Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

THE HOUSE THAT JACK BUILT (2018)

The House that Jack Built selaku karya teranyar sutradara kontroversial, Lars Von Trier (Melancholia, Antichrist, Nymphomaniac Vol I dan II) seolah sebuah gambaran dari imaji sang sutradara-yang mengaku bersimpati pada Nazi dengan Hitler sebagai pujaannya. Mengikuti kisah Jack (Mat Dillon) seorang pengidap OCD pula sebagai pembunuh berantai dengan korban-yang lebih dari 60 orang. Dalam penuturan narasinya, Jack dikisahkan tengah melakukan pembicaraan dengan Verge, teman khayalannya-yang nantinya diperankan oleh Bruno Ganz.



The House that Jack Built kemudian mengiringi pembicaraan tersebut lewat narasi yang dibagi ke dalam lima babak. Di mana, tiap babak berisi kisah pembunuhan-yang dilakukan Jack terhadap para korbannya, salah satu korban diperankan oleh Uma Thurman dalam kapasitas akting gemilang. Jack adalah seorang arsitek-yang berusaha menyelesaikan rumah-yang dibangunnya. Dari sini, sang sutradara menenangkan pikiran Jack lewat karya seni membunuhnya.


Modus operandi Jack dalam membunuh tidaklah pintar, Jack acap kali mengirimkan foto korbannya guna di muat ke dalam koran atau meninggalkan jejak darah-yang kemudian guyuran hujan menghapusnya. Seolah semesta berpihak kepadanya, Jack kian bangga akan reputasinya. Kalimat itu akan terdengar berulang dalam balutan dialog berat bernada filosofis.


Lars Von Trier-yang turut merangkap sebgai penulis naskah bersama Jenle Hallund memberikan amunisi sempurna pada pengembangan karakter Jack-yang sulit diterima ini. Meskipun tak bisa dibenarkan, pemahaman akan apa yang terjadi memberikan sebuah penjelasan-yang dapat diamini. Setidaknya itu terjadi pada insiden pertama dan kedua.


Ini yang membuat atensi dapat tercurah seutuhnya, meski menuju durasi sebelumnya, eksekusi Von Trier kerap mengganggu mata dan pikiran lewat cara membunuh yang terlampau sadis ini. Di beberapa kesempatan, Von Trier turut menyelipkan potongan gambar maupun video dari pikiran seorang Jack. Dai sini, filmnya menekankan unsur analogi dan metafora yang-yang menurut beberapa orang akan sulit untuk dimengerti.


Dari hal terkait kehidupan, fitrah terliar manusia, eksistensi agama dan Tuhan serta kritik tehadap sosial dimasukkan dalam guliran dialog cerdas, bukti sebuah riset tinggi yang dilakukan para penulis, bahkan Von Trier turut menampilkan bagaiman memeras air anggur dengan baik hingga sekelumit kisah pembuatan pesawat Nazi.


Tentu, ini tak lepas dari akting luar biasa Mat Dillon yang sempurna memerankan pembunuh berantai berwajah dingin dan hati yang menggebu. Paling vital adalah kala Trier kerap menggunakan teknik close up, menggambarkan emosi karakter dengan begitu indah. Lihat adegan kala wajah dengan bercak darah yang kemudian disusul oleh senyum bahagia seorang Jack. 


The House that Jack Built adalah suguhan terliar Von Trier, filmnya mungkin tak terlampau kelam dan depresif seperti karya sebelumnya. Ini lebih kepada tuturan tak biasa dengan adegan yang terlampau mempermainkan logika. Jack digambarkan seolah tak mempunyai hati. Dari pembunuhan terhadap hewan, kekerasan fisik, pelecehan seksual hingga hal terkait mysoginist menyelimuti kepribadian Jack. Tak tangggung-tanggun, Von Trier bahkan menyelipkan rekaman aksi lewat sebuah footage holacaust Nazi.


Berlangsung selama 155 menit, The House that Jack Built bermuara pada pertemuan Jack dengan sosok Verge-yang mengingatkan kembali perihal pembuatan rumah yang ia ingin bangun. Setelah itu, Von Trier menutup konklusi filmnya dengan mengajak Jack beserta Verge melakukan perjalanan ke Neraka-dengan penggambaran artistik sempurna, di mana terdapat sebuah jembatan menuju alam baka di dalamnya.


The House that Jack Built pada akhirnya adalah sebuah sajian artistik-yang kental akan sebuah karya seni dari si sutradara nyentrik. Sebuah penggambaran terkait pemikiran yang bersinggungan dengan sikap perilaku manusia hingga inti kehidupan. Sungguh sebuah sajian-yang sangat sayang untuk dilewatkan.


SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar