Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

ARWAH NONI BELANDA (2019)

Entah....entah harus mulai dari mana saya memulai kata-kata, menyaksikan Arwah Noni Belanda adalah sebuah pengalaman paling berat dan melelahkan, lebih berat ketika melihat mantan jadian sama sahabat dekat dan lelah yang tak sebanding dengan lari marathon 20 kali putaran. Singkatnya, ini adalah sebuah pekerjaan yang membuat seorang Dilan pun tak akan kuat memikulnya.



Kisahnya sendiri mengenai Sarah Astari (Sara Wijayanto) yang baru saja pindah rumah bersama sang suami, Kevin (Ferdian Aryadi) dan turut serta memboyong sang buah hati, Amelie (Nayla D. Purnama) ke sebuah rumah yang diberikan sang bos sebagai fasilitas pekerjaannya. Untuk mengetahui pekerjaannya, saya kebingungan mencerna apa pekerjaan utama Sarah yang nihil sebuah penjelasan dalam proses introduksi. Hingga sebuah dialog Sarah dengan Kevin membicarakan perihal menulis, saya baru paham pekerjaannya adalah seorang penulis novel horor.


Sarah diperintah untuh menulis cerita mengenai sosok Hellen Van Stolch (Milena Tunguz), seorang noni Belanda yang tewas mengenaskan pada tahun 1834. Tentu, dari sini, naskah hasil tulisan King Javed (Angker, Tujuh Bidadari) sudah terendus arahnya, Sarah beserta keluarga nantinya akan diganggu oleh arwah Hellen yang menginginkan sebuah kebenaran terhadap ceritanya.


Saya tak mempermasalahkan jika Arwah Noni Belanda memilih jalur formulaik dalam pengisahannya, asalkan eksekusi yang dihasilkan memberikan sebuah penebusan setimpal. Namun, menginginkan sebuah kata “setimpal” rupanya bak pungguk yang merindu rembulan. Begitu jauh dan sulit berharap pada penyutradaraan Agus H. Mawardy alias Agus Pestol (Tebus, Valentine) yang penuh dengan kemalasan.


Ya, sebuah film memang tak lepas dari sebuah kesalahan-sekalipun itu film yang bertaraf bagus sekalipun. Namun, Arwah Noni Belanda sangat suka untuk dimaafkan-meski berbekal durasi 75 menit miliknya-yang hanya tersusun atas sebuah repetisi adegan mimpi yang ditampilkan lebih dari enam kali. Padahal flashback mengenai kejadian asli Hellen Van Stolch tak lebih dari 10 menit, mudah menyebut bahwa Agus Pestol adalah seorang yang lalai alias lebay, itu terbukti pula pada tata kamera yang bergerak lama-tanpa adanya sebuah esensi lebih selain sebuah penguluran.


Deretan jumpscare-nya tak seberapa membantu, selain medioker, terornya sama sekali tak menyulut sebuah ketegangan maupun keseraman-yang ada hanyalah sebuah aksi menggelikan yang tak henti menyulut tawa berlebihan akibat sebuah kebodohan yang dilakukan. Diperparah lewat tata rias murahan-yang hanya sekedar mengandalkan pensil alis sebagai alat penebal mata-yang menadai seorang anak kerasukan. Dari sini saya ingin bertanya, apakah biaya make-up sebegitu mahalnya-hingga tak sempat membeli perlengkapan lainnya?
Mengamini pernyataan tersebut, dialognya berisi dari barisan kalimat yang tak kalah menggelikan lewat pembawaan yang luar biasa kaku nan penuh kesalahan dalam pengucapan, contohnya ketika karakter Kevin mengutarakan sebuah alasan atas ketidakpercayaannya terhadap takhayul-yang lantas mengantarkannya pada sebuah pengucapan dialog bahasa Inggris penuh kesalahan dan kekeliruan, ia pun tak bisa membedakan membacakan “devil” dan “evil”. 


Ingin rasanya saya menyarankan kepada Kevin untuk mengambil les bahasa Inggris ditengah status-nya yang merupakan seorang pegawai kantor, pun saya juga ingin mengajari Sara Wijayanto bagaimana membedakan sebuah teriakan kala bertemu dengan “setan” atau bertemu dengan “mantan”. Sara jelas tak bisa membedakan keduanya, dan memilih teriakan datar, se-datar akting kaku bak batang kayu miliknya.


Konklusinya luar biasa mengejutkan, Arwah Noni Belanda seketika membawa sebuah karakter baru-yang patut dipertanyakan dari mana kedatangannya, terlebih pasca sebuah epilog menampilkan sebuah kalimat “3 bulan kemudian” saya terkekeh tanpa sebab pasca mendapati sebuah twist yang luar biasa penuh kemalasan tanpa adanya sebuah rajutan penceritaan. Ini sama halnya dengan keengaanan sang editor untuk mematikan fitur auto correct dari Microsoft Word-yang menampilkan ketikan hasil tulisan Sarah yang pernuh ke-typo-an, belum lagi Agus Pestol menampilkannya dengan menyorot layar monitor secara penuh. Sungguh, sebuah kesalahan yang tak malu untuk ditampilkan.


SCORE : 0.5/5

Posting Komentar

0 Komentar