Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

CITY OF GHOSTS (2017)

Raqqa Is Being Slaughtered Silently (RBSS). Demikian nama sebuah pergerakan citizen journalism-yang mewartakan berita tentang kekejaman ISIS. ISIS seketika tumbuh dan berkembang pasca rezim pemerintahan Assad memecah belah masyarakat, menguasai Raqqa, Suriah tanpa tedeng aling-aling. Dalam sebuah rekaman footage-yang ditampilkan Matthew Heineman (Cartel Land) guna merangkai dokumenternya, diperlihatkan secara gamblang kekejaman ISIS, di mana ia tak segan membunuh, menyalib, bahkan memenggal kepala manusia untuk kemudian dipertontonkan di depan umum. Dari sini, City of Ghosts memberikan sebuah pengalaman menonton yang mengerikan.
 
 
Ya, horor yang nyata itu sesungguhnya hadir di benak kita. City of Ghosts bukan hanya memberikan sebuah warta melainkan sebuah ketakutan yang nyata. Abdelaziz al Hamza (pendiri RBBS) mengatakan bahwa ISIS adalah sebuah gagasan, ia bisa tumbuh dan berkembang di mana saja, termasuk Indonesia. City of Ghosts menyadarkan fakta akan itu, bahwa pertanyaan terkait "seberapa kuat ISIS?" tak perlu dengan dijawab atau dipertanyakan, melainkan dengan sigap di antisipasi bahkan di cegah kedatangannya.
 
 
City of Ghosts mengikuti perjalanan para aktivis RBBS-yang mencoba melawan lewat perkataan. Mereka mewartakan berita kekejaman ISIS lewat sosial media dengan harapan terciptanya sebuah keadilan di tengah ancaman yang tak berkesudahan. Meski nyawa sebagai taruhan, mereka dengan lantang mengutuk keras tindakan ISIS-yang sulit untuk dibenarkan, jauh dari sifat perikemanusiaan.


Bahkan pilihan menjadi imigran pun mereka lakukan. Berpindah ke Jerman hingga Turki menjadi pilihan. Namun, kekejaman ISIS tak hanya sebatas terjadi di Raqqa, pasca terbunuhnya salah satu anggota internal RBBS-yang bernama Moutaz, ISIS kemudian mengadakan sebuah penyerangan terhadap mereka-yang mendukung dan bergabung bersama RBBS, termasuk ayah Hamoud Almousa-yang berhasil ditangkap dan kemudian di tembak mati atau sang guru, Naji Jerf-yang berhasil dibunuh di jalanan  Turki.


Hal tersebut menimbulkan sebuah kesedihan pula ancaman baru bagi RBBS, di mana kedigdayaan ISIS luar biasa kuatnya, tempat untuk mereka bersembunyi telah terendus. Kini mereka harus berpindah tempat kembali, menjalani sebuah hidup yang penuh pengasingan. Tak hanya sampai di situ, mereka pun harus menerima cemoohan dari para mereka anti-imigran. Sungguh berat untuk mencari sebuah kehidupan-yang penuh dengan kebebasan.


Heineman menjadikan City of Ghosts sebagai sebuah sajian dokumenter-yang sarat akan emosi, di tengah terbatasnya sumber untuk berkreasi (mayoritas rekaman berasal dari RBBS). Pun, sulitnya cakupan sumber (ISIS menutup akses informasi Raqqa) membuat City of Ghosts cenderung menghadirkan sebuah tanya ketimbang jawaban. Dari sini, City of Ghosts melangkahkan diri membentuk sebuah penceritaan-yang lebih dari sekedar berani.


Tindakan yang dilakukan ISIS luar biasa pengaruhnya, bahkan ia mengincar para generasi muda Raqqa untuk "berjihad" menurut persepsinya. Sungguh sebuah pemandangan-yang mengerikan pula memilukan. Salah satu adegan memperlihatkan seorang balita memenggal kepala boneka, berteriak layaknya para penguasa dengan menyerukan seruan agama, sementara sang orang tua dengan penuh gembira melihat tindakan anaknya.


Seusai menonton City of Ghosts, begitu banyak perenungan yang saya rasakan. Sebuah dampak yang luar bisa hebat menandakan bahwa sajiannya mampu memberikan sebuah pencerahan sekaligus pengetahuan. Sementara musik gubahan Jackson Greenberg dan H. Scott Salinas mengalun, memberikan sebuah dampak yang kian menguatkan sebuah makna perjuangan para pahlawan yang sebenarnya. City of Ghosts benar-benar membuka mata saya.


SCORE : 4/5

Posting Komentar

0 Komentar