Newton garapan Amit V. Masurkar (Murder 3, Sulemani Keeda) dengan santai menertawakan sebuah demokrasi. Di mana, demokrasi bak hanya dijadikan sebuah formalitas belaka-demi terciptanya sebuah keuntungan semata. Ini tentu berlaku bagi para mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat-yang sama sekali tak merakyat. Rakyat bagi mereka tak lebih dari sekedar syarat sekaligus media untuk mereka menciptakan sebuah martabat.
Hingga kala seseorang yang mempunyai idealisme tinggi macam Nutan Kumar alias Newton Kumar (Rajkummar Rao) pegawai pemerintah tingkat kecil yang baru saja diperintahkan untuk menjadi petugas pemungutan suara di sebuah wilayah terpencil di tengah hutan yang bernama Chhattisgarh-yang diklaim dibawah kekuasaan gerilyawan Maois, meski pihak Pemerintahan India mengatakan bahwa daerah tersebut secara resmi telah berada di bawah kendali pemerintah.
Dengan 76 orang-yang memopunyai hak pilih, Newton bersama para petugas lainnya, Malko Netam (Anjali Patil) beserta Loknath (Raghubir Yadav) di kawal oleh sekelompok anggota militer yang dipimpin oleh Aatma Singh (Pankaj Tripathi). Sikap idealis yang dimiliki Newton kerap bertentangan dengan Aatma Singh-yang menganggap pemilihan tak terlalu penting, Aatma Singh adalah gambaran pihak berwajib-yang menomorduakan tugas sebgai sebuah formalitas. Tentu, orang macam Aatma Singh kerap berseliweran di sekitar kita.
Naskah yang ditulis oleh sang sutradara bersama Mayank Tewari pintar dalam mengolah dialog maupun latar belakang penokohannya. Terdapat sebuah makna filosofis terkait penggunaan nama Newton dan Nutan. Isaac Newton sang penemu relativitas dalam bidang fisika telah meruntuhkan sistem strata sosial dalam peradaban kehidupan manusia dengan teorinya, menjadikan manusia baik raja maupun pengemis sama sejajar. Baik raja maupun pengemis jika jatuh dari ketinggian maka akan menuju tanah. Newton kerap menerapkan ilmu itu demi terciptanya sebuah kehidupan yang baru (nutan).
Beragam analogi kerap Masurkar masukkan, sebutlah dengan sebuah papan tulis tempat dijadikan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang kosong melompong, menandakan sebuah pemilihan yang kosong serta perhatian terhadap masyarakat yang tak kunjung datang. Newton adalah sebuah dagelan bagi demokrasi-yang kerap disalahartikan, dijadikan sebuah pemanfaatan tanpa adanya sebuah penyuluhan. Ini persis terjadi kala pemilihan di Chhattisgarh dilakukan, ketika para pemilih tak mengerti bagaimana memilih dan siapa calon yang akan dipilih.
Rajkummar Rao menampilkan sebuah performa gemilang, memantapkan statusnya sebagai salah satu aktor yang paling menjanjikan, Raghubir Yadav menampilkan seorang pria paruh baya berpendidikan namun kerap kebingungan, sementara Pankaj Triptahi bak seorang serigala berbulu domba.
Tak hanya perihal demokrasi-yang ditelanjangi oleh Masurkar, kecenderungan masyarakat abai akan pendidikan pun ia sentil sebagai sebuah bentuk penghambat kemajuan. Para orang tua memilih menjodohkan anaknya sebagai penunjang kehidupan alih-alih memposisikan mereka sebagai pengubah kehidupan. Newton dengan halus mengkritisi sistem pemerintahan dan kemasyarakatan di India-yang barangkali terjadi pula di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Berbekal durasi 106 menit, Newton tampil padat berkat pengadeganan yang cermat-yang bermuara pada sebuah penyampaian tepat. Sesekali musik sarat rasa patriotis menemani, mengalun pelan dan menusuk perasaan. Konklusi dari Newton seakan menjawab pernyataan tersebut.
Newton seolah mengeliminasi pengertian demokrasi yang disampaikan oleh Abraham Lincoln, menerapkan tesis Joseph Schumpter yang mengatakan bahwa demokrasi adalah "Sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk kaum elite". Miris, pendapat tersebut memang nyata adanya, di mana perubahan yang diinginkan rakyat yang termajinalkan urung direalisasikan. Newton dengan keras menolak legitimasi anggapan tersebut, sebuah wujud aspirasi yang mewakili.
SCORE : 4/5
0 Komentar