Adaptasi novel Happy Hand milik Guillaume Laurant, secara mengejutkan, bisa saja menjadi kambing hitam dalam nominasi Best Animated Feature Film gelaran bergengsi Oscar tahun ini. Mengedepankan sebuah cerita yang tak biasa-mengenai potongan tangan yang mencari tujuan pasca kabur dari laboratorium pemeriksaan, I Lost My Body mengaburkan sebuah logika yang tak seharusnya bekerja-yang nantinya menghadirkan sebuah makna perihal menjalani realita.
Naoufel (Hakim Faris) adalah seorang pengantar pizza yang kerap mendapatkan teguran dari sang atasan karena keterlambatannya dalam mengantarkan pesanan. Meskipun mendapat sebuah teguran dan cacian, Naoufel tetap tak bergeming dan memilih pergi mengantarkan pesanan yang kali ini berasal dari seorang wanita muda bernama Gabrielle (Victoire Du Bois) yang tak lantas ia terima pasca sebuah kecelakaan menyebabkan pizza-nya berantakan dalam waktu keterlambatan yang memakan waktu 20 menit.
Alasan yang dilayangkan Naoufel kepada sang pemesan berujung pada sebuah percakapan panjang melalui recorder. Suara sang pemesan membuatnya jatuh hati, mengingatkan saya akan Her-nya Spike Jonze setelah lift apatemen macet yang sukar dilewati. Ditemani rincikan hujan, kita menyaksikan sebuah obrolan kasual yang memenangkan hati, yang nantinya berujung pada sebuah proses pencarian atas rasa yang mendorong karakternya melakukan sebuah kegiatan bermakna.
Ditulis dan disutradarai oleh Jérémy Clapin, I Lost My Body adalah kapsul mujarab dalam mengobati sebuah kehilangan (Naoufel sedari kecil telah kehilangan kedua orangtuanya dalam sebuah kecelakaan) sembari tetap merawat kenangan yang diberikan. Dalam kasus ini, Naoufel mencari penguat diri lewat sosok yang ia cintai, yang menurutnya bisa menjadi sebuah penawar atas kehilangan yang selama ini ia hadapi.
Gabrielle adalah tujuannya, ia adalah sosok yang menurutnya bisa menjadi pendamping di tengah rasa malunya untuk memulai sebuah hubungan, dari sini Clapin menaburkan sebuah romansa manis dari dua muda-mudi naif yang enggan mengakui perasaan-yang mencoba mencari cara guna menunjukan sebuah tindakan.
Di sisi lain, ia mencoba menghubungkan kisah pararel yang mulus berjalan, sebuah potongan tangan yang sedang mencari tujuan dan seorang manusia yang dirundung kehilangan. Dua cerita ini tak lantas saling memdistraksi, memberikan sebuah pemaknaan yang ditampilkan lewat bahasa visual secara subtil dan mendalam, tambahkan sebuah keliaran dari hasil olah imajinasi yang menghasilkan sebuah kesan mendalam.
Walaupun dituntut untuk setia terhadap sumber materi asli, tak menyurutkan Clapin untuk tetap melakukan sebuah aksi glorifikasi-yang membuahkan hasil perihal pencarian jati diri. Pun, dalam penyajiannya, ia sempat bermian "pemaknaan" lewat cara menangkap lalat misalnya, momen tersebut sekilas terlihat biasa, namun memiliki sebuah pemaknaan tersendiri selain sebagai sebuah buah kenangan dari sosok tercinta yang dinamakan keluarga.
Pun, keluarga adalah tiang pondasi utama I Lost My Body-yang kemudian dimanifestasikan ke sebuah usaha penerimaan diri sendiri yang dilakukan karakternya dalam usaha melanjutkan kehidupan. Ada sebuah titik balik yang paling mengena pula mendalam, ketika Gabrielle dan Naoufel berbicara jujur dari hati ke hati beratapkan langit, bermandikan ribuan bintang-yang membuat keduanya saling memandang cahaya lampu kota sembari menanyakan persepsi mengenai kepercayaan terhadap takdir. Sekuen ini sarat akan kehangatan pula keintiman, disamping sisi teknis menciptakan sebuah keindahan.
Berbekal sebuah sekuen tersebut, konklusinya menghadirkan sebuah penebusan setimpal dalam usaha mencari sebuah jalan keluar, membuka jalan bagi karakternya untuk tersenyum lebar atas sebuah keberhasilan setelah sebelumnya keluar dari jurang ketakutan. Teruntuk orang yang berjasa dalam kehidupan, yang menjadi penyemangat melakukan sebuah tindakan, I Lost My Body adalah sebuah surat cinta bagi kalian.
SCORE : 4/5
0 Komentar