Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

KUNTILANAK 2 (2019)

Kuntilanak 2 dibuat karena 1) Film pertamanya meraih kesuksesan luar biasa (berhasil mengumpulkan 1,2 juta penonton selama penayangannya) dan 2) Nama "Kuntilanak" yang seolah sudah menjadi trademark yang ampuh membawa penonton untuk menyaksikannya. Selain dari dua faktor tersebut, Kuntilanak 2 adalah sekuel yang sama sekali tak terlalu dibutuhkan-yang kehadirannya sebatas menampilkan kompilasi menyeramakan sang tokoh tituler-yang pasca usai menontonnya, impresi yang dibawakan mudah untuk terlupakan. 
 
 
Masih dinahkodai oleh Rizal Mantovani (Jailangkung, Kuntilanak, Tembang Lingsir) bersama penulis naskah Alim Sudio yang juga menulis naskah film pertamanya, kisahnya sendiri masih mengenai cerita anak asuh Tante Donna (Nena Rosier) yang kali ini dikejutkan oleh kedatangan seorang perempuan bernama Karmila (Karina Suwandi) yang mengaku sebagai ibu kandung Dinda (Sandrinna Michelle Skornicki). Donna memang tak lantas langsung percaya dan menimbangkan beberapa bukti yang jelas, namun, tidak dengan Dinda yang haus akan kasih sayang seorang ibu.
 
 
Dinda meminta Tante Donna untuk menemui sang ibu-yang kemudian ditemani oleh adik dan kakaknya: Kresna (Andryan Bima), Miko (Ali Fikry), Panji (Adlu Fahrezy) dan si bungsu Ambar (Ciara Nadine Brosnan). Demi menjaga anak-anak, Tante Donna memerintahkan puterinya, Julia (Susan Sameh) untuk ikut bersama mereka-yang juga turut ditemani Edwin (Maxime Bouttier) sang kekasih. Perjalanan menuju rumah Karmila yang berada di tengah hutan pun dimulai-yang kemudian menjadi pusat terjadinya sebuah bencana mengerikan.


Tak butuh waktu lama untuk penonton menebak sang dalang utama-yang sedari awal kemunculannya sudah terendus baunya. Setidaknya, apresiasi patut dilayangkan kepada Alim Sudio beserta Rizal Mantovani yang terang-terangan menjadikan Kuntilanak 2 sebagai sebuah sajian straightforward-yang tak mencoba untuk tampil rumit-meski keputusan itu sendiri tak lantas mengangkat derajat filmnya yang masih berkubang pada permasalahan sama seperti film pertama.


Ya, demi menghadirkan sebuah kengerian, Kuntilanak 2 menampilkan sebuah jumpscare murahan (yang meski tak sepenuhnya) sebagai andalan, untungnya, pilihan tersebut tak lantas tampil terlalu sering. Ada sebuah penelusuran terkait sikap kepolosan dan ketidakpercayaan yang dieksploitasi oleh Rizal, setidaknya ia menebar cakupan cerita yang cukup guna membuat penonton paham meski kegagalan terkait penulisan menjadi sebuah hal yang cukup fatal.


Penulisan dialognya sangatlah malas (film pertama lebih unggul dari aspek ini) yang mana memaksa karakternya mengeluarkan rentetan dialog verbal yang tak perlu dan bahkan penonton pun dapat mengerti dengan sendirinya. Kuntilanak 2 menganggap penontonnya sebagai orang bodoh yang genar disuapi beragam informasi tak perlu miliknya.


Meskipun terlihat medioker, desain sosok Kuntilanak sendiri tertolong berkat kepiawaian Karina Suwandi menghidupkan sang sosok ikonik, namun, pasca melihat kemampuan mencengangkannya di Sebelum Iblis Menjemput, praktis, Karina tak diberi bekal yang memadai guna menyuntikkan emosi maupun keseraman. Potensinya jelas tersiakan.


Menyampaikan sebuah penceritaan bukan berarti lalai untuk memperhatikan pacing, Kuntilanak 2 terinjeksi pernyataan demikian yang mana gagal Rizal tingkatkan guna menciptakan sebuah kengerian. Rizal cenderung bermain pelan dan ketika tiba saat menampilkan berujung keteteran. Ini yang gagal Kuntilanak 2 tampilkan guna memberikan sebuah penebusan setimpal.


Konklusinya memang berpotensi tampil gahar dengan menempatkan karakter cilik diambang ancaman. Namun, upaya tersebut gagal terlaksanakan akibat Rizal terlalu abai, memilih menekankan sebuah penguluran yang membuat penonton gemas tak karuan (in a bad way). Kuntilanak 2 dan Karina Suwandi memiliki persamaan, yakni sama-sama memiliki potensi yang berujung terabaikan.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar