Diluar sampul utamanya sebagai romansa remaja, Dignitate turut meneriakan makna "dignity" yang sejatinya mampu dipahami, namun, mampu dipahami tak lantas membuatnya menampilkan sebuah kedalaman-yang membuatnya hanya berada di permukaan berbekal makna yang sebatas di vokalkan. Begitulah kenyataan Dignitate yang sebatas memenuhi sasaran utamanya-yakni para remaja yang haus akan cerita yang menurutnya kompleks, yakni sepasang muda-mudi berparas cantik dan rupawan yang gengsi menyatakan cinta. Itu saja cukup membuat mereka histeris dan menangis.
Diluar segmentasinya, penonton dewasa hanya akan meringis terhadapanya. Melihat para karakternya bermain cinta dengan setumpuk permaslahannya rasanya sulit untuk mengamini perbuatannya yang kelewat melakukan sebuah tindakan tanpa terlebih dahulu dipikirkan. Lagipula, untuk apa saya mengeluh terhadapnya jika kesubtilan akan cerita pula logika tak menjadi sebuah kepentingan. Untungnya, secercah daya hiburan berbasis bumbu komedi setidaknya-mampu menjadi pengobat diri.
Alana (Caitlin Halderman) adalah remaja yang kerap berpindah tempat pula sekolah ketika sang ibu (Izabel Jahja) mendapati satu permasalahan yang menurutnya dirasa membahayakan. Perlakuan over-protektif ini membuat Alana "terbebani" dan terpaksa ia lakukan demi mewujudkan bentuk cintanya terhadap sang ibu. Di sekolah baru, Alana duduk di samping Alfi (Al Ghazali) siswa berprestasi yang memiliki paras rupawan sekaligus sosok idaman para wanita-meski sifatnya sifatnya sendiri dikenal jutek dan dingin. Berulang kali sahabatnya Keenan (Teuku Ryzki) menuntutnya untuk berubah, namun, Alfi tetap tak bergeming.
Tak butuh waktu lama untuk mengetahui bahwa hubungan Alana dan Alfi nantinya akan berubah menjadi rasa cinta yang kemudian memaksa keduanya melewati beragam problema. Materi tersebut sudah menjadi hal wajib bagi sebuah romansa remaja, terlebih bagi sebuah sajian yang mengambil dari cerita Wattpad (yang kemudian dijadikan Novel) yang kerap diangakat oleh sinema. Hal tersebut yang membuat sang sutradara, Fajar Nugros (MeloDylan, Yowis Ben, Generasi Micin) membatasi kemampuannya, demi untuk tetap setia pada sumberi materi asli milik Hana Margaretha ini.
Keseluruhan Dignitate tak ubahnya sebuah romansa yang sudah kita saksikan sebelumnya, yang tetap mengedepankan formula sama-yang nantinya akan membuat karakter utama untuk bersama. Sulit untuk dihindarkan, meski kapasitas Fajar yang juga menulis naskahnya tetap terasa, hal tersebut terjadi kala sang sutradara menyuntikan bumbu komedi, memasang kembali Erick Estrada serta Arief Didu untuk meninjeksi para penontonnya-yang berhasil menyulut sebuah tawa.
Itu hanya sempilan kecil yang tak lantas mengangkat derajat Dignitate dari keterpurukan kala naskahnya kerap meninggalkan lubang menganga pula sarat sebuah penyerderhanaan. Yang paling vital adalah latar belakang keluarga Alfi yang kurang tergali, menyulut sebuah tanya terkait motivasi Alfi mengembalikan kehormatan keluarga-yang kita tahu sepenuhnya disebabkan oleh ulah sang kakak, Regan (Giorgino Abraham), meski jika menilik kenyataan, Alfi beserta sang ibu (Sophia Latjuba) masih dapat hidup berkecukupan.
Ketimpangan lain hadir kala karakter bernama Sabitha (Lania Fira) turut ditampilkan-yang berujung memudarkan sebuah kepercayaan Alana terhadap Alfi yang semula bersemi. Tarik ulur serta akurasi narasi timpang-tindih menjejali Dignitate yang kian sesak apabila ditilik kembali, keterkaitan-keterkaitan tersebut terasa dijahit paksa tanpa memperhatikan skema-yang kemudian membuat konflik yang seharusnya penuh urgensi tersebut sebatas tampil sebagai penghias belaka.
Hal tersebut berdampak pada sebuah konklusi yang tampil mengada-ada, seolah belum cukup sampai di situ, keputusan untuk menambahkan unsur dramatisasi berlebihan menciptakan sebuah kesan penyelesaian yang teramat menggampangkan. Pun, ketidaklogisan mewarnai guliran kisahnya kala karakter ibu Alana yang seketika melunak begitu saja-yang kemudian disusul oleh sebuah adegan ujug-ujug kala Alana secara tiba-tiba datang ke tempat kejadian dengan begitu cepat tanpa adanya sebuah usaha menghubungi. Transisi kasar ini membuktikan pembuatnya kurang peka terhadap pengisahan.
Beruntung, Dignitate mempunyai Caitlin Halderman yang melahirkan karakter lovable nan menggemaskan yang tak lantas disokong oleh lawan mainnya yang teramat kaku seperti biasa, ya, karakter yang dimainkan Al Ghazali memang dingin-namun itu tak lantas mengharuskannya bersikap sedingin es dan sekaku batang kayu. Karakter pendukungnya lebih mengerti akan situasi, Teuku Ryzki dan Dinda Kanya Dewi jauh lebih unggul atas kemampuannya di sini.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar