Disadur dari novel fenomenal rekaan Stephen King, It buatan Andy Muschietti (Mama) adalah sebuah panggung sempurna bagi 2 miniseries (1990)-yang memperkenalkan khalayak kepada seorang badut menyeramkan bernama Pennywise-dengan melakukan modifikasi tanpa harus kehilangan esensi. Rasa takut akan tetap tersulut. Tambahkan naskah yang kompleks pula karakter anak-anak-yang tengah meninjak masa coming-of-age, jadilah sebuah sajian solid pula mematenkan status film horor-juga punya cerita yang berbobot.
Memindahkan setting 1950-an ke 1989 jelas bukanlah sebuah masalah. Alkisah, di Derry tengah diselimuti kehebohan (dan ketakutan) terkait hilangnya anak-anak, Georgie (Jackson Robert Scott) adalah salah satu korban. Untuk itu, Bill (Jaeden Lieberher) merasa bersalah atas peristiwa tragis-yang menimpa terhadap Georgie. Sekuen pembukanya menekankan sebuah kengerian pula kesadisan tingakt tinggi, kala momen hilangnya Georgie dibungkus Andy dengan penuh ketakutan-yang signifikan, sarat pemandangan mengerikan-yang tak segan merenggut nyawa seorang bocah tak bersalah.
Kasus hilangnya Georgie adalah poros penceritaan utama It-selain untuk menggiring penonton kepada Pennywise the Dancing clown (Bill Skarsgård) si penanggung jawab hilangnya para anak-anak. Cerita kemudian menggiring kita pada rekonsiliasi isi hati Bill-yang dihantui rasa bersalah, mempertemukannya dengan para The Loser's Club, kelompok para pecundang-yang sama-sama memiliki permasalahan nyaris serupa, mereka adalah: Ben (Jeremy Ray Taylor) si gemuk, Richie (Finn Wolfhard) si cerewet, Stanley (Wyatt Oleff) si Yahudi, Eddie (Jack Dylan Grazer) si penyakitan, Mike (Chosen Jacobs) si kulit hitam, dan Beverly (Sophia Lillis) si perempuan satu-satunya-yang merupakan korban pelecehan sang ayah.
Kesamaan permasalah merekatkan persahabatan mereka-yang mana ini adalah sebuah proses-yang alamiah terjadi, melebihi kesamaan mereka adalah korban perundungan Henry (Nicholas Hamilton)-yang dapat dimengerti karena didasari didikan keras sang ayah. Itulah mengapa It lebih dari sekedar film horor arus utama yang hanya mengandalkan penampakan saja, lebih dari itu, It adalah sebuah proses melawan ketakutan bagi para karakternya-yang kemudian akan membentuk sebuah rintangan-yang dua kali lebih besar. Inilah mengapa versi terbarunya begitu relevan dengan pemandangan masa kini.
Naskah yang dikerjakan secara keroyokan oleh Chase Palmer, Cary Fukunaga dan Gary Dauberman memiliki standarisasi tinggi dari film horor biasanya, kala elemen SARA, fobia, rasisme, perundungan hingga pelecehan turut dimasukan, memberikan sebuah kekayaan terhadap materi-yang untungnya digarap dengan baik oleh Andy Muschietti di sini, meski tak terlalu eksplisit, keberadaan elemen tersebut jelas berasa adanya.
Eksekusi Andy sendiri terbilang medioker, kala ia kerap memasang kemunculan penampakan mendadak Pennywise-yang kian ditekankan, tentunya diiringi scoring mengejutkan dari Benjamin Wallfisch. Meskipun demikian, satu hal terpenting-yang membuat It begitu berhasil adalah kepiawaian Andy memainkan timing. Tak terhitung berapa kali saya beranjak dari kursi mendapati adegan demi adegan dalam filmnya. Selain sekuen pembuka, momen proyektor hingga perpustakaan adalah salah satu diantaranya.
Tentu, semua takkan berhasil jikalau tanpa energi dari jajaran para pemain muda, Jeaden Liberher dengan pembawaan meyakinkannya, Finn Wolfhard dengan lontaran dialog bernada sarkasme milinya, Sophia Lillis dengan karakterisasi dalamnya hingga yang paling menakutan tentulah Bill Skarsgård si badut-yang kerap menebar teror bersenjatakan tingkah pula perawakan menakutkan miliknya, terutama senyum sinis milinya yang begitu menyeramkan. Bill memang jauh dari kesan serial killer, melainkan monster-yang semua orang harapkan untuk punah.
Pencapaian Andy jelas patut diapresiasi, meski pertanyaan terkait "bagaimana" patut untuk dijelaskan. Setidaknya, saya paham ini adalah bahan untuk sekuelnya kelak, itu semua bisa dimafhumi setelah keberhasilan filmnya yang jauh berada di atas rata-rata. Terpenting, It membawa sebuah kesan menyenangkan pula menyeramkan di saat bersamaan. Ini adalah sebuah bukti nyata tersampaikannya sebuah cerita, hingga sebuah momen menyentuh hati-yang bisa saja mengundang air mata tiba, It kembali menampilkan sebuah kejutan yang tak terduga datangnya.
SCORE: 4/5
0 Komentar