The Teacher's Diary menyajikan sebuah romantika tak biasa-selain memperluas khasanah tentang asal-usul datangnya cinta-yang tak harus selalu dimulai dengan sebuah pertemuan. Cinta bisa datang kapan saja, termasuk dari seseorang-yang belum kita kenal atau lihat sekalipun. Dari sini, sutradara Nithiwat Tharatorn (My Girl, Seasons Change) mengetengahkan paparan rasa, kala mata tak pernah melihat, tapi hati terdalam mengetahui.
The Teacher's Diary membawa kita pada dua lini waktu, menekankan sebuah paparan non-linier-yang kemudian saling beriringan dan bertautan. Kita mengenal Song (Sukrit Wisetkaew), mantan atlet gulat-yang kemudian banting setir menjadi guru olahraga. Di nilai kurang memahami bahkan menguasai materi, Song akhirnya melamar ke sebuah sekolah bernama Baan Gaeng Wittaya, sekolah yang berada di sebuah rumah kapal dan hanya terdiri dari beberapa murid.
Sesampainya di sana, Song awalnya kesulitan untuk beradaptasi. Namun, seiring ditemukannya sebuah buku harian-yang ia temukan dan kemudian ia baca perlahan-kembali menguatkan. Buku harian tersebut adalah milik Ann (Laila Boonyasak), guru perempuan-yang mengajar 3 tahun lalu. Naskah garapan sang sutradara bersama Sopana Chaowwiwatkul (Laddaland, Nee Dtaam Galileo), Supalerk Ningsanond (Never Die?) dan Thodsapon Thiptinnakorn kemudian menggulirkan isi buku diary Ann-yang kemudian kita kenal kehidupannya.
Itu lantas digunakan Tharatorn sebagai penggerak utama filmnya-yang kemudian membuat sebuah koneksi terhadap penonton dalam balutan intensitas-yang ia terapkan. Tak pernah terlampau tinggi, sederhana-namun mampu menimbulkan senyum sungging bahkan perasaan haru sekalipun. Itu yang saya suka dari film ini, kala kesederhanaan mampu menciptakan sebuah ketertarikan, kesenangan bahkan kehangatan.
Tentu, ada perbedaan yang signifikan lewat cara mengajar, di mana para murid yang masing-masing berbeda kelas lebih menyukai cara belajar Bu Guru Ann-yang menyenangkan. Dari sini, sang sutradara kembali menekankan kekuatan cinta, kala cinta dan ketertarikan tentu membuat sebuah perubahan-yang lebih baik, seperti yang dilakukan Song pasca membaca buku harian Ann.
Tak hanya sampai situ, The Teacher's Diary membawa sebuah pesan khusus terkait dunia pendidikan, menjelaskan bahwa seorang guru tak hanya sebatas mengajar, namun mendidik. Pun, Tharatorn sempat melayangkan sebuah kritisi terkait pengajaran konvensional secara halus, pula mengutuk para petisi pendidikan-yang dengan gampang menghakimi keadaan fisik-tanpa menilik sebuah dedikasi-yang dilakukan.
Barisan konfliknya sendiri memang berjalan sambil lalu, namun Tharatorn mampu menciptakan sebuah dinamika yang tak hanya sebatas melengkapi-namun memberikan sebuah motivasi. Seiring karakternya belajar dari kehidupan, kita pun menemukan sebuah pelajaran berharga bagi kehidupan-yang sangat sayang untuk tak diterapkan. Misi sinema dalam memberikan sebuah pembelajaran tersampaikan dengan begitu baiknya.
Ini semua tak akan terlaksana jikalau tanpa para pelakon yang nyaris sempurna. Laila Boonyasak menghidupkan perubahan karakternya sedemikian natural pula beralasan, sementara Sukrit Wisetkaew-tak hanya sebatas pemuja rahasia, melainkan seorang pelopor-dalam pelaksanaan kegiatan, sebelum kita tahu bahwa sumbangsih keduanya menciptakan sebuah kelengkapan.
Paparan penceritaanya sama rata, kala naskah memberikan sebuah porsi sepadan terhadap karakternya (termasuk kehidupan para murid) beserta jalan terjal-yang harus dihadapi. Ini tentu menjadikan filmnya semakin kompleks dalam memberikan sebuah dampak-yang benar terasa.
Itu pula-yang membuat konklusinya tersaji sedemikian manis walau hanya bersenjatakan dua baris kalimat. Kala pengharapan menemukan-yang diharapkan, serta keingintahuan terlepaskan, dari situ terbentuklah sebuah kebahagiaan. The Teacher's Diary sempurna menggambarkan hal demikian.
SCORE: 4.5/5
0 Komentar