Selaku sekuel bagi DOA: Cari Jodoh (2018), Mendadak Kaya adalah sebuah usaha melucu yang tak benar-benar lucu. Namun, berbicara mengenai urusan tawa memang tergantung selera, Mendadak Kaya mungkin diniati sebagai hiburan bagi pecinta komik strip yang dimuat Poskota-yang mayoritas dibaca oleh masyarakat menengah ke bawah. Saya memang bukan masyarakat atas yang begitu gensi untuk tak mengaku terhibur oleh banyolan receh khas mereka, namun, Mendadak Kaya adalah bukti bahwa keselurhan kualitasnya nyaris mengundang untuk mengangkat jempol ke bawah.
Masih berbicara soal kehidupan Doyok (Fedi Nuril), Otoy (Pandji Pragiwaksono) dan Ali Oncom (Dwi Sasono). Doyok mendapati dirinya terlilit hutang besar atas perlakuannya yang tak sengaja membuat warung kopi Mang Ujang (Ence Bagus) kebakaran. Otoy masih seorang pengangguran yang malas bekerja, sering ditanyai kapan membelikan sepeda untuk sang anak pula diancam gugatan cerai oleh sang istri, Eli (Nirina Zubir). Sementara Ali Oncom masih tetap sosok yang gemar bersilat lidah ditengah tuntutan sang kekasih, Yuli (Jihane Almira) yang memaksa dirinya untuk segera menikahinya.
Ketiganya kemudian berkumpul sembari mencari jalan keluar yang mana akan terselesaikan jika mereka memiliki pekerjaan. Dari sini, naskah buatan Anggy Umbara (turut merangkap sebagai sutradara) bersama Iyam Renzia menyoroti trio Doyok-Otoy-Ali Oncom mencari pekerjaan-yang kemudian berlanjut bermain guyonan pasca mereka bekerja di sebuah car wash-yang seperti pada pola film pertama, nantinya akan berujung pada sebuah sikap ceroboh mereka yang kemudian Anggy eksploitasi sebagai sebuah komedi. Kejadian ini kerap direpetisi yang kemudian menciptakan sebuah kelelahan tersendiri.
Mendadak Kaya bak kumpulan sketsa demi sketsa yang dirajut paksa, keseluruhan filmnya menampilkan aktivitas keseharian Doyok-Otoy-Ali Oncom dengan problema yang sama yang kemudian tampil tak bertenaga berkat lontaran komedi receh yang selalu menghiasi, ya, ini memang film komedi, namun ketika humornya kerap meleset nan urung menyulut tawa, dengan mudah saya menyebut Mendadak Kaya sebagai sajian yang penuh percaya diri tampil sok asyik tanpa berhasil mengusik.
Hingga kala titik balik karakternya yang seketika mendadak kaya, seketika filmnya bersikap norak, trio Doyok-Otoy-Ali Oncom menghambur-hamburkan uang di jalanan, belanja ke mall dengan lagak orang kaya baru-yang pada momen itu turut melontarkan sebuah komedi "melepas sendal" yang mana adalah sebuah komedi yang usang, nihil kesegaran, pula identik dengan predikat kampungan. Uniknya, kata tersebut seolah mewakili keseluruhan filmnya.
Tak peduli seberapa kuat para pemain menghidupkan peran, semuanya tetap tak mampu mengangkat deajat filmnya dari kebobrokan. Pengecualian terhadap Dwi Sasono yang berhasil menjadikan sosok macam Ali Oncom sebagai figur eksentrik nan norak (in a good way) dengan bualan kata yang kerap terlontar dari mulutnya yang berhasil menyunggingkan senyum, meski tawa terbahak sukar terjadi.
Hingga kala sebuah konklusi yang memaksa Anggy menaburkan sedikit bumbu kriminalitas di dalamnya menciptakan sebuah transisi kasar (di tengah eksekusi yang kacau) sembari tetap setia bermain komedi. Hasilnya adalah sebuah ketidakmungkinan yang bisa dipahami mengingat ini adalah sajian komedi yang pada kasus ini menciptakan sebuah impresi yang sulit untuk diterima maupun dipahami.
Sebuah sekuen menampilkan ketiganya beserta jajaran pemain lainnya berlibur ke DisneyLand yang kemudian salah alamat dengan mengunjungi JungleLand-yang kemudian Anggy jadikan sebuah wisata penghasil tawa yang gagal terlaksana. Semuanya masih sama, banyolan norak berupa ketidaktahuan para karakternya yang sukar memantik tawa, terlebih kala momen ini dijadikan sebagai sebuah info layanan masyarakat berupa tajuk untuk "mencintai produk dalam negeri" dari sini saya menanyakan kredibilitas pembuatnya yang ingin dicintai namun enggan memberikan sebuah karya yang layak dicintai.
SCORE : 1.5/5
0 Komentar