Wounds selaku film kedua dari sutradara asal Iran, Babak Anvari (Under the Shadows) memiliki muatan ampuh dalam menyulut rasa ngeri, terlebih bagi mereka para pengidap katsaridaphobia (fobia terhadap kecoak), mematenkan filmnya sebagai sebuah sajian psychological horror, Wounds-yang perlahan bermain dengan sebuah misteri nyatanya berakhir anti-klimaks, memunculkan sebuah kebingunan tersendiri, terlebih karena kurang cakapnya Anvari menghasilkan sebuah konklusi berarti.
Will (Armie Hammer), seorang bartender asal New Orleans menjadi saksi terlibatnya sebuah perkelahian di bar, di mana sang sahabat, Eric (Brad William Henke) mengalami luka parah di pipi. Selepas terjadinya insiden tersebut, Will menemukan sebuah handphone yang tertinggal, di duga milik salah satu anggota remaja yang baru saja memesan bir. Ketimbang menyimpannya di bar, Will alih-alih membawanya pergi hingga kemudian ia menemukan kembali pemiliknya.
Sesampainya di rumah, Will mendapati sebuah pesan dari ponsel tersebut, berasal dari seseorang yang bernama Garret-yang menyatakan sebuah pesan ketakutan dan mengirimkan gambar menyeramkan berupa penggalan kepala manusia beserta kecoak yang mengelilinginya. Sang kekasih, Carrie (Dakota Johnson) memintanya untuk melapor kepada polisi, namun Will bersikukuh mencari kebenarannya, hingga perlahan tapi pasti, Will mulai mengalami sebuah kejanggalan pasca ia memegang ponsel tersebut.
Dari sini, Babak Anvari mulai bermain dengan sebuah gambaran ketidaknyamanan-yang kemudian menyulut sebuah atensi terhadap apa yang terjadi. Wounds tampil memikat berkat pacing-yang senantiasa dinaikkan, perlahan menghadirkan sebuah pemandangan mengerikan pula tanda tanya yang menuntut sebuah jawaban. Keambiguan ini dijaga dengan rapi oleh Anvari, hingga puncaknya menghadirkan sebuah konklusi-yang nyaris tanpa arti.
Bukan sepenuhnya tak berarti, melainkan Anvari kurang cakap dalam menjalankan sebuah penebusan setimpal. Terlebih terkait sebuah ritual gnostisme-yang urung dijelaskan lebih. Padahal, potensi tersebut akan memberikan sebuah pengetahuan baru pula eksekusi-yang terbilang seru, mengingat kurang terjamahnya aliran sinkretisme dalam sebuah film.
Disadur dari sebuah novel berjudul The Visible Flith buatan Nathan Ballingrud-yang hanya setebal 85 halaman, Anvari yang juga menulis naskahnya mengejawantahkan cerita tersebut dalam durasi 94 menit-yang cukup padat meski terlampau lemah di konklusi. Mungkin Anvari berniat mempertahankan keambiguan yang dimiliki cerita aslinya.
Armie Hammer adalah nyawa utama film ini, ia tampil meyakinkan dalam membawakan sebuah degradasi ketakutan, pun demikian dengan Dakota Johnson-ditengah screen time sedikit miliknya, sementara kehadiran Zazie Beetz hanya sebatas pelengkap cerita-yang urung dieksploitasi potensinya.
Walaupun tak se-efektif Under the Shadow dalam mempermainkan perasaan, kepiawaian Anvari dalam menghadirkan sebuah kengerian masih dapat terlihat, meski tak sampai berada pada tahap-yang lebih mendalam. Wounds memang sebuah penurunan, meski tak berarti persona sang sutradara sepenuhnya hilang. Saya akan senantiasa menantikan karyanya untuk mendatang.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar