Lewat Laundry Show, sutradara Rizki Balki (A: Aku, Benci & Cinta, Ananta) mempresentasikan sebuah drama-kerja-yang mungkin dapat di ilhami dan dijadikan sebuah inspirasi. Di mana naskah garapan Upi (Kafir: Bersekutu Dengan Setan, Sweet 20, My Stupid Boss) bersama Uki Lukas-yang merupakan penulis novel berjudul sama-yang dijadikan materi filmnya senantiasa memberikan sebuah gambaran pasti terkait situasi-yang akan senantiasa terjadi (dalam konteks ini: atasan). Memang, bukanlah sebuah film yang senantiasa menghantarkan emosi, namun, menilik pencapaiannya, Laundry Show adalah sebuah tontonan-yang mudah dipahami.
Ya, kita mengenal Uki (Boy William) seorang karyawan di sebuah perusahaan kreatif agensi-yang merasa posisinya berjalan di tempat, ia sekuat tenaga memajukan agensi, namun tak merasa adanya sebuah timbal balik dari sang atasan (Ferry Salim). Akhirnya, ia memutuskan keluar dari kantor, membangun sebuah usaha dari nol-dengan menjual mobil pula menguras tabungan. Uki mendirikan sebuah usaha laundry bernama "Halilintar".
Usaha laundry dipilih karena memiliki sebuah kenangan masa kecil kala Uki bersama sang ibu senantiasa mencuci seragam bersama. Waktu itu, sang ibu merupakan seorang buruh cuci. Hingga masuk akal, kala sosok ibu ia jadikan motivasi. Ibu tahu beragam cara membersihkan noda, kini giliran Uki menata dan membersihkan hidupnya-lewat usaha-yang digelutinya.
"Jadi Bos Itu Susah!" demikian tagline-yang diusung Laundry Show-dalam menerapkan konflik utamanya. Rencana-yang semula telah disusun Uki, pula pepatah Mario Keukeuh (Hifdzi Khoir)-yang selalu memotivasi Uki-rupanya tak berlaku kala Uki terjun langsung di lapangan, tak semudah membersihkan pakaian. Beragam cobaan silih berganti datang, entah itu dari para pegawai atau dari sebuah usaha laundry-yang dibuka di seberang.
Usaha laundry bernama "Cepat & Kilat" itu milik Agustina (Gisella Anastasia)-yang kemudian merenggut pelanggan tetap Uki-kala mengadakan sebuah diskon di tengah mesin cuci-yang digunakan berasal dari luar negeri. Tentu, hal ini membuat Uki naik pitam. Persaingan bisnis laundry pun dimulai!.
Laundry Show dibungkus lewat pembawaan komedik-yang senatiasa memantik atensi kala membawakan konflik. Mayoritas konfliknya sendiri diisi oleh ulah para pegawai Uki-yang memiliki karakteristik unik. Sebutlah Tiur (Tissa Biani) si resepsionis jutek nan berwajah datar. Ini tentu tak akan berjalan andai tak dibarengi oleh kapasitas akting mumpuni dari Tissa-yang kemudian kembali mengukuhkan bahwa dirinya adalah seorang aktris bertalenta.
Selain Tiur, hadir pula Joni (Erick Estrada) si pemilik "otak kecil" lewat aksen bicara Madura miliknya, hingga Ujang (Fajar Nugra) si tukang telat dengan beribu alasan unik-yang selalu terlontar dari mulutnya. Saya belum menyebut karakter lain-yang memiliki karakter unik lainnya-yang sering pula menimbulkan sebuah masalah pelik.
Keberhasilan Laundry Show adalah tuturan sederhana-yang tampil memiliki makna. Terlebih bagi karakter utamanya-yang seiring berjalannya durasi, mulai belajar dari situasi hingga menangani proses penerimaan diri. Disertai sebuah voice over Uki-yang untungnya tak menggurui. Laundry Show adalah sebuah surat cinta bagi mereka-yang hendak mewujudkan sebuah mimpi.
Meski konflik terkait Uki-Agustina kurang elaborasi, para pelakon utama justru tampil memikat hati. Boy William untuk pertama kalinya sempurna menangani guliran emosi, sementara Gisella Anastasia mampu mencuri hati. Itulah mengapa guliran pengisahannya mampu meraih atensi, kala guliran pengisahan terkait romansa hingga tuturan isu terkait gendernya-tak seberapa kuat.
Satu hal yang pasti, Laundry Show begitu mudah untuk dipahami. Meski konklusinya gagal menghantarkan sebuah dampak-yang sama besarnya, saya kembali diingatkan oleh sebuah sentuhan multikultural-yang sempat dijamah, hingga sebuah sekuen musikal-yang membuat hati sumringah. Laundry Show setidaknya memiliki penulisan-yang solid dalam kisahnya, yang mana membuat hati ini betah dibuatnya.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar