Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

TABU: MENGUSIK GERBANG IBLIS (2019)

Tabu: Mengusik Gerbang Iblis menambah jajaran film horor remaja lokal yang memiliki plot setipe pendahulunya yang berujung pada sebuah ke-klisen premis pula miskinnya plot, saya belum menyebut tingkah bodoh yang kerap melekat pada filmnya. Ditulis naskahnya oleh Haqi Achmad (Sajen, Ada Cinta di SMA, Rompis), benar saja tak ada pembaharuan yang signifikan selain mengulang kembali adegan yang kerap terjadi di film horor remaja serupa.
 
 
Tentu kita akan melihat para remaja yang merencanakan rencana guna memfoto dan merekam penampakan, dinding penuh kertas tujuan selanjutnya di kamar sang protagonis, tokoh yang penakut hingga aksi kesurupan setelahnya. Tabu menampilkan semuanya dengan nyaris tanpa perbedaan. Perbedaan yang cukup berarti adalah kala sang sutradara, Angling Sagaran (From London to Bali, Total Chaos) tak menerapkan scoring berisik lepas lima menit sekali, atau penampakan yang kerap muncul di layar. 
 
 
Itu memang patut diapresiasi, namun tak lantas mengangkat derajat filmnya dari kebobrokan yang menjengkelkan. Saya kerap meringis kala kegemaran Mahir (Bastian Steel) adalah melemparkan rayuan gombal terhadap Muti (Agatha Chelsea), romansa cinta segitiga setengah jadi antara Tio (Rayn Wijaya), Keyla (Isel Fricella) dan sang protagonis utama kita, Diaz (Angga Yunanda)-yang mengajak para sahabatnya pergi ke Leuweung Hejo guna memfoto penampakan yang terjadi di sana, dan tentunya melanggar hal-hal tabu yang di larang di hutan itu. 
 
 
Tentu, sudah menjadi keharusan dalam Tabu: Mengusik Gerbang Iblis untuk menampilkan sebuah gangguan terhadap karakternya pasca melanggar hal-hal yang tabu, sebutlah penampakan-yang seketika datang-lalu pergi-yang dilakukan oleh sesosok hantu berwujud nenek berwajah penuh luka, seolah menjadi keharusan film horor murahan dalam mengkreasi wujud sang hantu.
 
 
Pasca pulang di Leuweung Hejo, Tabu: Mengusik Gerbang Iblis membawa karakternya pada sebuah kejadian tragis-yang mampu digambarkan cukup realistis oleh sang sutradra. Sayang, Tabu: Mengusik Gerbang Iblis bak sebuah produk setengah matang-yang lebih menjengkelkan dari horor berkualitas busuk. Dari sana ada potensi yang menjanjikan, dari sana pula kita melihat hasil akhir yang menggelikan.
 
 
Ya, selain karakterisasi dangkal yang dimiliki para karkternya, Tabu: Mengusik Gerbang Iblis bak tak memiliki penceritaan lain selain membawa filmnya pada sebuah "twist plot" bukannya "plot twist". Ada perbedaan signifikan diantara keduanya-yang mana Tabu: Mengusik Gerbang Iblis gagal tampilkan, kala semakin menuju konklusi, filmnya kentara akan sebuah plot tipis-yang sengaja diperpanjang.
 
 
Hasilnya adalah sebuah kemalasan yang menjengkelkan, bukan kejutan yang mengejutkan penontonnya. Tabu: Mengusik Gerbang Iblis ditutup oleh sebuah cliffhanger yang menjanjikan di permukaan, kala set-up yang diterapakan begitu terlihat meyakinkan, sementara kualitasnya sendiri masih meragukan.
 
 
SCORE: 2/5

Posting Komentar

0 Komentar