Saya tahu betul harus bagaimana menyikapi tontonan macam 47 Meters Down: Uncaged yang merupakan tontonan perayaan kesuksesan (atau keinginan mengeruk finansial) pasca 47 Meters Down (2017) yang berhasil mengumpulkan modal utama sebanyak 12 kali lipat. Masih digawangi Johannes Roberts (The Other Side of the Door, 47 Meters Down, The Strangers: Prey at Night) 47 Meters Down: Uncaged tampil seperti kebanyakan indirect-sequel kebanyakan-yang mana kerap menanggalkan penceritaan-demi sebuah kesenangan sementara.
Pun, dalam penerapannya 47 Meters Down: Uncaged tampil lebih besar dari film pertama, baik itu dari segi teknis maupun jajaran pemain yang kini tak hanya memperlihatkan dua orang pemain melainkan empat orang remaja wanita yang hendak disiksa. Mereka terdiri dari Mia (Sophie Nélisse) si protagonis utama beserta sang saudara tiri, Sasha (Corinne Foxx) yang kemudian diajak sahabatnya, Alexa (Brianne Tju) dan Nicole (Sistine Stallone) untuk menghabiskan waktu di sebuah tempat rahasia di mana artefak bawah laut peninggalan suku Maya berada-dan menggagalkan rencana Mia dan Sasha yang semula hendak menyaksikan hiu putih di sebuah kapal.
Tentu, kita akan mengetahui bagaimana naskah hasil tulisan Ernest Riera (47 Meters Down) bersama sang sutradara melangkah, menjadikan tempat rahasia tersebut sebagai sumber sebuah bencana. Apresiasi patut dilayangkan terhadap Reira yang setidaknya meluangkan waktu untuk memberikan sebuah latar belakang pada tokohnya-yang meski tampil sekelumit. Diceritakan bahwa Mia adalah korban perundungan di sekolah dan Sasha yang menolak menolong akibat merasa terlalu populer. Hubungan renggang keduanya tentu akan berkebalikan ketika filmnya memasuki konklusi-yang mana gagal terasa akibat kurangnya sebuah penggalian yang benar nyata.
Paruh pertama filmnya tampil melelahkan berkat obrolan nihil substansi menghiasi, hingga kala Roberts banting setir untuk melakukan sebuah pemanasan terkait teror kecanggungan pun terjadi. Terlebih kala Roberts memulainya dengan menampilkan ikan fangtooth yang dimaksudkan sebagai "pengecoh" tampil konyol berkat keputusan nihil logika yang ia terapkan. Kata "logika" pun sulit untuk ditemukan di film ini, karena menurut Roberts sebuah karya kadang-kadang tak memerlukan logika untuk menikmatinya.
Mengenyahkan soal logika, Roberts pun menampilkan barisan karakternya saling berbicara secara fasih di dalam air meskipun tanpa sebuah alat yang benar-benar terlihat. Saya curiga, alat scuba diving yang digunakan mereka memiliki pancaran sinar elektromagnetik penyalur suara tanpa harus tertempel di telinga. Semakin mengganggu tatkala naskahnya gemar menyebutkan nama karakternya secara lantang hanya demi mengetahui keberadaan atau sekedar menanyakan pendapat.
Meski kurang cakap ketika membuka serangakian teror, Roberts mampu menampilkan deretan momen yang berhasil menyulut sebuah klaustrofobia-meski sulit untuk mengatakan bahwa sepenuhnya berjalan sempurna. Kebanyakan tampil canggung demi mengulur durasi yang nantinya ia tumpahkan menjelang akhir. Keputusan tersebut sah-sah saja di gunakan, asalakan sesuai aturan. Bukan berarti mengulur tanpa memberikan tensi seperti yang Roberts lakukan di sini.
Jajaran pemainnya tak menampilkan sebuah performa gemilang-lantaran urung adanya sebuah penokohan. Selain Mia dan Sasha, karakter lainnya sebatas calon korban yang siap direnggut nyawanya oleh sang hiu putih-yang gagal tampil menyeramkan akibat penceritaan menuntutnya sebagai hiu purba dengan mata buta, sementara riasan visual effect-tampil seadanya. Bahkan penampilannya kentara terlihat artifisial.
Kalau bukan karena 30 menit terakhir filmnya yang berhasil menciptakan kesenangan, 47 Meters Down: Uncaged mungkin akan tersaji tumpul. Roberts menumpahkan semua momen pamungkas utamanya dalam intensitas tinggi kaya atensi. Andai momen seperti ini tampil sedari dini, 47 Meters Down: Uncaged berpotensi tampil sebagai sajian popcorn-movie beroktan tinggi.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar