Moan menjadi karakter likeable, sayang, chemistry keduanya tersaji hambar. Ini diakibatkan kurangnya sebuah payoff antara karkter mereka yang kerap bertolak belakang. Sementara, Rizky Mocil tetaplah sosok yang meriuhkan suasana lewat gaya komedi miliknya.
 
 
Seperti yang telah saya singgung, penyutradaraan Andibachtiar Yusuf kerap menghasilkan sebuah momen hit-and-miss sarat repetisi. Ini terjadi kala persaingan atau kecemburuan Binsar maupun Moan kerap ditampilkan, meski dalam situasi berbeda, ia juga turut menghadirkan sebuah momen tak perlu, sebutlah momen kala mereka bertanding catur yang nihil sebuah esensi.
 
 
Belum lagi transisi kasar kerap terjadi-yang bermuara pada sebuah konlusi yang berpotensi mengecewakan bagi penontonnya. Itu terjadi kala Pariban: Idola dari Tanah Jawa memilih opsi untuk membagi filmnya ke dalam dua jilid-yang pada saat bersamaan turut melukai narasinya. Pun, terkait pengembangan karakter Moan sama sekali tak ada sebuah perubahan pasca kepergian ke Samosir memberikan sebuah progres yang cukup signifikan. Ini sejatinya patut untuk dipertanyakan selain bukan karena naskah yang terasa jalan ditempat.


Saya memang tak menampik bahwa saya pribadi menikmati Pariban: Idola dari Tanah Jawa sebagai sebuah sajian yang sanggup memberikan tawa, terutama kala sebuah sekuen menghadirkan Dayu Wijanto di dalamnya. Keengganan untuk tampil konsisten memang sukar diharapkan, meskipun demikian, sebagai hiburan, sekali lagi, Pariban: Idola dari Tanah Jawa di rasa sukses menjalankannya.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar