Setelah 27 tahun menemani pemirsa setianya, seri Si Doel yang berawal dari layar kaca dan melebarkan sayap menghiasi layar lebar kini tiba di penghujung akhir kisahnya, Akhir Kisah Cinta Si Doel adalah penutup bagi para penggemar yang selalu menantikan keputusan sang tituler terhadap dua wanita yang pernah dan tengah mengisi hatinya. Mengingat urgensi yang dimilikinya ini, Akhir Kisah Cinta Si Doel jelas harus menjadi sebuah salam perpisahan yang memuaskan di tengah jalinan pengisahan yang sedikit tak sesuai harapan.
Saya begitu terpukau oleh penyutradaraan Rano Karno kala menghadirkan sebuah emosional berbasis tinggi di Si Doel the Movie 2 (2019) yang meneliminasi pikiran saya yang sebelumnya berpendapat bahwa seri Si Doel hanyalah sebuah ajang pemanfaatan atas perayaan nostalgia belaka. Hal ini tentu membuat saya memasang ekspetasi tinggi kala melangkahkan kaki ke bioskop yang rupanya berujung pada sebuah kekecewaan kala filmnya tak menghadirkan kualitas lebih atau minimal setara dengan prodesesornya yang luar biasa itu.
Melanjutkan guliran kisah pada akhir film kedua, kepulangan Sarah (Cornelia Agatha) guna mengantar sang buah hati, Dul (Rey Bong) menghabiskan waktu di Jakarta secara langsung mempertemukannya dengan Zaenab (Maudy Koesnaedi) teman sekaligus rivalnya dalam merebut hati Doel (Rano Karno). Sarah yang menyerahkan surat gugatan cerai-hingga kini belum digubris secara langsung oleh Doel-yang mana membuat Zaenab mempertanyakan kepastian sang suami.
Kini, Zaenab positif hamil. Kehamilannya memberikan sebuah rasa bahagia juga duka yang luar biasa kala ia dihantui perasaan bersalahnya kepada Sarah. Zaenab yang sempat keguguran mengonfrontasi Doel untuk segera melakukan tindakan yang kemudian memilih pergi sementara guna menenangkan pikiran. Sementara di saat bersamaan, Dul kecil sangat penuh harapan menginginkan sang ayah dan ibunya untuk bersatu kembali.
Doel masihlah sosok pria yang gamang (atau lalai maupun plin-plan) akan sebuah keputusan-yang mana keadaan tersebut sudah ditampilkan di sinetron maupun dua film sebelumnya. Seolah belum cukup, naskah yang juga ditulis oleh Rano Karno ini mematenkan sikap Doel yang demikian-yang mana membuat keadaan tersendat dan membuat jalinan pengisahan utama filmnya seolah terseret-seret menantikan sebuah ketegasan atas kepastian karakternya.
Ini yang membuat Akhir Kisah Cinta Si Doel bagai usaha tarik-ulur yang kekurangan daya pula tak punya taring lebih guna melebarkan penceritaan. Meski di satu sisi, pujian patut dilayangkan kala Rano Karno tetap memberi layer sempurna bagi masing-masing karakternya, Zaenab kini berani mengambil tiindakan di tengah karakternya yang selalu berkorban-yang mana kembali menampilkan kapasitas Maudy Koesnaedi menghasilkan sebuah range emosi meyakinkan termasuk dalam barisan monolog kala pertama kali membuka sekuennya. Sementara Sarah kini terhindar dari sosok seorang yang kembali di saat yang tak tepat (atau lebih tepatnya antagonis) kala rasa karakternya turut diberikan sebuah hati. Sementara Rey Bong tampil ditengah kerumitan, memaksanya untuk bersikap lebih dewasa dalam menghadapi kenyataan.
Selain aspek tersebut, Akhir Kisah Cinta Si Doel tak ubahnya sebuah sajian yang kebingungan menentukan laju penceritaan yang kian menekan. Ini tentu menghadirkan sebuah kelelahan tersendiri kala durasi 93 menit urung menampakan sebuah taji selain menampilkan barisan karakternya yang saling tersakiti. Di lini pendukung, Atun (Suti Karno) mampu menjadi penengah, sementara Mak Nyak (Aminah Cendrakasih) tetaplah panutan utama-yang mampu memberikan saran tanpa mencampuri urusan.
Untuk memberikan sebuah jeda terhadap jejalan drama, karakter Mandra masih dieksploitasi guna menghangatkan suasana-yang kali ini turut diberikan sebuah pengisahan yang layak kala dirinya kembali menemukan tujuan, berbanding terbalik dengan karakter Doel yang masih terombang-ambing dalam mengambil keputusan-yang pada saat bersamaan turut mengorbankan durasi waktu penuh kekosongan untuk berkubang pada permasalahan yang seolah tak kunjung menemui jalan.
Terkait pertanyaan "Siapa yang akan dipilih Doel?", Akhir Kisah Cinta Si Doel untungnya memberikan sebuah kepastian yang diinginkan, kala keputusan tersebut tak hanya sebatas "memilih", namun turut dipertimbangkan-yang membuat penonton merasa aman akan sebuah penjelasan. Sempat menghadirkan sebuah kejutan, filmnya terasa sukses mengecoh pemikiran-yang pada titik tersebut keadaan bak sebuah pisau bermata dua.
Konklusinya juga adalah tempat terciptanya sebuah keterburuan dalam ajang menutup sebuah kebingungan-yang kemudian turut menghasilkan transisi kasar yang mengabaikan sebuah pendewasaan. Tujuan Rano adalah ingin mendamaikan-yang mana kurang tepat dalam hal penyajian. Setidaknya iringan orkestrarisasi dari Purwacaraka memberikan sebuah nyawa kala lagu Hanya Rindu milik Andmesh ditampilkan menemani sebuah perasaan. Meski, secara keseluruhan, Akhir Kisah Cinta Si Doel adalah sebuah penutup yang seharusnya bisa tampil membekas lebih dalam ketimbang sebatas sebuah penyajian yang mengurangi perayaan.
SCORE : 3/5
0 Komentar