Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SUNYI (2019)

Serupa judulnya, Sunyi sarat akan nuansa kesunyian, entah itu digambarkan lewat tempat yang menjadi panggung utama (baca: sekolah) maupuan perasaan sang protagonis. Awi Suryadi (Badoet, Danur, Street Society) selaku sutradara mengambil pendekatan tersebut guna meningkatkan esensi cerita-yang membuat remake Whispering Corridors (1989) ini berada di atas pendahulunya.


 
Jika Whispering Corridors berjasa lewat isu kritik terhadap sistem pendidikan di Korea Selatan (selain fakta pembebasan sensor pasca kediktatoran militer berakhir) yang kemudian melupakan jati utama filmnya sebagai film horor. Sebaliknya, Sunyi mengedepankan tampilan horor sembari tak melepas kritik terhadap sistem budaya perundungan yang masih terjadi. Bahkan, dalam Sunyi penjabaran itu di deskripsikan secara jelas sekaligus mempunyai alasan kuat bagaimana budaya yang telah mendarah daging itu kerap diberlakukan.


Naskah garapan Awi Suryadi bersama Agasyah Karim  dan Khalid Kashogi (Badoet, Mau Jadi Apa?, Reuni Z) menempatkan sang protagonis utama kita yang bernama Alex (Angga Yunanda) kala dirinya pertama kali masuk sekolah SMA Abdi Bangsa dan tengah gusar akan budaya senioritas di sekolahnya, "senioritas kan bagus buat charachter building" begitu ucap sang ibu (Unique Priscilla) yang seolah membenarkan perlakuan setan, di samping memberikan gambaran terkait pikiran kolot yang masih mengakar pada orang tua.


Budak, demikian panggilan untuk siswa kelas sepuluh, di malam ari pertama mereka masuk sekolah harus menghadapi perintah para manusia (predikat untuk kelas sebelas, kelas dua belas di sebut "raja" sementara alumnus di sebut "dewa") yang kali ini di pimpin oleh trio: Andre (Arya Vasco), Erika (Naomi Paulinda) dan Fahri (Teuku Ryzki) yang memberikan mereka kekuatan (atau lebih tepatnya penjajahan) sementara mereka di larang untuk masuk toilet, kantin, perpustakaan hingga diwajibkan mengucap salam dan menundukkan kepala.


Bu Ningsih (Dayu Wijanto) selaku kepala sekolah tak berkutik, membiarkan budaya tersebut tetap lestari demi menjaga nama baik sekolah agar tetap mendapat gelar berprestasi. Alex yang terpaksa menurut atas sistem tersebut mencurahkan segala kekesalannya dalam buku jurnal miliknya, yang kemudian di sita oleh Fahri bersama sang rekan pasca ia mendengar bahwa Alex adalah keturunan seorang paranormal dan di minta untuk memanggil hantu gentayangan.


Semula misi itu berujung pada sebuah kegagalan, namun, dari sini unsur horor mulai ditekankan. Awi merangkai momen solid dalam menampilkan sebuah penampakan, mengurangi jumpscare pun menekankan musik penuh kesunyian yang mencekam berkat scoring gubahan Ricky Lionardi (Danur, Sakral, Lukisan Ratu Kidul). Begitu para hantu mulai meneror sang penindas, terciptalah sebuah sekuen yang seketika menaikkan intensitas.


Itu terbukti nyata pada sebuah adegan di sebuah listening class hingga sebuah sekuen yang melibatkan kolam renang di dalamnya. Selain rasa horor yang di tampilkan, dari sana pula terdapat kerapuhan yang membuat tiga manusia kejam itu layak dipertahankan. Ada sebuah alasan kuat yang membentuk ketiganya, yakni peranan orang tua yang tak serta merta menjalankan tugas sebagaimana mestinya.


Seperti di ungkap pada poster dan trailer, Alex nantinya akan bertemu dengan siswi perempuan bernama Maggie (Amanda Rawles) teman yang memberikan dukungan untuknya untuk bertahan. Jika anda sudah menonton versi aslinya, tentu akan terdapat sebuah twist terkait salah satu tokoh. Twist tersebut sejatinya dapat terendus sedari awal, yang meski tampil demikian Awi sudah mempersiapakan sebuah penebusan setimpal-yang mana urung dilakukan sang sumber adaptasi.


Sulit untuk tak mengakui bahwa riasan sang hantu tak seberap menyeramkan, pun make-up nya terlampau generik. Namun, ada sebuah kekonsistenan dari keputusan tersebut-yang membuat Sunyi tak sekedar adaptasi asal jadi. Konklusinya tersaji antiklimaks-namun pasca sebuah konfrontasi yang melibatkan Alex dan Andre, Awi memberikan sebuah akhiran yang seharusnya terjadi. Yang pada titik ini turut memfasilitasi Adrian Sugiono menghasilkan sebuah gambar penuh kehangatan berbekal meja dan kursi hingga teknik dutch camera (pengambilan gambar miring) yang berada pada tempatnya.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar