Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PREMAN PENSIUN (2019)

Saya memang bukan penggemar setia serialnya-yang berjalan selama tiga musim, tapi, sebagai seorang yang besar pula lahir di tanah Sunda (baca: Garut) saya paham pula dekat dengan situasi yang digambarkan oleh Preman Pensiun. Seperti dalam sebuah adegan kala Kang Mus (Epy Kusnandar) memerintah mantan anak buahnya, Ujang (M. Fajar Hidayatullah) mencari orang guna memata-matai kekasih Safira (Safira Maharani), anak tunggal Kang Mus yang tengah menginjak masa remaja. Tanpa pertalian darah, Ujang seketika menjalankan perintah Kang Mus, Siklus ini terjadi kala masing-masing dari mereka telah menganggap masing-masing sebagai keluarga.

Itulah mengapa saya merasa sebuah keterkaitan tersendiri dengan filmnya, karena saya pun pernah mengalami hal serupa. Mengambil setting tiga tahun setelah kejadian di sinetronnya, di mana Kang Mus membubarkan diri demi memulai kehidupan baru. Tapi, nyatanya menapaki kehidupan yang lebih baik justru harus mengalami kendala kala bisnis kecimpring yang ia jalani sepi. Kang Mus memang kerap teringat akan bisnis lamanya, di tengah perkataan mendiang Kang Bahar (Didi Petet) merupakan "Bisnis yang bagus, tetapi bukan bisnis yang baik" kerap menggelayuti pikirannya.

Aris Nugraha, sang sutradara sekaligus kreator di balik serial Preman Pensiun awalnya menolak menjadikan filmnya sebagai tontonan bioskop-yang mana akan lebih eksklusif, Aris menganggap bahwa Preman Pensiun adalah hiburan rakyat. Akhirnya setelah melalui pembicaraan cukup panjang, ia pun bersedia mengambil langkah tersebut di bawah bendera MNC Pictures, menyajikan sebuah tontonan bioskop tanpa harus kehilangan unsur "merakyat" yang semula ia tekankan.

Hasilnya adalah sebuah tontonan yang cukup kompleks-di tengah setumpuk narasi yang coba ia masukkan. Memang semuanya tak berjalan mulus di tengah teknik smash cut/match cut (teknik di mana sebuah kejadian yang diakhiri dengan dialog menyambung dengan kejadian berikutnya) yang mampu memberikan sebuah nuansa kala tengah menyaksikan sinetron jaman dahulu (dipopulerkan oleh Warkop DKI)-yang memberikan sebuah rasa nostalgia pula hiburan pemuas dahaga.

Saya memang tak memasang ekspetasi tinggi kala menontonnya, namun betapa mengejutkannya kala mendapati Preman Pensiun memiliki barisan karakter khas yang mampu mengundang tawa. Misalnya Mang Uu (Mang Uu) dengan logat Inggris seenaknya, atau Kang Pipit (Ica Naga) yang gemar menggoda wanita dan memperhatikan detail kecil-tak penting. Terkejut pula saya mendapati tontonan semacam Preman Pensiun justru memiliki hati, hal itu terjadi kala Kang Mus tengah membicarakan mendiang Kang Bahar di hadapan sang puteri bosnya itu, Kinanti (Tya Arifin)-yang datang untuk menghadari 1000 hari wafatnya sang ayah.


Teknik yang diterapkan oleh Aris memang kerap melemahkan sisi dramatis pula menghambat sebuah sajian pengejaran-yang semula membuka filmnya tampil setengah matang-selain sebagai poin guna dijadikan sebagai penutup durasi. Preman Pensiun memang cacat jika di tilik dari segi filmis, anggapan itu saya sedikit enyahkan kala tontonan yang sesungguhnya adalah tontonan yang terikat dengan penontonnya. Preman Pensiun mempunyai itu di samping musik bernuansa Sunda garapan Dani Supit senantiasa mengalun, membawa kecintaan saya terhadap tempat pula tradisi serupa yang diterapkan Preman Pensiun selaras dengan tanah tempat saya lahir pula berpijak.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar